Adab Penuntut Ilmu

PART 1

Tawadu' kepada gurunya Ibnu Jama’ah rahimahullah berkata: “Hendaklah seorang murid mengetahui bahwa rendah dirinya kepada seorang guru adalah kemuliaan, dan tunduknya adalah kebanggaan.” (Tadzkirah Sami’hal. 88) Sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dengan kemuliaan dan kedudukannya yang agung, beliau mengambil tali kekang unta Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu seraya berkata: “Demikianlah kita diperintah untuk berbuat baik kepada ulama.” 

(As-Syifa,2/608) Memuliakan gurunya Imam Nawawi rahimahullah berkata: “Hendaklah seorang murid memperhatikan gurunya dengan pandangan penghormatan. Hendaklah ia meyakini keahlian gurunya dibandingkan yang lain. Karena hal itu akan menghantarkan seorang murid untuk banyak mengambil manfaat darinya, dan lebih bisa membekas dalam hati terhadap apa yang ia dengar dari gurunya tersebut” Kisah- kisah dibawah ini mungkin akan membuat kita takjub dengan penghormatan para ulama terhadap para guru mereka. Imam Asy-Syafi’i misalnya, ia berkata: “Aku senantiasa membuka kertas kitab di hadapan Malik dengan lembut agar ia tidak mendengarnya, karena hormat kepada beliau.” Ar-Rabi’, sahabat asy-Syafi’i sekaligus muridnya, mengatakan: “Aku tidak berani minum air sedangkan Asy-Syafi’i melihatku, karena menghormatinya.” Imam An-Nawawi, suatu hari ia dipanggil oleh gurunya, Al-Kamal Al-Irbili, untuk makan bersamanya. Maka ia mengatakan: “Wahai Tuanku, maafkan aku. Aku tidak dapat memenuhinya, karena aku mempunyai uzur syar’i.” Dan ia pun meninggalkannya. Kemudian seorang kawannya bertanya kepadanya: "Uzur apa itu?’ "Ia menjawab: "Aku takut bila guruku lebih dahulu memandang suatu suapan tetapi aku yang memakannya sedangkan aku tidak menyadarinya." Itulah gambaran ulama kita yg memang sangat menghormati orang yang lebih berilmu dan dianggapnya sebagai guru (walau sebenarnya mereka sendiri jg orang yg sangat berilmu). Kisah lagi,
Pada suatu hari seorang kerabat Sufyan ats-Tsauri wafat,dan orang orang berkumpul menemuinya untuk berta’ziyah.
Lalu datanglah Abu Hanifah. Maka bangkitlah Sufyan kearahnya, memeluknya, mendudukkan di tempatnya, dan ia duduk dihadapannya. Ketika orang orang telah bubar, para sahabat Sufyan mengatakan: “Kami melihatmu melakukan sesuatu yang mengherankan.” Sufyan menjawab: “Orang ini adalah orang yang memiliki kedudukan dalam ilmu.Seandainya aku tidak bangun karena ilmunya, aku tetap akan bangun karena usianya. Sendainya aku tidak bangun karena usianya, aku tetap akan bangun karena kefaqihannya. Dan seandainya aku tidak bangun karena kefaqihannya, aku akan tetap bangun karena sifat wara’nya.” Masya allah... Mendoakan gurunya Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallambersabda: وَمَنْ أَتَى إِليْكُم مَعْروفاً فَكَافِئُوه فَإِنْ لَمْ تَجِدوا فَادْعُوا لَهُ، حَتَّى يَعلَمَ أن قَد كَافَئْتُمُوه “Apabila ada yang berbuat baik kepadamu maka balaslah dengan balasan yang setimpal. Apabila kamu tidak bisa membalasnya, maka doakanlah dia hingga engkau memandang telah mencukupi untuk membalas dengan balasan yang setimpal.” (HR. Bukhori dalamal-Adab al-Mufrodno. 216, lihatas-Shohihah 254) Ibnu Jama’ah rahimahullah berkata: “Hendaklah seorang penuntut ilmu mendoakan gurunya sepanjang masa. Memperhatikan anak-anaknya, kerabatnya dan menunaikan haknya apabila telah wafat” (Tadzkirah Sami’hal. 91). Abu Yusuf, murid Abu Hanifah sangat mencintai gurunya itu: “Sesungguhnya aku mendoakan Abu Hanifah sebelum mendoakan ayahku, dan aku pernah mendengar Abu Hanifah ,mengatakan, "Sesungguhnya aku mendoakan Hammad bersama kedua orang tuaku’.” Sabar dalam menuntutnya Imam Yahya Bin Abi Katsir berkata : “Ilmu tidak diperoleh dengan jiwa yang enak (santai)”. ( Al-Jami’ : 1/91) Imam As-Syafi’I berkata: "Seseorang Tidak akan sampai pada ilmu ini sampai ia ditimpa kefakiran (kemiskinan), dan kefaqiran tersebut lebih ia utamakan dari pada yang lainnya”. (Siyar:10/89) Imam Abu Ahmad Nasr Bin Ahmad Bin Abbas Al-‘Iyadhi berkata: “Tidak akan memperoleh ilmuini kecuali orang yang menutup warungnya, menghancurkan sawahnya, meninggalkan teman-temannya, dan meninggal dunia (wafat) salah satu diantara keluarganya tetapi ia tidak bisa menghadiri jenazahnya”. (Al-Jami’ Li AdabirRowi no:1571)

0 komentar: