Tentang Kebahagiaan dan Cinta

Kita barang kali tidak perlu rumit untuk memikirkan bagaimana mekanisme bahagia. Bahagia, sesungguhnya hanyalah sebuah perkara sederhana. Namun, tak banyak yang cuma-cuma mendapatkannya.

Jika kita telik dan telusuri, maka sesungguhnya, setiap perilaku manusia akan menuju pada satu ordinat kecil saja. Yah, kebahagiaan itu sendiri. Jika banyak yang memikirkan, bahwa dengan memperoleh uang banyak akan melahirkan kebahagiaan, maka sebanyak itu pula orang-orang berlomba-lomba untuk mendapatkan uang, yang pada akhirnya menuju ordinat kebahagiaan itu sendiri. Pertanyaannya, apakah benar uang akan menjanjikan kebahagiaan? Belum tentu! Jika yang menjadi titik goal dari kebahagiaan itu adalah serentetan gelar di ujung dan pangkal nama, maka kita melihat begitu banyak pula orang yang mengejarnya. Ordinatnya apa? Lagi-lagi kebahagiaan. Lalu, apakah benar ia menjanjikan kebahagiaan hakiki?

Pada sisi lain, banyak orang yang mengakhiri hidupnya, dengan cara yang begitu tragis. Juga karena, sisi kebahagiaan yang tiada lagi bersemayam di hati mereka. Maka, sesungguhnya, lagi-lagi, arus gradient itu terkonsentrasi pada kata sederhana bernama kebahagiaan!

Coba, kita renungkan sejenak. Dahulu, jika kita masih duduk di bangku sekolah dasar, kita 
membayangkan, “bagaimana yah, nanti kalo sudah SMP?” Lantas, ketika sudah SMP, semua terasa biasa-biasa saja. Euporianya, hanyalah sesaat saja. Pun begitu seterusnya. Sama halnya dengan ketika kita bertanya, bagaimana sih rasanya mendapat gelar sarjana, magister atau bahkan professor? Barang kali, bahagianya hanya sesaat saja. Namun, setelahnya, semua kembali terasa biasa-biasa saja. Hal senada, barang kali juga kita rasakan ketika dahulu kehidupan kita serba susah. Lalu, ketika Allah mulai melapangkan rizki. Euphoria yang sesaat lalu kemudian semuanya terasa biasa-biasa saja. Hal ini semua sudah cukup menjelaskan betapa uang, kedudukan, gelar dan hal-hal yang bersifat duniawi lainnya hanyalah menjanjikan kebahagiaan sesaat. Hanya sesaat saja. Bahkan, barangkali ia kemudian menjadi begitu adiktif, selalu minta lebih dan lebih, yang katanya untuk mendapatkan kebahagiaan. Tapi, jika memang demikian, terlalu sempit makna bahagia itu.
Lalu, bagaimana sebenarnya buffer kebahagiaan itu, hingga ia tetap “long term” di dalam hati? Bagaimanakah?

Hanya ada satu kata dalam mengkatalis terjadinya kebahagiaan. Yaitu, CINTA!
Karena, cinta adalah energi yang begitu menggerakkan. Mungkin, adalah hal klise jika dikatakan, “seorang pemalas tiba-tiba menjadi rajin, karena jatuh cinta. Dan, seorang yang begitu kasar dan keras, tiba-tiba menjadi lembut dan puitis karena cinta.” Tapi, memang begitulah adanya cinta. Kekuatan besar yang mengubah. Tak lekang oleh zaman, dan tak mengenal kata klise.

Coba, kita rasakan sejenak. Bukankah adalah kebahagiaan, ketika kita bisa membuat orang yang kita cintai bahagia? Ketika kita mencintai ayah dan ibu kita, maka adalah kebahagiaan ketika kita bisa membuat beliau berdua bahagia, tak peduli diri kita berpeluh payah? Dan, itu juga sebaliknya —bahkan, barangkali secara eksponensial sudah berpangkat tak berhingga— seorang ayah, atau ibu, tidak pernah peduli dengan peluh payahnya, bahkan berdarah-darah, hanya karena ia ingin, anak yang ia cintai bahagia! Lagi-lagi, sebenarnya, kata kunci atas bahagia adalah cinta!

Seorang pencinta, akan selalu ingin membuat apa yang dicintainya bahagia. Bahagia. Yah, bahagia! Ia, akan begitu cemas dan khawatir, jika sedikit saja ia melukai seseorang yang ia cintai itu. Apa yang ia cintai itu.

Dan, cinta pula yang menjawab, kenapa seorang Bilal bin Rabbah RA, budak Ethiopia itu rela menerima siksaan yang amat pedih. Karena, kebahagiaan yang ia rasakan atas cintanya pada Allah, jauh di atas kebahagiaan semu ketika ia dilepaskan dengan siksaan itu. Kebahagiaan yang merdeka dan letaknya di hati. Cinta pula yang membuat sosok Agung Rasulullaah SAW tidak pernah rela menukar da’wah beliau dengan tawaran harta, kedudukan dan wanita-wanita. Bahkan, beliau membuat metaphor yang jauh lebih dahsyat. “Andai matahari di tangan kananku, dan rembulan di tangan kiriku, maka aku takkan rela meninggalkan da’wah ini.” Semuanya karena cinta. Dan, cintalah yang kemudian melahirkan kebahagiaan.

Cinta yang tak terjamah logikalah, yang menghadirkan kebahagiaan itu. Kebahagiaan yang takkan pernah terjajah, dan ia tak pernah lekang. Kenapa para syuhada’ itu justru sangat bahagia, jika ia terkena panah, padahal sesungguhnya secara logika itu menyakitkan? Karena, ada kebahagiaan hakiki atas cinta itu.

Iman itu sesungguhnya menjanjikan kebahagiaan. Karena, hanya dengan imanlah, seseorang bisa menangis, kala ia tak terbangun malam. Hanya karena imanlah. Dan, kunci semua itu adalah cinta.

Rahasianya adalah “…dan orang-orang yang beriman SANGAT BESAR CINTANYA kepada Allah…” (QS. Al-Baqaroh [2] : 165)

Cinta yang di atas segala cinta. Dan, bahagia yang di atas segala kebahagiaan. Yap, inilah rahasianya. Ada pada surat cinta-Nya ini.


sumber

0 komentar:

First Time

Assalamu'alaikum..

Pengen cerita tentang pengalaman first time. Semoga bisa mengingatkan diri ketika lagi goyah, dengan "bernostalgia" atas pengalaman berharga yang pernah dialami.

First time apaan hayo? Apa aja, pastinya yang masih inget :D

First Time Berhijab
Aku dulu disekolahin di SD Muhammadiyah sama ortu. Gatau apakah emang biar paham agama dari kecil atau gara-gara kepala sekolahnya budhe sendiri, biar kalo pulang bisa "dititipin" dulu di rumahnya (karena jarak dari rumah cukup jauh), baru sore dijemput sama bapak. Hehee, keduanya mungkin. Waktu kecil, di lingkungan rumah aku termasuk preman, dengan teman-teman sekolah yang (walopun SD islam) nakalnya ga ketulungan dari segi perbuatan maupun ucapan, parah deh.

Kelas 5 mulai diajarin buat naik angkot sendiri. Caranya? Bapak ngikutin dari belakang angkot, truus ngikutin sampe pinggir jalan deket rumah.

Kelas 5 juga mulai ikut les deket rumah, sampe kelas 6. Aku juga agak lupa alasan dulu berhijab, karena (alhamdulillah) mutusin buat pake jilbab mulai kelas 6. Mungkin karena SD islam, trus lama-lama malu juga kalo keluar rumah ga pake jilbab. Alhasil sejak itu, pergi les udah pake jilbab, ya walopun belum sempurna (namanya juga anak-anak).

Dulu tomboi banget ples nakal. Ga pernah mau pake rok, sampe kelas emm.. berapa ya? kalo ga salah SMP kelas 2 atau 3 gitu. Walopun gitu, entah kenapa juga ga pernah punya dan pake yang namanya celana jeans (eh ada ding satu, tapi model gombor2).

Nah mulai SMA alhamdulillah belajar buat pake rok dan berkaos kaki kalo keluar rumah. Dan sampe sekarang masih senantiasa belajar lagi untuk benar-benar menjaga kesempurnaan dalam berhijab, baik fisik maupun hati, juga "menghijabi" pribadi dari segala serangan sosmed yang saat ini makin merajalela. Ya, bagiku ketika foto kita masih terpajang di sosmed (apalagi akhwat :O #nooffense) kayak gimanaa gitu, eman-eman lah mbak..

First Time Tahajjud
-to be continued-

0 komentar:

Jadi Menejer untuk Hati Sendiri Saat Jatuh Cinta

Muslimah jatuh cinta boleh nggak? Ya bolehlah, itu kan fitrah manusia :)) Nggak bisa ditolak dan nggak bisa dipaksakan, tapi bisa diatur kalau kita mau berusaha. Cinta yang semula fitrah nggak menutup kemungkinan akan berubah jadi fitnah. Yang paling bahaya adalah ketika cinta yang (seharusnya) mulia membutakan kita, jadilah cinta buta :))

Jatuh cinta bisa terjadi karena adanya interaksi atau daya tarik tertentu. Anak sekolah/kuliah yang jatuh cinta pada teman/kakak tingkat biasanya karena terlalu sering ngobrol dan membantu. Awalnya sih kagum tapi karena ada kompor mleduk jadinya makin dalam rasa kagumnya. Hi hi. Kagumnya mentok di hati nih, positif cinta, harus ngapain? Tembak? Kan muslimah nggak kenal pacaran. Inilah saatnya kita jadi manajer untuk hati sendiri, mengatur perasaan, mengatur cinta agar tak berubah menjadi fitnah.

1. Ikhlas dan Berdoa
Ikhlas di sini maksudnya ya pasrah deh sama Allah, Allah segalanya, Allah yang berkuasa penuh atas diri kita. Setelah itu berdoa dengan sungguh-sungguh agar cinta ini tidak mendatangkan petaka. In syaa Allah kita akan ditolong :)))

2. Menahan Pandangan
Dari jarak 200 meter sudah bisa mengenali do'i? Semakin dekat semakin 'deg deg serrr'? Kalau gitu ambil jalan lain agar kepala bisa berpikir jernih. He he. Jaga pandangan kita, alihkan ke segala arah dan kalau terpaksa papasan ya nunduk sebentar lah :))

3. Perbanyak Aktivitas, Berpikir dan Berdzikir
Ada tugas yang belum selesai? Selesaikan! Ada amanah organisasi yang belum tuntas? Tuntaskan! Nganggur? Perbanyak lagi dzikirnya. Ini dimaksudkan agar hati dan kepala kita tidak melulu penuh oleh bayang-bayang do'i.

4. Simpan Rasa Itu Sendiri
Kalau hati sedang panas karena sengatan cinta, jauhkan ia dari 'Kompor Mleduk' alias teman curhat. Lhoh kok nggak boleh curhat? Boleh curhat, ke Allah aja. Nggak jarang lho kalau hati jadi nggak karuan keGRan gara-gara asumsi teman setelah mendengar curhat. Yang awalnya cuma kagum begitu sering curhat jadi beneran suka. Kadang kalau pas dia lewat kita ingin menunduk eh malah di'siulin' atau "Eh eh ada si A, ciee...deg-degan nggak lu?" :"D Mengamankan diri dari fitnah itu lebih memulia daripada mengumbar cinta, semakin tertutup in syaa Allah akan semakin cepat hilag.

Sekali lagi, jatuh cinta itu fitrah. Namun kemuliaan muslimah harus tetap dijaga. Begitu banyak yang jatuh terlalu dalam, semoga bukan kita salah satu di antara mereka. Yang paling penting dalam mengatur cinta ini adalah komitmen bahwa tak ada cinta yang serius selain pernikahan. Jika datangnya cinta dan kesiapan menikah masih sangat jauh jaraknya sila letakkan dulu cintanya, jangan dibawa-bawa mulu, berat :)) Jika cinta itu hadir di saat lahir batin siap menikah ya laksanakan proses (ta'aruf).

Waallahua'lam :)))



sumber 

0 komentar:

Adab Menasehati Orang Lain

Pernah dengar ada yang bilang, "Ngapain 'ngurus' orang lain? Urus diri sendiri aja sana!!" ?? Atau kita sendiri yang sering mengatakannya kepada teman/kerabat ketika mereka memberi nasihat?

Rasulullah saw. mengatakan, “seorang mukmin adalah cermin bagi mukmin lainnya. Apabila melihat aib padanya, dia segera memperbaikinya,” (HR. Al-Bukhari) <--- class="text_exposed_show" ini="" kenapa="" kita="" lho="" span="">harus 'mengurusi orang lain', sambil terus memperbaiki diri muslim pun harus saling menasihati dalam kebaikan.

Ah ya namanya manusia, kadang niat sudah lurus menasihati tapi tak jarang malah menyakiti. :))

Berikut adab dalam memberi nasehat kepada orang lain yang di sarikan dari buku berjudul: “Selembut Perkataan Nabimu – Kiat agar Nasihat Laksana Embun Yang Menyejukkan”, karya Muhammad Abu Shu’ailaik.

1. Ikhlaskan niat
Niatkan bahwa nasihat yang kita sampaikan ini benar-benar karena mengharap ridho Allah Subhanahu Wa Ta'ala. In syaa Allah akan dibalas dengan pahala.

2. Menjaga rahasia
Imam Abu Hatim bin Hibban Al Busti rahimahumullahberkata: “Namun nasehat tidaklah wajib diberikan kecuali dengan cara rahasia. Karena orang yang menasehati saudaranya secara terang-terangan pada sejatinya ia telah memperburuknya (keadaan penerima nasehat). Barangsiapa yang memberinasehat secara rahasia, maka dia telah menghiasinya. Maka menyampaikan sesuatu kepada seseorang muslim dengan cara menghiasinya, lebih utama daripada bermaksud untuk memburukkannya”. (Raudhatul Uqala’, hlm 196)

Nah, kalau ada teman yang nulis status kurang baik mending kita 'ceramahi' di comment box atau privat message? Atau kalau sedang evaluasi acara bagus nggak kita blak-blakan dan sebut nama si A/si B/si C salah bla bla bla?? :)) Jawab sendiri dalam hati masing-masing ^^

3. Lemah lembut
“Sesungguhnya kelemahlembutan tidaklah berada dalam sesuatu kecuali menghiasinya. Dan tidaklah terpisah dari sesuatu kecuali ia perburuk.” (HR. Muslim)

Berlian itu bagus, tapi kalau ngasihnya dilempar 'kan sakit. Sebaiknya dibungkus rapi, diberikan lewat kasih sayang, pasti yang menerima lapang dada (banget). Nasihat juga seperti itu, indah, berharga, tapi kalau memberinya dengan suara keras, nada tinggi, dan muka jutek, kira-kira yang menerima gimana?? Yuk perbaiki lagi :)))

4. Tidak memaksa
Menasihati berarti mengarahkan/ menunjukkan jalan yang benar sehingga hak penasihat ya hanya menyampaikan saja. Jangan ngotot :)) Kalau menasihati teman biar pakai jilbab masa nyerah? Bukan nyerah, coba cari cara lain yang beda.

5. Tepat kondisi
Ibnu Mas’ud rodhiyallohu’anhu berkata: “Hati itu memiliki rasa suka dan keterbukaan. Hati juga memiliki kemalasan dan penolakan. Maka raihlah ketika ia suka dan menerima. Dan tinggalkanlah ia ketika ia malas dan menolak.” (Al –Adab Asy-Syar’iyyah, karya Ibnu Muflih)

Kalau teman lagi marah-marah itu emosinya labil, sensitif, apa jadinya kalau kita 'ceramah' panjang lebar? Selain akan tambah emosi, saat itu hatinya tengah tidak siap menerima nasihat. Pilihlah waktu dan tempat yang pas, in syaa Allah akan diterima.



Sumber 

0 komentar:

Adab-adab Dalam Berdo'a



1. Berdo'a dengan suara lembut
“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut.” (QS. Al-A’raf: 55)

“Janganlah kalian mengeraskan doa kalian dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu.” (QS. Al-Isra: 110)

2. Memuji Allah dan shalawat kepada Nabi
“Apabila kalian berdoa, hendaknya dia memulai dengan memuji dan mengagungkan Allah, kemudian bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian berdoalah sesuai kehendaknya.” (HR. Ahmad)

3. Mengulang-ulang do'a
Ibn Mas’ud mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila beliau berdoa, beliau mengulangi tiga kali. Dan apabila beliau meminta kepada Allah, beliau mengulangi tiga kali.” (HR. Muslim)

4. Yakin do'anya dikabulkan Allah
“Berdoalah kepada Allah dan kalian yakin akan dikabulkan. Ketahuilah, sesungguhnya Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai, dan lengah (dengan doanya).” (HR. Tirmidzi)

“Janganlah kalian ketika berdoa dengan mengatakan, ‘Ya Allah, ampunilah aku jika Engkau mau. Ya Allah, rahmatilah aku, jika Engkau mau’. Hendaknya dia mantapkan keinginannya, karena tidak ada yang memaksa Allah.” (HR. Bukhari)

5. Dilarang putus asa dan tergesa-gesa supaya segera dikabulkan
“Doa para hamba akan senantiasa dikabulkan, selama tidak berdoa yang isinya dosa atau memutus silaturrahim, selama dia tidak terburu-buru.” Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, apa yang dimaksud terburu-buru dalam berdoa?” Beliau bersabda, “Orang yang berdoa ini berkata, ‘Saya telah berdoa, Saya telah berdoa, dan belum pernah dikabulkan’. Akhirnya dia putus asa dan meninggalkan doa.” (HR. Muslim)

6. Berdo'a dengan kemantapan hati
“Apabila kalian berdoa, hendaknya dia mantapkan keinginannya. Karena Allah tidak keberatan dan kesulitan untuk mewujudkan sesuatu.” (HR. Ibn Hibban)

7. Dilarang mendo'akan keburukan
“Doa para hamba akan senantiasa dikabulkan, selama tidak berdoa yang isinya dosa atau memutus silaturrahim.” (HR. Muslim)

“Janganlah kalian mendoakan keburukan untuk diri kalian, jangan mendoakan keburukan untuk anak kalian, jangan mendoakan keburukan untuk pembantu kalian, jangan mendoakan keburukan untuk harta kalian. Bisa jadi ketika seorang hamba berdoa kepada Allah bertepatan dengan waktu mustajab, pasti Allah kabulkan.” (HR. Abu Daud)
 

0 komentar:

ODOJ

Assalamu'alaikum..

Alhamdulillah masih diistiqomahkan buat ODOJ, meskipun sering keteteran. Ini grup kedua yang aku ikutin setelah sebelumnya keluar dari grup lainnya karena "sesuatu", ga perlu diceritain ya :P

Awalnya sih ga begitu tertarik, karena pikirku, "ah, sendiri juga bisa". Tapi ternyata susah banget kalo sendiri, karena mungkin ga ada kontrol. Ya, terlalu memanjakan diri sendiri dan selalu ingin berada di zona nyaman.


"Ntaran deh, masih sibuk nih". Ya, kita sering menunda-nunda. Sebenernya ketika ditunda, kalo kita ga berusaha buat "memutus rantai" itu, sampai kapanpun ga akan mulai. Entah sekarang atau nanti, yang jelas kebiasaan yang baik harus segera dilakukan.

Kembali lagi ke ODOJ. Menurutku, selain buat ngontrol, lumayan juga bisa nambah sodara, berbagi kebaikan dan nasehat. Waktu luang jadi lebih bermanfaat ketika digunakan untuk tilawah, daripada ngenet ngepoin orang mulu ngabisin kuota + batre :/

Meskipun begitu, ternyata ada yang kontra sama kegiatan ODOJ ini. Katanya sih; "cuma lagi ngetren aja", "cepet bacanya ga tau maknanya", "anak-anak ga keurus", dsb. Hmm, beberapa mungkin ada yang bener tapi ga semua kayak gitu juga. Dikembaliin sama masing-masing, toh niat cuma kita & Allah yang tau.


Pengen cerita dikit tentang hari ini, masih ada hubungannya juga ma yang di atas. Pulang dari kursus bahasa arab tadi, sama ibu mampir beli makan di pinggir jalan (udah pasti nunggu dong). ODOJer biasanya memanfaatkan waktu-waktu tunggu kayak gini buat tilawah. Aku parkir agak jauh, dan buka qur'an buat nglanjutin jatah juz.


Lagi "asik-asiknya" baca, ada yang ngedeketin.

"Permisi," katanya.

"Ya?" jawabku.

"Can i take your picture with qur'an?"

Wew, bule men. Ngapain coba dia disini, naik sepeda, sendirian lagi :O

"With this?" kataku sambil menunjuk muka yang masih full pake helm dan masker. Duh, bahasa inggrisku belepotan banget lagi -__-"

"Yes," katanya. Yaudah, aku iyain aja, toh kaga keliatan ini mukanya.. hehee

Berasa jadi model dadakan. Biasa aja sih, tiga kali jepretan trus dia nanya, "Ada berapa surat di qur'an?"

Lumayan lancar juga ni bule pake bahasa Indonesia. "Seratus empat belas," jawabku.

Dan setelah semuanya selesai, dia pamit.

"Maturnuwun."

"Sama-sama," jawabku sambil agak emmm :O :O

0 komentar: