Ketika kau dinilai oleh sesamamu

Setiap manusia pasti pernah Khilaf,
dan aku hanya salah satu dari sekian banyak manusia
yang juga tak luput dari khilaf

pernah ku membenci diriku sendiri
pernah juga ku dibenci karena menjadi diriku
aahh atau mungkin skrg pun aku masih di benci

berat rasanya menerima diri sendiri
mencoba berhenti menyalahkan orang lain
atas apa yang terjadi

jatuh bangun
tertatih mencoba untuk berdiri
mencoba berhenti bertanya kenapa aku?
mencoba berhenti berkata bodohnya aku

sampai pada satu titik
kuterima diri ini apa adanya
kujalani hari-hari
seraya mencoba memperbaiki diri

melangkah menuju sesuatu yang baru
menginggalkan cerita masa lalu
dan menjadikannya hanya sebagai kaca

ketika saat ini aku bertemu orang-orang baru
lalu aku hanya menjalani hari-hariku sekarang
tanpa membuka cerita lalu
apakah aku salah?
apakah lantas aku memakai topeng?
apakah diawal setiap pertemuan dengan orang baru
aku harus bercerita masa laluku dulu baru berinteraksi?

lalu ketika aku sudah melangkah
dan kemudian aku dihakimi karena kejadian yang lalu
apa yang harus aku lakukan?
asal kau tahu, aku hanya akan menjalani hari-hariku

jika kau bertanya
aku akan akui diriku apa adanya
dan jika setelah itu kau tak bisa menerima diri ini
maka itu adalah hakmu
dan menunjukkan siapa dirimu

namun ketika kau tak bertanya
kau hanya membaca
berpersepsi dan kemudian menghakimi
itu juga hakmu
jika kemudian kau menjelek-jelekkanku di belakang
itu pun juga hakmu
dan itu juga menunjukkan siapa dirimu

Terimakasih Tuhan karena senantiasa menyayangiku
karena sayangMU tak pernah putus walau seperti apapun diri ini

Terimakasih Tuhan telah mengirimkan orang-orang baik
yang bisa menyayangi dan menerima diri ini apa adanya

Terimakasih juga Tuhan karena kau telah bukakan mata ini
memperlihatkan apa yang tersembunyi

YAA RABB..
kumohon jangan berhenti menyayangiku
biarkanku lebih mendekat padaMU
jikapun aku harus dinilai
biarkan ENGKAUlah yang menilai.
Aamiin.
 
(https://www.facebook.com/RKIINSPIRATIF)

0 komentar:

Daur Ulang Keluhan

Kini, daur ulang sampah sedang marak di kampanyekan. Berawal dari sampah atau bisa di bilang barang yang sudah hilang manfaatnya menjadi sesuatu yang sangat bermanfaat, baik dari segi penggunaannya maupun ekonomi. Semua orang sebetulnya bisa membuatnya, tapi tidak semua orang ingin melakukannya. Karena jika berhubungan dengan kata sampah, maka yang terbersit yang dalam pikiran adalah sesuatu yang kotor, bau dan menjijikkan. Tapi siapa sangka, begitu banyak hasil daur ulang sampah yang membuat orang-orang yang sebelumnya menatap sinis menjadi heran karena setelah di makeover, sampah itu berubah menjadi sesuatu yang indah.

Kepedulian masyarakat untuk mendaur ulang perlu di apresiasi. Selain bisa mengurangi penumpukan sampah yang kian hari bertambah banyak juga bisa membuka peluang usaha dan peluang lapangan pekerjaan.
Tidak mudah mengolah sampah menjadi sesuatu yang berbeda. Hanya orang-orang yang "ingin" yang bisa melakukannya. Ia ingin membuat sesuatu yang berbeda dari biasa. Ia ingin menularkan manfaat untuk sesama dan lingkungan. Ia ingin melatih daya kreatifitasnya dan sebagainya. Jadi hanya di butuhkan modal "ingin" saja untuk terjun ke dunia daur ulang, bukan modal bisa atau tidak.
****

Keluhanpun tidak jauh berbeda dengan sampah. Jika bisa di ibaratkan kebahagiaan adalah barang baru yang masih memiliki manfaat tinggi, sangat di agung-agungkan, maka keluhan adalah ampas dari kebahagiaan yang kemudian berganti menjadi kesedihan.

Ketika bahagia, kita menularkannya kepada orang lain yang efeknya bisa membuat orang lain ikut senang (sehingga termotivasi) atau rendah diri atau iri hati atau sedih (biasanya dalam hati). Karena lumrah jika manusia ingin memiliki kebahagiaan, apalagi jika ia berada dalam kesedihan. Namun alangkah bijaknya jika mampu melihat kondisi seseorang yang di curhati. Sehingga tidak menimbulkan kesedihan yang tersembunyi akibat luapan kebahagiaan yang berlebihan.

Sebaliknya ketika sedih pun, acapkali kita tak segan menularkannya kepada orang lain. Keluhan yang menular, contohnya terdekat bisa kita lihat di jejaring sosial yang mayoritas berisi keluhan, kesedihan dan luapan emosi tak terkendali. Itu yang dapat dilihat secara luas oleh teman-teman. Terlihat sepele, tapi bisa berimbas fatal, jika menjadi keluhan berantai. Yang satu mengeluh yang lain mengompori.

Kenapa kita tidak ambil pelajaran dari proses daur ulang sampah ??

Kita ganti kata sampah menjadi keluhan, lalu kita ganti daur ulang sampah menjadi daur ulang keluhan. Banyak kesamaan di dalamnya. Banyak pula manfaat yang bisa di ambil jika kita sama-sama berusaha mempraktekkannya.

Sama halnya dengan daur ulang sampah, hanya orang-orang yang "ingin" yang bisa mengubah keluhan menjadi sebuah hikmah atau motivasi. Ia ingin dirinya bermanfaat bagi orang lain, ia ingin mensyukuri nikmat Allah tanpa mengeluh berlebihan, ia ingin hanya Allah yang tahu dan tempatnya bersandar dari segala keluhan, ia ingin menjadi berbeda dari orang kebanyakan.

Prosesnya tidak mudah tapi juga tidak sulit. Jika dari dalam hati sudah ada rasa ingin berubah, kemudian berdoalah kepada Allah. Biar Allah yang akan membantu menunjukkan proses ikhtiar dan kita tinggal menjalaninya. Yakin saja, jika kita berusaha melangkah ke arah kebaikan, maka Allah akan membantu.

Jika hasil daur ulang keluhan kita sudah terlihat, maka tanpa sadar segores senyum akan hadir di bibir kita. Senyum yang merupakan cerminan upaya kita memberikan manfaat melalui hikmah dan semangat. Tidak akan sadar bahwa sebenarnya hikmah itu adalah olahan dari keluhan yang kita bentuk sedemikian rupa dengan rasa syukur kepada Allah. Bahwa kita masih bisa berguna untuk orang lain meskipun hanya sekedar untaian nasihat. Terlebih jika orang lain merasakan "produk" daur ulang keluhan kita, maka hanya ada rasa syukur yang hadir.

Semoga kita bisa mengkampanyekan daur ulang keluhan menjadi semangat atau hikmah agar bisa di tularkan menjadi energi positif. Semoga kita bisa selalu belajar untuk bersyukur atas segala nikmatNya. Aamiin.
Allahua'lam


(http://www.eramuslim.com/oase-iman/kiptiah-daur-ulang-keluhan.htm)

0 komentar:

Biasa Di Bumi, Tak Biasa Di Langit

Saya teringat dengan seorang tabi'in yaitu Uwais Al Qarni. Kata Rasulullah saw, dia tidak dikenal penduduk bumi tetapi sangat terkenal di langit. Hidupnya terbilang miskin, tapi tak pernah membuatnya menjadi lalai dalam beribadah atau membantu sesamanya. Jika ia mempunya rizki lebih, ia tak segan membagikannya kepada tetangganya yang sama-sama kesusahan.

Pekerjaannya hanya seorang pengembala, uang yang dihasilkannya digunakan untuk keperluan ia dan Ibunya sehari-hari. Siang hari ia bekerja sambil berpuasa, sedangkan malam hari ia gunakan untuk shalat dan bermunajat kepada Allah. Pakaian yang ia punya hanya yang melekat di tubuhnya saja.

Sedari kecil ia tak pernah mengenyam pendidikan formal, pendidikan hanya ia dapat dari kedua orangtuanya. Ia seringkali dicap sebagai anak bodoh. Tapi ia tak pernah memperdulikannya dan tetap semangat membantu sesama.

Ia juga seorang anak yang sangat taat pada Ibunya. Ia hidup di zaman Rasulullah saw tapi belum pernah bertemu langsung dengan Rasulullah saw. Namun karena kecintannya pada Rasulullah saw, ia meminta izin kepada ibunya untuk berangkat ke Madinah. Kurang lebih empat ratus kilometer ia berjalan kaki dari Yaman hingga tiba di kediaman Rasulullah saw, sayangnya Rasulullah saw saat itu tidak berada di rumah karena sedang berada di medan perang. Ia di hinggapi rasa bingung, ia ingin sekali bertemu Rasulullah saw tapi di satu sisi ia teringat akan pesan ibunya untuk tidak berlama-lama meninggalkannya. Akhirnya ia pun pulang tanpa bertemu dengan seseorang yang amat dicintainya.
***

Di atas adalah sekelumit kisah dari seorang tabi'in mulia Uwais Al Qarni.

Terkesan dengan julukannya, tidak di kenal penduduk bumi tapi terkenal di langit. Ia hanya berusaha menyibukan diri beribadah dan membantu orang lain, bukan menyibukan diri untuk menjadikannya seorang yang hanya terkenal di bumi saja.

Bagi kita yang kini terlihat biasa saja atau bahkan terlupa, seringkali di ejek (bukan karena perbuatan buruk) jangan pernah merasa bersedih. Jika kita sudah melakukan hal-hal baik dan terus berusaha mendekatkan diri kepada Allah. Di bumi kita tanpa gelar tapi yakinlah bahwa kelak penduduk langit akan mengelu-elukan kita.
Di dunia, kita diberi ujian kemiskinan, selama hal itu tidak membuat kita lalai akan segala perintah Allah. Maka bersiaplah akan balasan yang dijanjikan Allah berupa Surga bagi orang-orang yang bersabar. Dan kekayaan abadi ada di Akhirat nanti bukan di Bumi ini.

Di Dunia, kita terlihat bodoh dan jauh dari ilmu, meskipun sebenarnya kita adalah makhluk yang sedang belajar segala hal. Tanpa ada manusia yang mengetahui proses belajar kita. Abaikan saja penglihatan mata orang-orang yang menatap sinis. Sungguh penilaian Allah jauh lebih penting.

Semoga kita bisa belajar dari keteguhan Uwais Al Qarni untuk tidak menatap dunia adalah segalanya. Hingga akhir hidupnya -Uwais yang sering diejek- pada pemakamannya banyak dihadiri makhluk berpakaian putih (malaikat) dan selepas disemayamkan, kuburannya langsung lenyap. Ruhnya langsung dibawa oleh malaikat.
***

Rabi’ bin Khutsaim berkata, “Aku pergi ke tempat Uwais al-Qarni, aku mendapati beliau sedang duduk setelah selesai menunaikan shalat Shubuh.”

Aku berkata (pada diriku), “Aku tidak akan mengganggunya dari bertasbih. Setelah masuk waktu Zhuhur, beliau mengerjakan shalat Zhuhur. Dan begitu masuk waktu Ashar beliau shalat Ashar. Selesai shalat Ashar beliau duduk sambil berdzikir hingga tiba waktu Maghrib. Setelah shalat Maghrib beliau menunggu waktu Isya’, kemudian shalat Isya’.

Selesai shalat Isya’ beliau mengerjakan shalat hingga menjelang Shubuh. Setelah shalat Shubuh beliau duduk dan tanpa sengaja tertidur. Tiba-tiba saja beliau terbangun. Ketika itu aku mendengar dia berkata, ‘Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari mata yang senang tidur, dan perut yang tidak merasa kenyang’.”


(http://www.eramuslim.com/oase-iman/kiptiah-biasa-di-bumi-tak-biasa-di-langit.htm)

0 komentar:

Seuntai Peduli yang Menyembuhkan

Saudara ku yang dirahmati Allah. Pernahkah anda disaat asyik mengendarai motor di tengah keramaian jalan, tiba-tiba kendaraan anda mogok?! Bergegas anda menuju ke bengkel motor yang terdekat? Sesampainya anda, sang montir pasti kan berkata, “kenapa pak motornya?”. Tak salah memang kenapa ia malah bertanya. Karena saat itu ia memposisikan diri anda sebagai pemilik motor yang sudah barang pasti lebih mengetahui kondisi yang sebenarnya terjadi, kenapa sampai bisa mogok. Bukan dia, seahli apapun dia..

Atau kapan terakhir kali anda membeli voucher pulsa hp yang saat ini berada dalam saku baju anda. Tempat yang anda akan datangi sudah pasti ialah counter handphone atau pulsa. Terlihat oleh anda, sebuah counter yang begitu lengkap berisikan berbagai macam kebutuhan seluler yang biasa diburu oleh orang-orang seperti anda. Selengkap apapun counternya, sebagus apapun barang-barang yang tertata rapi memikat setiap pasang mata pelanggan. Disaat anda hendak isi ulang hp anda, petugas counter pastilah bertanya “berapa nomor hp yang anda mau isi? He he, tidak dapat disalahkan juga, kenapa dia bertanya demikian. Karena saat itu, dia memposisikan kita sebagai pemilik hp.

Lalu apa yang anda perbuat dikala menderita sakit? Lekas membeli obat? Semahal apapun itu. Hanya obatkan yang anda yakini mampu menyembuhkannya? Atau malah langsung datang kepada seorang dokter ahli, yang anda yakini hanya dialah yang mampu mendiagnosa bahkan menyembuhkan penyakit anda? Sesuai dengan gelar kedokteran yang melekat pada namanya. Pasti diapun juga akan bertanya, “apa yang anda rasakan? Sudah berapa lama anda menderita sakit? Tak akan jauh berbeda dengan seorang montir bahkan petugas counter hp kalau begini jadinya.

Kenapa tidak segera anda bergegas mengadu kepada Yang Maha Memiliki badan anda, karena pasti Dialah yang lebih mengetahui dibanding anda, dibanding seorang dokter ahli atau sekantung obat penawar. Karena Dia-lah yang memiliki kita, yang menciptakan kita, bahkan Dia yang selalu memperhatikan kita lebih dekat dari urat nadi leher kita sendiri, dan terkadang Dia pun tak bosan menghadiahkan kita dengan sederet ujian, salah satunya ialah sakit. Teringat firman-Nya “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘kami telah beriman’, sedang mereka tidak/belum diuji” (QS Al-Ankabut:2)

Teryata dengan kita mengingatNya, juga mampu menjadi ramuan penawar dari sakit yang kita derita. Tidak akan salah alamat…jika kita meminta…berdoa…memohon kesembuhan hanya kepadaNya, karena Dialah yang sesungguhnya memiliki raga kita yang lemah ini. Alhasil, pengobatan cara ini teryata juga mampu menandingi di tengah canggihnya cara pengobatan medis yang selama ini ada, yakni pengobatan cara spiritual.

Saudaraku, bersyukurlah kita jika diberikan pengetahuan ini lebih dahulu dibanding orang lain, yakni kesadaran untuk mengutamakan mengadu dengan Nya bila didera sakit. Bagaimana jika saudara, orang tua, anak, bahkan teman dekat anda yang kebetulan menderita sakit? Sudah sepatutnya kita turut mengulurkan kepedulian berupa bimbingan spiritual selain uluran medis yang sudah diihktiarkan, walau hanya dengan sebait nasihat yang mampu mencerahkannya.

Karena pada hakikatnya setiap diri manusia terdapat sebungkus kebutuhan primer spiritual, maka pengobatan dengan cara memberikan Bimbingan Spritual adalah keniscayaan yang harus dihadirkan dalam ikhitar kita memberikan pelayanan kesehatan kepada orang lain. “Dan bila aku sakit, Dia-lah yang menyembuhkan” (QS. Asy-Syu’ara; 80)

Saudaraku, urgensi bimbingan spiritual (spiritual care on patient) dalam pelayanan kesehatan telah menjadi ketetapan WHO yang menyatakan bahwa aspek religi/agama (spiritual) merupakan salah satu unsur dari pengertian kesehatan seutuhnya (WHO, 1984). Maka sudah sepatutnya jika hal tersebut menjadi concern bagi praktisi seluruh rumah sakit di Indonesia.

Yakni dengan menjadikan Bimbingan Spiritual kepada Pasien secara rutin sebagai salah satu bentuk standard pelayanan kesehatan. Juga tidak berlebihan, jika hal ini turut dijadikan sebagai sebuah model program pendayagunaan dari sebuah Badan/Lembaga Amil Zakat di Indonesia. Sebagai bentuk kecerdasan peduli terhadap sesama.

Menjadi montir, tukang counter, dokter, ataupun seorang pendoa... Beragam cara untuk Penyembuhan.
“Setiap penyakit ada obatnya, jika obat itu tepat mengenai sasarannya, maka dengan izin Allah penyakit itu sembuh”. HR Muslim dan Ahmad
Salman Al-Farisi


(http://www.eramuslim.com/oase-iman/seuntai-peduli-yang-menyembuhkan.htm)

0 komentar:

Energi Sebuah Maaf

Dalam fase perjalanan hidup seorang insan di dunia rasanya tiada yang tak pernah merasakan sesuatu yang bernama perselisihan. Entah bagaimana akhir kisah dari perselisihan tersebut pastinya akan sempat menorehkan sebuah luka di hati. Ada dua pilihan penatalaksanaan dari luka tersebut; pertama tetap membiarkan luka tersebut ada di dalam hati, dan kedua menutup serta merawat luka tersebut dengan kata ajaib bertitel maaf.

Sejatinya luka yang apabila tetap dibiarkan, mungkin dapat menyembuh tetapi sungguh penyembuhannya tidak akan sesempurna bila dibandingkan dengan luka yang dirawat. Hasil akhirnya sungguh memiliki perbedaan yang signifikan. Luka di kulit yang dibiarkan terbuka biasanya akan meninggalkan noktah atau hingga yang paling parah adalah berupa jaringan parut. Namun, luka di kulit yang dirawat dengan baik dapat menyembuh hingga strukturnya kembali seperti semula. Memang, untuk merawat luka tentunya dibutuhkan tenaga juga waktu, tetapi apalah arti dari kesemuanya itu bila hasil akhir yang didapatkan akan lebih baik bila dibandingkan dengan hanya membiarkan luka yang ada?

Maaf. Terlihat sebagai sebuah kata yang sepele, tapi sungguh memiliki energi yang luar biasa dalam mengubah segalanya. Saya sangat meyakini bahwa sebilah dendam yang menelisik di dalam hati bisa menyebabkan aura seseorang menjadi kurang baik. Artinya, gelombang energi yang dipancarkan dari orang tersebut merupakan energi negatif. Jika sudah demikian, maka sebagaimana halnya kejadian-kejadian lain yang ada di dunia ini, akan terjadi satu hukum sebab akibat demi tercapainya suatu kesetimbangan. Karena setiap delik hal yang terjadi adalah berupa energi dengan frekuensi tertentu, maka segala yang kita pikirkan, emosikan, tuturkan, dan persepsikan ada dalam bentuk energi yang akan menyebar ke semesta. Mudahnya begini, setiap satu frekuensi energi negatif yang kita sebarkan pada semesta, maka kita akan mendapatkannya kembali dalam jumlah yang sama. Jadi, bisa dibayangkan bila dendam yang ada dalam jiwa bertumpuk-tumpuk, maka sebanyak itu pulalah energi negatif akibat dendam yang kita dapatkan.

Bukan hanya menyebabkan cahaya hati menjadi padam, dendam yang terbenam dalam jiwa dapat juga memiliki implikasi pada orang yang dikenai bara tersebut. Mengapa? Karena sejatinya, energi negatif dari orang yang memiliki dendam padanya akan tetap terpancar dan tanpa disadari dapat membawa efek yang buruk. Tak jarang ada orang yang bercerita mengenai perjalanan hidupnya yang kerap menghadapi kerikil-kerikil tajam meski telah banyak ibadah yang ia lakukan. Shaum Senin-Kamis, sholat tahajjud, berdoa, amal shodaqoh, dan lain-lain telah dilakukan, tetapi tetap saja keterpurukan nasib enggan berpaling dari dirinya.

Disadari atau tidak, hukum alam pasti berlaku: karena jumlah energi positifnya belum sebanding dengan jumlah energi negatif yang dihasilkannya pada waktu yang sama, maka hasilnya akan tetap negatif. Pada intinya, banyak orang yang kerap mengalami ketertatihan untuk melangkah ke depan adalah karena mereka mempertahankan energi negatif dalam jiwa dalam bentuk marah dan dendam pada orang lainnya.

Meski dirasakan amat berat, ketulusan hati dalam memaafkan adalah kunci dari segalanya. Bentuk memaafkan bukan berarti menerima begitu saja ketidakadilan perlakuan yang telah dilakukan terhadap diri atau pula sebanding dengan kewajiban untuk menghubungi orang yang pernah menyakiti. Stigma yang umum adalah bahwa memaafkan merupakan sesuatu yang dilakukan untuk orang lain. Memaafkan, sejatinya adalah tindakan yang dilakukan demi kepentingan diri sendiri dan hanya untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

Memaafkan bukan hanya ditujukan untuk orang lain, tapi sungguh lebih diarahkan untuk diri sendiri.
Memohon ampunan pada Allah dan bertaubat atas kealpaan yang pernah terjadi serta menganggapnya sebagai satu pelajaran penting kehidupan dari Allah, merupakan bentuk penting dari memaafkan diri sendiri.

Hanya orang-orang kuatlah yang mampu memaafkan orang lain maupun diri sendiri. Lantas, siapa sajakah orang-orang yang harus mendapatkan kemaafan? Cobalah ingat kembali wajah seseorang dan tentukan perasaan diri terhadapnya. Apabila ada emosi negatif yang seketika membuncah dalam hati, maka orang inilah yang harus dimaafkan.

Saya percaya, ketika hati telah lapang untuk memaafkan, maka seketika itu pula keajaiban di sekeliling dapat terjadi. Saat kemaafan telah diberikan, maka pada saat itu pulalah energi negatif yang selama ini menjadi tabir antara diri kita dengan orang tersebut akan terbuka. Implikasinya, orang itu pun akan merasakan sesuatu yang sangat positif dalam dirinya. Bukan merupakan hal yang aneh apabila di suatu hari kemudian, setelah kita memberikan maaf pada orang tersebut, secara tiba-tiba sikapnya berubah meskipun kita tak pernah memberitahunya bahwa ia telah mendapatkan sertifikasi kemaafan dari kita.

Sebilah keikhlasan hati untuk memaafkan orang-orang yang pernah menyakiti atau menzalimi diri, sejatinya dapat menguras energi negatif yang selama ini telah dihasilkan tanpa disadari. Pada saat itulah, energi positif dalam diri akan semakin terpancar dan masa depan yang cerah makin mudah untuk diraih. Kemaafan, dapat menerbangkan noktah-noktah hitam dalam jiwa ke bilangan Andromeda, dan pada saat jiwa dalam keadaan bersih itulah ribuan harap yang disanjungkan akan lebih mudah diijabah oleh Allah, Insya Allah. Wallahu’alam bishshawab.


(http://www.eramuslim.com/oase-iman/energi-sebuah-maaf.htm)

0 komentar: