Musuh Di Duniamu adalah Diri-Mu Sendiri

Dalam berkehidupan, beberapa orang coba mencari tahu kenapa dan bagaimana semua hal yang tidak di inginkannya selalu saja terjadi. Katakanlah tidak sesuai dengan apa-apa yang di harapkannya. Tak jarang banyak yang menyalahkan keadaan, menyalahkan pihak lain, menyalahkan waktu, bahkan hingga menyalahkan Tuhan.

Sementara ia sendiri mengetahui bahwa pelaku kehidupannya dan pengambil keputusan tentang langkahnya adalah dirinya sendiri. Langsung saja kita bahas fakta di lapangan.
Ketika seseorang telah meniatkan ia mencari nafkah karna memang sebuah kewajiban agar ia berusaha di dunia ini, namun di perjalanan ia malah menukar niatnya untuk memperkaya diri. Walhasil ketika kekayaan tidak juga terkumpul, ia menjadi mudah stress, marah dan bosan dengan pekerjaannya. Di sini terlihat bahwa yang mengacaukan kenyamanan hatinya adalah dirinya sendiri, tanpa kontaminasi pihak luar.

Ada kalanya pula, seseorang telah berencana untuk istiqomah dalam menabung, namun di kemudian hari ia mengikuti hawa nasfunya untuk membeli barang-barang agar sekedar mengikuti trend, yang kadang barang tersebut tidak begitu penting dalam kebutuhan hidupnya. Hingga tabungannya terkuras dan ia mulai kewalahan menutupi setiap lubang kebutuhan yang wajib. Di sini tampak bahwa yang mengacaukan rencananya adalah dirinya sendiri.

Di sisi lain, seseorang telah berniat untuk menjalani hidup yang baik, menjadi orang baik, dan memelihara hati yang baik, namun hanya karna gangguan kecil dari dinamika hari-harinya, akhirnya ia berubah menjerumuskan diri melakukan hal-hal negative yang merusak niatnya. Kemudian menerima akibat dari perbuatan negative yang di pilihnya, dan terjauhlah ia dari cita-cita yang telah di rencanakannya. Di sini tampak bahwa yang menghancurkan dirinya adalah sikapnya sendiri.

Banyak orang tidak sadar, ketika ia telah memutuskan sebuah rencana atau niat yang baik, tentu ia akan menemui berbagai macam keadaan yang menguji komitmennya dalam menjalani yang baik-baik tersebut.

Padahal dalam ajaran agama juga telah di jelaskan, sesuatu yang baik dan benar pasti akan selalu menemui cobaan dan rintangan untuk memperkokoh dan menambah ilmu si peniat agar lebih kuat untuk menemui kejadian demi kejadian yang akan datang.

Begitu pula dalam hubungan sosial, hubungan kemasyarakatan, banyak orang menjerumuskan dirinya dengan cara mengikuti hal-hal yang di luar tujuan yang bermanfaat. Sebut saja beberapa contoh: bicara kemana-mana tapi bicara yang tidak mendatangkan manfaat, berjalan dan berkunjung kesana-kemari tapi tidak ada manfaat, berlama-lama duduk di posko-posko, duduk di kafe-kafe tapi tidak ada yang di kerjakan bermanfaat. Acara-acara, rapat-rapat, lomba-lomba, tapi tidak mendatangkan hasil yang bermanfaat. Meski sekedar bermanfaat untuk dirinya sendiri.

Keinginan-keinginan dirinya yang beragam terus di ikutinya tanpa tahu tujuan dari keinginannya tersebut. Waktu yang tersia-sia habis namun keinginannya tidak juga habis. Akibat dari melaksanakan hal-hal di luar tujuan yang baik akhirnya ia merasa lelah dengan hidupnya, merasa jemu dengan kondisinya, dan berkepanjangan mengeluhkan keadaannya.

Jika saat seperti itu melanda, segeralah tarik kembali diri. Ingat lagi apa yang menjadi tujuan dan yang di cita-citakan. Hendaknya kegiatan yang di lakukan tidak jauh dari tujuan yang baik dan bermanfaat dan tidak melenceng dari niat baik yang telah direncanakan.

Tidak melayani jika keinginan lain dari tujuan datang mengganggu, karena tabiat keinginan jika sekali di layani maka ia akan minta terus di layani. Dan pada akhirnya akan sulit di hentikan dengan cepat.

Jika seseorang dapat terus menjaga komitmennya tetap berada dalam tujuan yang telah ia niatkan, maka ia tidak akan terjerumus oleh keinginan-keinginan yang di luar niatnya. Karena pihak luar tidak dapat menghancurkan dirinya selain dari pada ia izinkan pihak tersebut mempengaruhinya. Maka di sinilah dikatakan yang menghancurkan pondasi dirimu, adalah sikapmu sendiri.

Mestinya dalam segala keadaan dan dalam setiap masalah, seseorang telah teguh niatnya  agar tidak mudah terkontaminasi oleh perasaannya dan tidak mudah terhasut oleh gaya lingkungan. Dengan demikian ia lah yang menguasai dunianya sendiri.

sumber 

0 komentar:

Pecinta dan Kekasih

Allah S.W.T. Sang Kekasih mencintai sang pecinta,

Ketika semua orang melupakanNya, ia setiap saat selalu berdzikir, mengingat, dan merindukanNya.

Ketika semua orang meninggalkan dan melalaikan sholat lima waktu, ia tidak pernah meninggalkan dan selalu melaksanakannya di awal waktu.

Ketika semua orang mengabaikan sholat sunnah, ia selalu menjalankannya sebagai penyempurna sholat wajib.

Ketika semua orang tidak khusyu menjalankan sholat karena di hatinya dipenuhi pikiran dan nafsu dunia, ia menjalankannya dengan khusyu seolah melihatNya, penuh kerinduan ingin bertemu Allah S.W.T., kekasihnya.

Ketika semua orang merasa terpaksa, bermalas-malasan, dan menunda menjalankan sholat, ia segera melaksanakannya karena ingin bertemu, mengadu, dan merasa bahagia bersama Sang Kekasih.

Ketika semua orang tidur terlelap di malam hari yang dingin, ia gelisah dan terbangun untuk menjalankan sholat tahajjud karena kerinduan yang sangat untuk bertemu, berbicara, berkeluh kesah, dan menangis di hadapan kekasihnya.

Ketika semua orang meninggalkan masjid, ia selalu merindukan dan memakmurkannya karena ingin memuji dan mencintai Sang Kekasih, Allah S.W.T., ingin bertemu dan berkasih sayang dengan sesama saudara muslim.

Ketika semua orang meninggalkan Al Quran, ia selalu ingin dan rindu membaca “surat cinta” dari kekasihnya itu dan memenuhi keinginan dan nasihatNya dalam surat itu.

Ketika semua orang tidak peduli dan begitu mudah membuat murka Allah S.W.T., ia sangat berhati-hati dalam setiap perbuatan lahir dan batinnya agar Sang Kekasihnya itu tidak bersedih dan marah.

Ketika semua orang takut mati, ia menghadapi kematian dengan penuh senyum dan kebahagiaan karena ia akan bertemu dengan Allah S.W.T dan RasulNya, para kekasihnya yang ia sangat rindukan dalam hidupnya.

Ketika semua orang menginginkan dan memperebutkan dunia, ia justru mencampakannya dan memilih kehidupan akhirat yang kekal, tempat dimana ia akan bertemu dengan Sang Kekasih dan tidak ada lagi kesedihan, kesusahan, dan penderitaan.

Ketika semua orang berkeluh kesah, memprotes, dan marah pada Allah S.W.T. atas musibah, ujian, kesulitan, dan penderitaan yang ditakdirkan kepadanya, ia justru bersyukur, bersabar, ikhlas dan bahagia karena semua itu sebagai tanda bukti cinta Sang Kekasih Allah S.W.T padanya untuk menghapus segala dosanya.

Ketika semua orang gelisah, tertekan, takut, dan sedih karena dunia, ia merasa tenang, tentram, dan bahagia karena Allah S.W.T. kekasihnya selalu dekat, menghibur, melindungi, menemani, dan bersamanya dalam setiap nafas kehidupan.

Ketika semua orang berbuat karena manusia dan nafsu dunia, ia berbuat segala sesuatu karena dan hanya untuk Sang Kekasih, Allah S.W.T.

Ketika semua orang melihat manusia, makhluk, dunia dan segala isinya, ia hanya melihat Allah S.W.T., Sang Kekasih yang ia sangat cintai dan rindukan dalam hidupnya.

Ya Allah, jadikanlah aku pecinta dan kekasih sejatiMu di dunia dan di akhirat!

sumber

0 komentar:

Semua Makhluk Ada Jalan Hidupnya

Ketika kita memperhatikan gerak kehidupan dari beragam makhluq yang ada di alam ini, kita mungkin akan menemukan keunikan pada masing-masing makhluq yang kita amati. Tak terkecuali manusia, yang mana memiliki gerak kehidupan yang sangat beragam dan unik sesuai keadaan dan kecenderungan masing-masing, dari mereka yang cenderung bergerak sebagai pedagang, dokter, insinyur, pengajar atau guru, hingga petani maupun nelayan, dan seterusnya.

Setiap peran yang ada di antara manusia adalah seperti bagian-bagian tubuh yang berbeda namun saling melengkapi dan menopang, dari yang kecil hingga yang besar, dari yang sederhana hingga yang rumit. Semua perbedaan tersebut adalah fenomena keseimbangan yang tak dirancang atau direncanakan oleh manusia itu sendiri. Dan demikian pula halnya dengan beragam makhluq lain selain manusia, yang semuanya memiliki gerak kehidupan dan kecenderungan masing-masing yang khas dan saling melengkapi, yang tentunya juga di luar rencana dan kesadaran mereka sendiri.
 
Ketika kita mengamati kehidupan para nelayan, yang menjadikan hasil laut sebagai penopang keberlangsungan hidup mereka, maka kita akan mendapati bahwa para nelayan tulen biasanya memang lebih cenderung tertarik dengan dunia laut dan ikan daripada dunia kesibukan lainnya, seakan-akan keahlian mereka dalam menangkap ikan di laut pun sudah menjadi akar semangat yang menjadi penggerak kehidupan mereka, sebagaimana misalnya para pedagang tulen yang tentu jiwanya juga akan lebih bersemangat dengan dunia dagangnya daripada dunia selainnya, yang mana jika misalnya antara nelayan dan pedagang tersebut harus bertukar profesi, pastinya masing-masing akan merasakan kejanggalan dan ketidaksesuaian, karena memang masing-masing memiliki kecenderungan jiwa yang berbeda.

Di samping itu, para nelayan biasanya juga akan dengan sendirinya mewariskan kemampuannya kepada generasi berikutnya. Dan tentunya memang harus ada generasi penerus bagi para nelayan, karena memang tak bisa dibayangkan jika ternyata di dunia ini tiada yang tertarik untuk meneruskan profesi tersebut. Dan itulah kenyataan bahwa sistem mewariskan keahlian pun sebenarnya merupakan fenomena alami yang di luar kendali manusia. Sekuat apapun manusia berkehendak untuk menciptakan fenomena keseimbangan tersebut sendiri, atau bahkan menghilangkannya, maka di sana telah ada Kekuatan tak terlihat yang telah lebih dahulu merancang dan mengaturnya, bahkan tanpa manusia minta.

Beralih ke makhluq selain manusia, jika memang strategi berburu ikan di laut menggunakan jaring adalah hal yang wajar dan tak perlu dipertanyakan, karena memang adalah tak mungkin jika manusia yang bisa berfikir dengan akalnya akan menangkap ikan hanya menggunakan kedua tangannya, maka yang mengherankan dan  perlu dipertanyakan adalah jika ada makhluq selain manusia yang memiliki kecerdasan setingkat manusia, yang mana bisa mengatur strategi berburu layaknya para nelayan, padahal makhluq tersebut tidak dilengkapi perangkat akal untuk berfikir.

Laba-laba, dialah makhluq kecil yang meskipun hidup berkaki namun bisa menangkap makhluq terbang yang tak terjangkau oleh kakinya. Kita tidak tahu kecerdasan macam apa yang dimiliki oleh makhluq tak berakal itu hingga dia bisa mengerti bahwa cara menangkap serangga yang terbang adalah dengan membuat perangkap halus di udara, agar mangsa bersayap tersebut nantinya dapat terjerat ketika melewati perangkap yang dibuatnya itu, seakan-akan dia memiliki cara berfikir yang sama seperti para nelayan, yang membuat perangkap jaring di dalam laut untuk menangkap ikan yang tak terjangkau oleh tangan mereka.

Dan pola anyaman jaring perangkap yang diciptakan laba-laba pun begitu teratur dan rapi, serta sesuai dengan ukuran medan yang digunakannya, seakan-akan dia juga memiliki kemampuan memperhitungkan hingga mengerti cara mengukur tempat dan menyesuaikannya dengan pola serta ukuran jaring yang harus dirancang dan diciptakannya. Tentu kecerdasan semacam itu hanya akan dimiliki oleh para arsitek. Namun sulit dimengerti bahwa makhluq tak berakal sekecil itu ternyata mampu berbuat sedemikian rupa, seakan-akan ia memiliki daya arsitektur tinggi yang mana pastinya juga menggunakan logika.

Selain itu, dia pun bahkan hingga mengerti beragam fungsi lain dari benang jaringnya tersebut; dia juga menggunakan benang jaringnya itu untuk berayun dan berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain, untuk melarikan diri dengan cepat dari kejaran pemangsa, membungkus dan membekap mangsanya yang telah terjerat dalam perangkap, melindungi lubang sarangnya, atau membuat kantung untuk diisi ratusan telurnya, dan seterusnya. Dan konon, ratusan telur yang kemudian menetas akan mengeluarkan laba-laba kecil yang masih lemah, yang selanjutnya menghadapi tantangan hidup berupa dimakan burung, kadal, semut, atau makhluq lainnya, hingga menyisakan sebagian saja dari mereka untuk bisa sampai menjadi laba-laba dewasa.

Dan mungkin memang demikianlah cara makhluq-makhluq yang lain memperoleh rizki mereka. Karena seekor laba-laba betina pun juga tidak pernah merencanakan bahwa dia akan bertelur dalam jumlah ratusan. Dia juga tidak pernah mempertanyakan mengapa dia harus bertelur sebanyak itu. Mungkin saja, jika telur laba-laba hanya berjumlah sedikit, bisa jadi semuanya akan dimakan habis oleh para pemangsanya hingga tiada lagi yang tersisa untuk menyambung keberlangsungan hidup generasi laba-laba berikutnya. Ataupun jika jumlah telur yang sedikit tersebut akan harus selalu selamat semuanya hingga dewasa, maka mungkin peluang rizki bagi para pemangsanya pun akan berkurang, dan jalan rizki mereka pun akan berbeda dari yang biasanya. Dan demikianlah sebagian kecerdasan yang kita dapati di alam ini, tanpa kita mampu melihat secara kasat mata Kekuatan macam apa yang menggerakkan semua itu.

Tiada pula yang bisa mengira bahwa ternyata sebuah tumbuhan yang berbatang segar sanggup bertahan hidup di daerah gurun yang kering sekalipun. Kaktus gurun, dialah makhluq yang memiliki keunikan berupa kemampuan pada akarnya untuk menembus jauh ke dalam tanah agar dapat menyerap air di daerah yang bahkan tergolong kurang air. Dan air yang berharga tersebut kemudian disimpannya di dalam ruang batangnya sebagai persediaan kehidupannya. Dia juga memiliki perlengkapan berupa duri yang menyelimuti permukaan batangnya, yang konon di antara fungsinya adalah sebagai pelindung dari hewan pemakan tumbuhan, dan juga untuk memperkecil potensi penguapan, karena memang tingkat penguapan di daerah gurun tentu jauh lebih tinggi dikarenakan suhu panasnya. 

Mungkin jika kita diposisikan dalam peran sebagai kaktus, tampaknya kita tidak akan memilih tempat yang kering dan panas untuk melanjutkan hidup. Namun justru memang demikianlah kapasitas dan keunikan sebuah tumbuhan gurun bernama kaktus. Dia bahkan mungkin tidak bisa hidup jika harus terendam di daerah rawa yang berlebihan kadar airnya. 

Begitu juga sebaliknya, tidak mungkin tumbuhan rawa bisa hidup jika harus bertukar habitat dengan kaktus tersebut. Masing-masing memang telah memiliki cara tersendiri untuk bertahan hidup sekaligus memerankan sebuah fungsi bagi ekosistemnya. Dan itu semua adalah kecanggihan alami yang tentunya di luar kesadaran benda alam itu sendiri.

Begitu pula dengan keunikan yang ada pada makhluq bernama ulat sebagai misal lainnya; kita mungkin bisa mempertanyakan bagaimana bisa makhluq sekecil itu sanggup menghabiskan dedaunan yang cukup banyak pada sebatang tumbuhan, seakan-akan dia memiliki sebuah rencana dan tujuan dalam tingkah lakunya itu. Dan memang konon, proses memakan daun yang terus-menerus dilakukannya tersebut tak lain adalah sebagai langkah persiapannya sebelum memasuki tahapan kepompong di mana akan mengharuskannya berhenti makan untuk beberapa lama. Namun tentunya akan mengherankan jika seekor ulat yang ukurannya jauh lebih kecil dari ukuran otak manusia ternyata bisa memperkirakan bahwa untuk menghadapi keadaan yang ‘paceklik’ tanpa makanan, maka dia harus bersiap-siap mengumpulkan energi terlebih dahulu sebelumnya, layaknya kebutuhan akan sahur sebelum berpuasa.

Padahal jika kita renungkan, tentu kemampuan merencanakan semacam itu hanya akan dimiliki oleh makhluq yang memiliki akal. Namun nyatanya ulat yang tak dianugerahi akal pun telah terbukti sanggup membuat perencanaan semacam itu.

Dan keunikan ulat itupun tak hanya sampai di situ, bahkan pada kenyataannya, dari hasil kepompong itulah sebuah lingkungan alam akan kemudian dilengkapi dengan seekor serangga terbang bernama kupu-kupu, yang mana salah satu fungsinya adalah untuk membantu proses penyerbukan pada tumbuhan. Dan dari penyerbukan itulah tumbuhan akan dapat berkembang biak. Maka di sinipun semakin tampak jelas betapa canggihnya cara kerja alam ini. Dan bahkan jika kita perhatikan lagi dan kemudian lagi, ternyata melalui ulat dan kupu-kupu jugalah burung-burung dapat memberi makan anak-anaknya yang belum bisa terbang untuk mencari makan sendiri. Jika saja ulat dan kupu-kupu tidak pernah ada, mungkin peluang memperoleh makanan bagi burung-burung tersebut pun akan menjadi berkurang.

Dan sesungguhnya, betapapun manusia sangat berkehendak dan berusaha sekuat tenaga untuk menghilangkan fenomena yang tampak tidak nyaman atau perlu dikasihani, misalnya seperti daun yang dimakan ulat tersebut, atau ulat dan kupu-kupu yang dimakan burung, kaktus dengan duri tajamnya yang hidup di tempat yang kekurangan air, laba-laba yang memangsa dan yang dimangsa, atau perbedaan profesi manusia yang kerap menimbulkan perselisihan di antara mereka, maka niscaya semua fenomena itu pun akan selalu tetap ada, dan justru itulah yang sengaja diperlihatkan kepada manusia, agar direnungkan dan disadari betapa tak berdayanya mereka untuk merancang, mengatur, mengendalikan, atau hingga menghilangkan semua itu.

Demikianlah kurang lebih gambaran tentang kehidupan ini. Tiada manusia yang sanggup menghilangkan keburukan sepenuhnya dari dunia ini, karena memang adanya keburukan adalah justru untuk menjadi pembeda bagi kebaikan. Dan manusia dengan akalnya pun akan kemudian terseleksi dengan sendirinya, antara golongan yang dianugerahi keberuntungan dengan golongan yang sebaliknya, antara mereka yang dianugerahi kemampuan untuk meyakini adanya Tuhan, dengan mereka yang meragukan-Nya atau bahkan mengingkari-Nya sama sekali.

Dan di sinilah manusia yang dianugerahi keberuntungan akan kemudian kembali dengan sepenuh hati kepada Tuhan mereka, Tuhan dalam arti yang sesungguhnya, yaitu Pencipta yang tidak pernah menjadi ciptaan, yang tidak pernah butuh untuk melahirkan apalagi hingga dilahirkan. Maha Suci Tuhan dari kekurangan semacam itu.

Dialah Allah (subhaanahuu wata’aalaa), satu-satunya Dzat yang menciptakan segala sesuatu, yang mana karena kesempurnaan-Nya-lah akal manusia yang terbatas pun hingga tak sanggup menampung segenap kebesaran-Nya. Oleh karena itulah Allah (subhaanahuu wata’aalaa) mengutus para Rasul-Nya dari golongan manusia untuk menjelaskan kepada mereka tentang hakikat diri-Nya, juga tentang hakikat kehidupan dunia yang nyatanya tak pernah abadi. 

Tiada tawa yang abadi di tempat singgah ini, demikian pula dengan kesulitan. Yang ada hanyalah janji abadi tentang hasil dari amal kebaikan dan amal keburukan di hari yang abadi kelak. Pada hari yang abadi itulah segala bentuk amal yang bahkan berupa gerakan batin sekalipun akan dinilai secara tepat, yang tidak baik akan kita sesali, dan yang baik akan menggembirakan kita.

Dan bagaimanapun juga, segala bentuk peran di dunia ini pada hakikatnya adalah anugerah bagi manusia, selama disertai iman dan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Tiada yang salah dari menjadi nelayan, petani, pengajar atau guru, insinyur, dokter, pedagang, atau apapun selama tetap dalam ketaatan tersebut. Yang salah adalah keadaan di mana kita sengaja melanggar ketaatan itu, ataupun menganggap bahwa profesi kita adalah satu-satunya yang paling penting di antara profesi yang ada.

Maka tetaplah berbahagia dengan berbuat kebaikan dalam keadaan masing-masing, sambil berusaha memperbaiki kesalahan yang telah lalu semampunya, karena Allah akan berbahagia pula dengan kebahagiaan hamba-Nya yang bersabar mentaati-Nya dalam keadaan apapun.

Dan berbahagialah ketika sesama manusia juga berbahagia dalam usaha mentaati Allah dan Rasul-Nya, karena mungkin demikianlah jalan hidup orang-orang yang beriman dan berserah diri, yaitu ruku’ bersama-sama di hadapan Allah, insyaa’Allaah.

Sesungguhnya tiada Tuhan yang patut disembah kecuali Allah (subhaanahuu wata’aalaa), Yang Maha Tunggal dan tak pernah melahirkan tuhan-tuhan lain yang mendampingi-Nya. Maha suci Allah. Dan sesungguhnya Rasul atau utusan Allah yang membawa kebenaran untuk manusia akhir zaman adalah Muhammad (shallallaahu ‘alaihi wasallam), yang membawa al-Qur’an untuk menyempurnakan ajaran para Rasul pendahulunya di dalam Taurat, Injil dan kitab langit lainnya yang telah dicampuri rekayasa tangan manusia.

Dan sesungguhnya tiada manusia yang tahu persis nasib masa depannya di hari yang kekal nanti, apakah akan selamat ataukah justru sebaliknya. Dan tiada manusia yang berhak mendaftarkan orang lain ke dalam neraka selama mereka masih hidup dan memiliki kesempatan untuk meraih hidayah iman dan Islam.

Adapun yang telah dijelaskan kepada kita tentang keselamatan akhirat adalah bahwa Allah akan merahmati hamba-Nya dengan cara menjadikannya beramal kebaikan di dunia ini, disertai iman dan ketaatan kepada-Nya dan kepada Rasul-Nya. Dan bagaimanapun, tugas kita hanyalah berusaha menempuh ketaatan yang diperintahkan tersebut dengan segenap kemampuan, sedangkan perkara hasil hanyalah wewenang Allah semata. Dan hanya milik Allah sajalah segala kebenaran, hidayah dan taufiq.

sumber 

0 komentar:

Apa yang Kita Kejar?

Kawan, dunia ini memang melenakkan, banyak keindahan dan kenikmatan, serta kesenangan yang ditawarkannya. Dunia menggoda siapa saja yang berada di dalamnya. Tak ayal, banyak dari kita yang terjerembab dalam kesenangan semu yang ditawarkan oleh dunia. Ketahuilah kawan, dunia ini ibarat air laut, semakin kau minum, maka akan semakin haus. Ya, semakin kita mengejar dunia, maka akan semakin kita terpedaya olehnya.
 
Kawan, apa yang hendak kita kejar di kehidupan yang singkat ini ? Harta ? Lihatlah Qarun, manusia yang paling kaya pada masanya, namun akhirnya dia terhinakan oleh kekayaannya sendiri. Jabatan ? Ingatkah kalian dengan Fir’aun ? dia adalah manusia paling angkuh di dunia, sombong dan melampaui batas. Fir’aun adalah raja tersohor, bahkan dia tak segan mengakui dirinya sebagai tuhan yang berhak menetapkan hukum sesuai dengan kehendaknya. Namun kita sudah sama-sama mengetahui, bahwa Fir’aun pada akhirnya pun mati dalam keadaaan hina dan dihinakan dengan jabatan kekuasaannya. Lantas, apa yang kita kejar selama hidup di dunia ini ?

Miris betul, ketika media mengabarkan para pejabat Negara yang korupsi, hanya untuk memenuhi kantong dan isi perutnya sendiri, tanpa dia perhatikan kondisi rakyatnya yang menjerit kelaparan. Sedih sekali, melihat kelakuan para elit politik yang saling berebut kekuasaan yang pada akhirnya banyak mereka salah gunakan. Belum lagi masyarakat yang lainnya, menghabiskan waktu hanya untuk bersenang-senang dengan dunia. Dia tinggalkan seruan kebaikan, dan beralih pada seruan kemaksiatan.

Apa yang kita kejar di dunia ini ? Kelak semua yang ada di Dunia ini, perlahan-lahan akan meninggalkan kita. Paras yang cantik rupawan, kelak akan menampakkan garis-garis kerutan yang menandai usia kita semakin senja. Harta yang selama ini ita kumpulkan, tidak dapat memberikan jaminan ketenangan. Jabatan Dunia, yang sedari dulu kita perebutkan, kelak akan menjadi amal yang memberatkan timbangan keburukan.

Ingatlah kawan, hidup kita tak hanya sekedar di dunia ini. Dunia yang penuh dengan berbagai macam kesenangan, kegemerlapan, tapi pada akhirnya dia pun meninggalkan kita. Ada alam lain yang sedari kini menanti kita, yakni alam akhirat. Disanalah kita kan kekal selamanya, disanalah kehidupan kita yang sebenarnya. Apa yang kita kejar selama hidup ini, kelak akan kita tuai hasilnya di akhirat sana. Bila kita mengejar kenikmatan Dunia saja, tanpa menghiraukau akhirat, kelak kita akan mendapatkan balasannya. Pun halnya bila kita mengejar akhirat, dan menjadikan Dunia sebagai tempat bercocok tanam kebaikkan, in shaa allah kelak kita pun akan memanen kebaikan dan ditempatkan ditempat yang baik, di akhirat sana.

Apa yang kita kejar selama hidup ini ? Satu persatu semua akan meninggalkan kita, hingga tak ada lagi yang tersisa, kecuali amal yang kita kerjakan semasa kita hidup di Dunia. Sadarilah, semua ini hanya sementara, kelak, segala bentuk kenikmatan, keindahan, kemewahan, ataupun kesenangan  Dunia yang kita kejar selama ini, akan berakhir dan pergi meninggalkan kita.

Semoga, kita semakin menyadari akan arti hidup ini, bahwa kehidupan ini bukan hanya untuk mengejar perhiasan Dunia yang semu, melainkan untuk meraih ke ridhaan Ilahi, agar kelak kita dimasukkan kedalam surga yang abadi. Aamiinn, allahumma aamiinn.

sumber 

0 komentar:

Menunggu

Di suatu tempat di tepian sungai, seorang pemuda memandangi seorang pemancing tua. Sambil duduk beralas daun pisang, Pak Tua begitu menikmati kegiatan memancing. Ia pegang gagang pancingan dengan begitu mantap. Sesekali, tangannya membenahi posisi topi agar wajahnya tak tersorot terik sinar matahari. Sambil bersiul, ia sapu hijaunya pemandangan sekitar sungai.

Sang pemuda terus memandangi si pemancing tua. “Aneh?” ucapnya membatin. Tanpa sadar, satu jam sudah perhatiannya tersita buat Pak Tua. Tujuannya ke pasar nyaris terlupakan. “Bagaimana mungkin orang setua dia bisa tahan berjam-jam hanya karena satu dua ikan?” gumamnya kemudian.

“Belum dapat, Pak?” ucap si pemuda sambil melangkah menghampiri Pak Tua. Yang disapa menoleh, dan langsung senyum. “Belum,” jawabnya pendek. Pandangannya beralih ke si pemuda sesaat, kemudian kembali lagi ke arah genangan sungai. Air berwarna kecoklatan itu seperti kumpulan bunga-bunga yang begitu indah di mata Pak Tua. Ia tetap tak beranjak.

“Sudah berapa lama Bapak menunggu?” tanya si pemuda sambil ikut memandang ke aliran sungai. Pelampung yang menjadi tanda Pak Tua terlihat tak memberikan tanda-tanda apa pun. Tetap tenang.

“Baru tiga jam,” jawab Pak Tua ringan. Sesekali, siulannya menendangkan nada-nada tertentu. “Ada apa, Anak Muda?” tiba-tiba Pak Tua balik tanya. Si Pemuda berusaha tenang. 

“Bagaimana Bapak bisa sesabar itu menunggu ikan?” tanyanya agak hati-hati.

“Anak Muda,” suara Pak Tua agak parau. “Dalam memancing, jangan melulu menatap pelampung. Karena kau akan cepat jenuh. Pandangi alam sekitar sini. Dengarkan dendang burung yang membentuk irama begitu merdu. Rasakan belaian angin sepoi-sepoi yang bertiup dari sela-sela pepohonan. Nikmatilah, kau akan nyaman menunggu!” ucap Pak Tua tenang. Dan ia pun kembali bersiul.
 

~~~~~^^~~~~~ 

Tak ada kegiatan yang paling membosankan selain menunggu. Padahal, hidup adalah kegiatan menunggu. Orang tua menunggu tumbuh kembang anak-anaknya. Rakyat menunggu kebijakan pemerintahnya. Para gadis menunggu jodohnya. Pegawai menunggu akhir bulannya. Semua menunggu.

Namun, jangan terlalu serius menatap ‘pelampung’ yang ditunggu. Karena energi kesabaran akan cepat terkuras habis. Kenapa tidak mencoba untuk menikmati suara merdu pergantian detak jarum penantian, angin sepoi-sepoi pergantian siang dan malam, dan permainan seribu satu pengharapan.

Nikmatilah! Insya Allah, menunggu menjadi sesuatu yang sangat menyenangkan. Seperti memandang taman indah di tepian sungai.

sumber 

0 komentar:

Adakah Orang Sibuk?

Apakah Anda pernah merasa jengkel terhadap rekanan atau bawahan yang tidak menyelesaikan pekerjaannya karena dalih sibuk banyak kerjaan? Banyak orang yang beralasan bahwa ia memiliki setumpuk pekerjaan yang harus diselesaikan, namun saat ditanya out-put apa yang sudah ia lakukan, maka hasilnya pun nihil.

Tidak sedikit Anda menjumpai dalam rutinitas harian sejumlah manusia yang mengaku sibuk namun hasil yang mereka keluarkan bukanlah hal bernilai. Betul mereka masuk kerja atau mengerjakan tugas, namun bila Anda menugaskan pekerjaan kepada mereka maka selalu saja molor karena alasan sibuk dengan pekerjaan yang tak terpegang.

Lalu pertanyaan yang muncul adalah, “Apa benar ada manusia yang sibuk?!” Boleh jadi masalah sebenarnya yang dihadapi adalah bahwa orang-orang seperti itu tidak mau mengatur waktu yang mereka miliki seoptimal mungkin.

Masing-masing manusia mendapatkan jatah waktu yang sama dari Allah Swt sebanyak 24 jam. Namun ada manusia yang mampu berbuat banyak hal, dan tidak sedikit manusia yang tidak melakukan apapun atas waktu yang diberikan.

Karena waktu yang tidak tertata dengan baik maka jangankan waktu untuk keluarga, tetangga dan kerabat, untuk diri sendiri saja ia sulit mengatur waktu!

Maka mengawali pembicaraan tentang punctuality (tepat waktu) haruslah dimulai dari penataan waktu yang tepat.

Banyak orang yang menghabiskan waktu di hari libur dengan memperbanyak tidur, padahal pasangan dan anak-anaknya menanti untuk bercengkrama.


Jarang sekali ia bersosialisasi di masyarakat dan keluarga serta kerabat, karena selalu pergi pagi dan pulang malam.  Mereka tidak mampu menata waktunya dengan baik. Semua orang yang berhubungan dengan dia tidak mendapatkan hak mereka.

Padahal Rasulullah Saw telah bersabda berkenaan dengan hal ini: Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin Ash r.a. bahwa ia berkata: Rasululah saw bertanya kepadaku, “Wahai Abdullah, aku telah diberitahu bahwa engkau selalu puasa di siang hari, dan qiyamullail malam harinya?” Aku menjawab, “Benar, Ya Rasulullah!”

Lalu Beliau Saw bersabda: “Jangan kau lakukan itu terus menerus tapi puasalah dan berbukalah, tahajjudlah dan tidurlah! Karena sesungguhnya jasadmu punya hak atas kamu. Kedua matamu juga punya hak atasmu, istrimu punya hak atasmu, dan tetanggamu punya hak atasmu.

Sesungguhnya cukup bagimu puasa sebulan tiga hari (puasa ayyamul biidh) karena setiap kebaikan itu dibalas sepuluh kali lipat berarti kamu seakan puasa satu tahun.” Maka aku pun minta ditambah berat amalannya seraya berkata, “Ya Rasulullah, aku masih memiliki kekuatan untuk itu!” Beliau bersabda: “Kalau begitu,

Puasalah seperti puasanya Nabi Daud As dan jangan lebih dari itu!’ HR. Bukhari Hadits yang dikutip di atas seolah mengisyaratkan bahwa ibadah yang tepat dilakukan pada waktu yang tepat. Karena itu, saya hendak mengajak pembaca untuk menata ulang waktu dan kegiatan yang mereka miliki sehingga mereka pandai mengatur waktu dan menjadi manusia yang unggul dalam mengelola waktu.


Di bawah ini ada sebuah ilustrasi menarik yang perlu disimak:
 

Dalam sebuah kuliah manajemen, seorang dosen memperagakan beberapa alat-alat sederhana seperti bejana kaca, bebatuan, kerikil, pasir dan air. Dosen tersebut mengatakan kepada para mahasiswanya bahwa ia hendak mengajarkan cara mengelola waktu yang optimal.

Dosen itu bertanya kepada murid-muridnya, “Aku akan mengisi bejana kaca ini dengan bebatuan ini!” Ia pun mengisi bejana kaca tersebut dengan bebatuan hingga penuh. Saat sudah tidak bisa lagi satu batu pun dimasukkan ke dalam bejana lalu sang dosen bertanya kepada para mahasiswa, “Apakah bejana kaca ini sudah penuh?!” Para mahasiswa serentak menjawab, “Ya!” Mendapati jawaban mereka, sang dosen berkata, “Menurutku bejana ini belum penuh!”

Dosen itu kemudian memasukkan kerikil-kerikil kecil yang mengisi ruang di dalam bejana yang tidak bisa diisi oleh bebatuan. Di antara celah bebatuan, maka kerikil-kerikil itu pun berselipan. Para mahasiswa terkesima melihat cara bagaimana dosen mencoba menjelaskan.

Begitu bejana kaca terlihat penuh, sang dosen bertanya, “Apakah bejana ini sudah penuh?!” Serentak mahasiswa yang sudah mulai paham menjawab, “Ya sudah penuh, namun masih bisa diselipkan dengan pasir!”
“Betul sekali!!!” jawab sang dosen. Maka sang dosen pun mengisikan pasir ke dalam bejana kaca yang sudah berisikan bebatuan dan kerikil. Ternyata pasir pun bisa dimasukkan ke dalam bejana kaca.
“Apa masih bisa dimasukkan benda selanjutnya?!” tanya sang dosen kepada mahasiswa. Bejana kaca itu kini sudah bermuatan bebatuan, kerikil dan pasir. Namun para mahasiswa mengatakan, “Coba tambahkan air ke dalam bejana itu, Pak!”
Sang dosen pun menganggukkan kepala tanda setuju…. Subhanallah…, rupanya bejana kaca yang awalnya dikira sudah penuh dengan bebatuan rupanya masih bisa ditata hingga dapat memuat kerikil, pasir dan air.

~~~~~^^^~~~~~

Mungkin para pembaca sekarang sudah memahami bahwa adakah orang yang sibuk?


Ternyata sesibuk apapun, manusia bisa menghandle kegiatan dan tugas yang ia miliki. Mungkin bebatuan di atas bisa mewakili kegiatan-kegiatan utama kita.

Sedangkan kerikil adalah kegiatan bersama keluarga dan tetangga. Pasir mewakili kegiatan tertier seperti arisan, kondangan, walimah, atau apapun namanya. Sedangkan air mungkin adalah ibadah yang meliputi seluruh kegiatan yang kita lakukan.

Inilah semangat yang dipegang teguh oleh pribadi sukses bahwa setiap waktu harus berarti dan tidak terbuang secara percuma. Allah Swt berfirman:  “Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.” (QS. Al Insyiraah [94] : 7)
Bahkan Allah Swt yang amat sibuk dengan urusan semua makhluk menggambarkan kesibukan yang Dia Swt lakukan: “Semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepadaNya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan.” (Ar Rahmaan [55] : 29)

Konklusinya adalah kesibukan yang kita miliki bukanlah sebuah beban, namun ia mengasah kemampuan kita untuk dapat melakukan banyak hal dengan waktu yang terbatas dan hasil yang optimal.

Karena itu banyak orang sukses yang mengatakan, “Bukan saya pintar mengatur waktu, namun karena tugas yang ada-lah yang membuat saya mampu melakukan semua hal!” Karenanya, apa Anda masih percaya ada manusia sibuk?


sumber 

0 komentar:

Jilbab Syar'i : Khimar Annisa


 
















 
































0 komentar: