Di dalam Al-Qur’an seringkali Allah سبحانه و تعالى menyatakan bahwa
Allah سبحانه و تعالى pasti membalas seorang hamba sebagai ganjaran atas
amal-perbuatan yang telah dilakukannya. Perbuatan apapun, apakah berupa
sebuah amal baik maupun amal buruk, kedua-duanya pasti bakal diberi
ganjaran oleh Allah سبحانه و تعالى .
أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيها جَزَاءً بِما كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya;
sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (QS Al-Ahqaf 14)
فَأَعْرِضُوا عَنْهُمْ إِنَّهُمْ رِجْسٌ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Maka berpalinglah dari mereka; karena sesungguhnya mereka itu
adalah najis dan tempat mereka Jahanam; sebagai balasan atas apa yang
telah mereka kerjakan. (QS At-Taubah 95)
Di dalam surah Al-Ahqaf 14 Allah سبحانه و تعالى gambarkan balasan
atas amal-perbuatan baik yang mengantarkan pelakunya ke dalam surga.
Semoga kita termasuk ke dalam golongan tersebut.
Sedangkan di dalam surah At-Taubah 95 justeru sebaliknya, Allah سبحانه و
تعالى gambarkan mereka yang berbuat amal-perbuatan buruk sehingga
pelakunya diganjar dengan neraka Jahannam.
Wa na’udzubillaahi min dzaalika.
Jadi jelas sekali betapa pentingnya pilihan jenis amal-perbuatan apa
yang dilakukan seseorang sehingga ia berhak menerima balasan seperti apa
dari Allah سبحانه و تعالى . Maka alangkah naifnya bila ada seorang yang
mengaku muslim lalu ia tidak pernah merenungkan jenis amal apa yang ia
pilih, yang penting menurutnya adalah banyaknya amal. Lalu dia berusaha
mengisi waktunya dengan sebanyak mungkin amal. Lebih jauh lagi dia
bahkan memandang remeh orang lain yang dinilainya tidak banyak beramal.
Sehingga dengan mudah dia menstempel orang lain yang tidak sibuk beramal
seperti dirinya sebagai orang-orang yang hanya
NATO (no action,
talk only). Padahal Allah سبحانه و تعالى memperingatkan kita bahwa ada
sementara manusia di dunia ini yang mengira bahwa dirinya sudah banyak
berbuat kebaikan namun ternayata di dalam pandangan
Allah سبحانه و تعالى
justeru mereka itulah orang-orang yang paling merugi.
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالأخْسَرِينَ أَعْمَالاالَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ
فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا
“Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang
orang-orang yang paling merugi perbuatannya?" Yaitu orang-orang yang
telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka
menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (QS Al-Kahfi 103-104)
Apakah faktor yang menyebabkan perbuatan yang mereka sangka baik itu justeru ternyata di mata Allah سبحانه و تعالى adalah
sia-sia dalam kehidupan di dunia? Lihatlah penjelasan Allah سبحانه و تعالى pada ayat berikutnya:
أُولَئِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ وَلِقَائِهِ فَحَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فَلا نُقِيمُ لَهُمْ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًاذَلِكَ جَزَاؤُهُمْ جَهَنَّمُ بِمَا كَفَرُوا وَاتَّخَذُوا آيَاتِي وَرُسُلِي هُزُوًا
“Mereka itu orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Rabb mereka
dan (kafir terhadap) perjumpaan dengan Dia (Allah). Maka hapuslah
amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi
(amalan) mereka pada hari kiamat. Demikianlah balasan mereka itu neraka
Jahanam, disebabkan kekafiran mereka dan disebabkan mereka menjadikan
ayat-ayat-Ku dan rasul-rasul-Ku sebagai olok-olok.” (QS Al-Kahfi
105-106)
Merekalah
orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Rabb mereka dan (kafir terhadap) perjumpaan dengan Dia (Allah). Inilah
sebabnya..! Jadi, sebabnya terkait dengan masalah yang lebih
fundamental daripada urusan beramal, berbuat maupun bekerja. Urusannya
terkait dengan hadir-tidaknya iman di dalam dirinya. Iman terhadap
ayat-ayat Allah سبحانه و تعالى dan iman terhadap perjumpaan dengan Allah
سبحانه و تعالى di hari berbangkit kelak. Barangsiapa yang imannya tidak
hadir atau tidak sah, maka berarti ia kafir. Dan kekafiran inilah yang
menghapus semua amal kebaikan yang disangka pelakunya bahwa dia telah
berbuat sebaik-baiknya.
Iman merupakan prasyarat agar amal apapun yang dipilih seseorang
mendatangkan ganjaran kebaikan dari Allah سبحانه و تعالى . Tidak
hadirnya iman atau tidak sahnya iman seseorang bakal menghapuskan nilai
amal apapun yang telah dikerjakannya. Betapapun banyaknya amal orang
itu, namun jika tidak dilandasi oleh hadirnya iman yang benar, maka
niscaya merugilah orang itu kelak di akhirat. Sehingga Allah سبحانه و
تعالى berfirman:
Maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat. Alangkah
ruginya dia..! Bayangkan, amal yang banyak itu dihapus oleh Allah
سبحانه و تعالى . Tidak mendapatkan penilaian atau pengakuan dari Allah
سبحانه و تعالى barang sedikitpun. Di tempat lainnya Allah سبحانه و تعالى
berfirman mengenai amal kaum kafir itu:
وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا
“Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami
jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” (QS Al-Furqan 23)
وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ
“Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana.” (QS An-Nur 39)
Bahkan lebih jauh lagi Allah سبحانه و تعالى berfirman:
Demikianlah
balasan mereka itu neraka Jahanam, disebabkan kekafiran mereka dan
disebabkan mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan rasul-rasul-Ku sebagai
olok-olok. Orang-orang itu dipastikan Allah سبحانه و تعالى bakal
dibalas dengan neraka Jahannam. Dan mereka diserupakan Allah سبحانه و
تعالى dengan orang-orang yang mengolok-olok ayat-ayat Allah سبحانه و
تعالى dan rasul-rasulNya.
Saudaraku, sungguh kita harus waspada terhadap masalah ini walupun
kita telah mengaku diri sebagai seorang muslim, seorang yang telah
berikrar syahadatain, seorang yang menganggap diri termausuk kaum
beriman. Sebab Allah سبحانه و تعالى bahkan menyatakan bahwa kebanyakan
orang yang menganggap dirinya beriman kepada Allah سبحانه و تعالى
ternyata terlibat dalam dosa syirik..!
وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلا وَهُمْ مُشْرِكُونَ
“Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah,
melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan
lain).” (QS Yusuf 106)
Walau saat membahas ayat di atas Ibnu Katsir mengacu kepada kaum
musyrikin Quraisy di kota Mekkah pada masa jahiliah, namun Sayyid Qutb
di dalam kitab Fi Zhilalil Qur’an menulis:
Di sana ada juga syirik yang nyata dan tampak jelas. Yaitu
ketundukan kepada selain Allah سبحانه و تعالى dalam salah satu perkara
hidup, ketundukan kepada suatu hukum yang dijadikan keputusan dalam
segala urusan, ketundukan terhadap adat seperti pesta-pesta dan
festival-festival meriah yang tidak disyariatkan oleh Allah سبحانه و
تعالى , ketundukan dalam pakaian dan seragam yang bertentangan dengan
syariat Allah سبحانه و تعالى berkenaan dengan pembukaan aurat dimana
nash memerintahkan untuk menutupnya.
Masalahnya, dalam perkara-perkara itu bisa melampaui batas
kesalahan dan dosa karena penentangan, ketika hal itu merupakan wujud
ketaatan, ketundukan dan kepasrahan kepada adat suatu masyarakat yang
dihormati padahal ia adalah bikinan manusia. Sementara itu, perintah
Allah سبحانه و تعالى Rabb manusia yang jelas dan bersumber dari-Nya
ditinggalkan dan diacuhkan. Pada saat itu perkara tersebut bukan lagi
hanya dosa dan kesalahan, tapi sudah menjadi syirik. Karena hal itu
merupakan ketundukan kepada selain Allah سبحانه و تعالى dalam
perkara-perkara yang menentang perintah-Nya. Dari sudut ini, perkara
menjadi sangat berbahaya.
Ayat di atas mengenai sasaran orang-orang yang dihadapi rasulullah
صلى الله عليه و سلم di Jazirah Arab, dan mencakup sasaran orang-orang
lainnya di setiap zaman dan setiap tempat. (Tafsir Fi Zhilalil Qur’an-
jilid 7- Gema Insani- hlm 19)
Ketika Sayyid Qutb mengatakan “
Pada saat itu perkara tersebut bukan lagi hanya dosa dan kesalahan, tapi sudah menjadi syirik”, maka
kita
yang hidup di era badai fitnah dewasa ini sepatutnya berhati-hati dan
merasa khawatir. Sebab di dalam Sistem Dajjal begitu banyak –kalau tidak
bisa dikatakan seluruhnya- aturan dan hukum yang diberlakukan bukan
bersumber dari hukum Allah سبحانه و تعالى melainkan hukum bikinan
manusia. Dan Allah سبحانه و تعالى menyatakan bahwa hukum di dunia ini
hanya ada dua macam, hukum Allah سبحانه و تعالى atau hukum thaghut.
Hukum Allah سبحانه و تعالى wajib ditegakkan dan ditaati, sedangkan hukum
thaghut wajib diingkari dan dijauhi. Demikian firman Allah سبحانه و
تعالى .
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ
آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ
أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا
بِهِ وَيُرِيدُ
الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلالا بَعِيدًا
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya
telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang
diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal
mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud
menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.” (QS An-Nisa
60)
Mengomentari ayat di atas Ibnu Katsir menulis:
Ini merupakan pengingkaran Allah سبحانه و تعالى terhadap orang
yang mengaku beriman kepada apa yang diturunkan Allah سبحانه و تعالى
kepada RasulNya dan kepada para nabi yang mendahului Nabi kita. Walaupun
pengakuannya demikian, mereka tetap berhakim kepada selain Kitab dan
Sunnah. Demikian pula ayat ini mencela orang yang berpindah dari hukum
Allah سبحانه و تعالى dan RasulNya kepada kebatilan selain keduanya,
kebatilan itulah yang disebut thaghut di sini. Oleh karena itu Allah
سبحانه و تعالى berfirman “Mereka hendak berhakim kepada
thaghut”.(Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir-jilid 1-Gema Insani-hlm 742-743)
Dewasa ini hukum Allah سبحانه و تعالى tidak dimuliakan, disucikan dan
ditinggikan. Yang dimuliakan adalah hukum bikinan manusia, aturan
nenek-moyang, adat-istiadat setempat atau deklarasi hak asasi manusia
dan sejenisnya. Apakah manusia modern mengira bahwa Allah سبحانه و تعالى
tidak sanggup merumuskan hukum yang memenuhi rasa keadilan seluruh umat
manusia? Sehingga mereka lebih memuliakan dan meyakini hukum produk
manusia yang dinilai adil,
up-to-date dan akomodatif untuk
menyerap aspirasi aneka jenis manusia di muka bumi? Jika demikian
adanya, sungguh keji logika manusia modern..! Mereka telah gagal
menangkap tanda-tanda kebesaran Allah سبحانه و تعالى yang terus-menerus
menjamin rezeki segenap makhluk, baik manusia maupun hewan di langit dan
di bumi. Kok bisa mereka berprasangka bahwa Dzat yang seperti itu tidak
sanggup merumuskan hukum yang adil? Sementara manusia yang tidak
sanggup menjamin rezeki untuk dirinya sendiri saja kok malah diyakini
produk hukumnya dapat memenuhi rasa keadilan segenap manusia..! Pantas
Allah سبحانه و تعالى menantang manusia kafir itu dengan pertanyaan
berikut:
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
“Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah
yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?”
(QS Al-Maidah 50)
Berarti, sudah jelaslah, bahwa kata kuncinya terletak pada kata-kata “
bagi orang-orang yang yakin”. Jika
sekedar mengandalkan pengakuan seseorang bahwa dirinya muslim atau
beriman, maka ini tidak menjamin. Tetapi diperlukan pembuktian lebih
lanjut. Pembuktian itulah yang menandakan hadir tidaknya keyakinan alias
iman. Sah atau tidaknya iman. Maka jika kita kembali kepada pembahasan
di awal mengenai “
orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam
kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat
sebaik-baiknya,” mereka adalah orang-orang yang boleh jadi secara
lisan mengaku muslim atau mengaku beriman, tetapi sejatinya di mata
Allah سبحانه و تعالى mereka adalah orang-orang yang kafir terhadap
ayat-ayat Allah سبحانه و تعالى .
Mereka adalah orang-orang yang hanya sibuk memperbanyak amal namun
tidak merenungkan apakah tumpukan amalnya itu sudah benar-benar
dilandasi iman yang sah atau tidak. Benarkah mereka telah menjadikan
kalimat tauhid sebagai fondasi berbagai amal mereka? Atau mereka
sesungguhnya tidak pernah peduli apakah ketika beribadah kepada Allah
سبحانه و تعالى mesti disertai pengingkaran kepada thaghut? Atau mereka
mengira bahwa banyak beramal merupakan suatu perkara mulia yang pasti
bakal mendatangkan kebaikan dari Allah سبحانه و تعالى walaupun amal itu
berlandaskan penerimaan diri akan hukum thaghut? Sungguh jauh sekali
prasangka mereka dari kebenaran yang Allah سبحانه و تعالى terangkan di
dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Oleh karena itu dalam ayat berikutnya Allah سبحانه و تعالى menegaskan
bahwa orang-orang yang beramal sholeh dengan dilandasi iman yang benar
sajalah yang bakal dijamin memasuki surga Firdaus-Nya. Orang-orang yang
tidak saja sadar pentingnya beribadah kepada Allah سبحانه و تعالى tetapi
juga faham urgensi menjauhi dan mengingkari thaghut.
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّاتُ
الْفِرْدَوْسِ نُزُلا خَالِدِينَ فِيهَا لا يَبْغُونَ عَنْهَا حِوَلا
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi
mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal, mereka kekal di
dalamnya, mereka tidak ingin berpindah daripadanya.” (QS Al-Kahfi
106-107)
Saudaraku, beramal sholeh itu penting. Tetapi yang jauh lebih penting
lagi adalah beriman yang benar sebelum beramal. Sebab bila iman sudah
benar, maka sekecil dan sesedikit apapun amal seseorang, niscaya ia akan
memperoleh balasan yang baik dan berlipat dari Allah سبحانه و تعالى di
akhirat kelak. Namun sebaliknya, sebanyak apapun amal seseorang jika
tidak dilandasi oleh iman yang benar, niscaya ia akan merugi di akhirat
kelak. Sebab Allah سبحانه و تعالى tidak akan memberikan penilaian apapun
atas amal yang tidak berlandaskan iman yang benar tadi.
Hidup di era penuh fitnah seperti saat ini banyak sekali ditemukan
ancaman terhadap eksistensi iman yang benar. Tawaran untuk mengingkari
Allah سبحانه و تعالى sangat banyak dan menggiurkan. Tawaran untuk
berkompromi bahkan bekerjasama dengan thaghut sungguh sangat ramai dan
menjanjikan keuntungan duniawi. Keadaan dunia dewasa ini sangat tepat
digambarkan oleh hadits Nabi صلى الله عليه و سلم berikut ini:
بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ
يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا أَوْ يُمْسِي مُؤْمِنًا
وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنْ الدُّنْيَا
Nabi صلى الله عليه و سلم bersabda: "Segeralah beramal sebelum
datangnya rangkaian fitnah seperti malam yang gelap gulita. Di pagi hari
seorang laki-laki dalam keadaan mukmin, lalu kafir di sore harinya. Di
sore hari seorang laki-laki dalam keadaan mukmin, lalu kafir di pagi
harinya. Dia menjual agamanya dengan barang kenikmatan dunia." (HR Muslim - 169) Shahih
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ إِيمَانًا لَا يَرْتَدُّ
“Ya Allah, aku meminta kepadamu keimanan yang tidak akan murtad.” (AHMAD - 4112)
(http://www.eramuslim.com/suara-langit/penetrasi-ideologi/beramal-sebanyak-mungkin-atau-beriman-sebelum-beramal.htm)
0 komentar: