Di antara bangsa-bangsa manusia, tidak ada bangsa yang sekuat ya'juj ma'juj, sekejam ya'juj ma'juj, dan sebanyak ya'juj ma'juj. Namun tidak disangka, bahwa kelak yang membebaskan mereka dari tembok kokoh dzilqarnain adalah kalimat 'Insya Allah'.

Nabi Sulaiman a.s. lupa mengatakan "Insya Allah" saat mengatakan, "Malam ini aku akan menyetubuhi 60 atau 70 istriku sehingga mereka hamil. Lalu, setiap istriku melahirkan seorang anak lelaki yang akan menjadi mujahid penunggang kuda fisabilillah." maka ia pun gagal memiliki anak (Kisah Nabi Sulaiman ini terabadikan dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim)

Ketika malam itu beliau memang menyetubuhi 60 atau 70 istrinya, tetapi yang hamil hanya salah satu diantara istrinya. Bahkan anak yang dilahirkannya pun dalam keadaan tidak sempurna fisiknya. Dalam hal ini Rasulullah saw bersabda : "Kalau saja Nabi Sulaiman as mengucapkan insya Allah, niscaya mereka akan berjihad di jalan Allah sebagai penunggang kuda semuanya." (HR Bukhari dan Muslim)}

Nabi Muhammad 'alaihi sholawat wassalam pernah ditanya oleh An-Nadhar bin Al-Harits dan `Uqbah bin Ani Mu'ith sebagai utusan kaum kafir Quraisy. Pertanyaan yang diajukan oleh kedua orang ini adalah : Bagaimana kisah Ashabul Kahfi ?, Bagaimana kisah Dzul Qarnain ?, dan Apa yang dimaksud dengan Ruh?.
Rasulullah saw bersabda kepada dua orang itu "besok akan saya ceritakan dan saya jawab.". Akan tetapi Rasulullah saw lupa mengucapkan "Insya Allah". Akibatnya wahyu yang datang setiap kali beliau menghadapi masalah pasti terputus selama 15 hari.

Sedangkan orang Quraisy setiap hari selalu menagih janji kepada Rasulullah saw dan berkata "Mana ceritanya? besok..besok..besok..". ketika itu Rasulullah saw sangat bersedih. Akhirnya Allah menurunkan wahyu surat Al-Kahfi yang berisi jawaban kedua pertanyaan pertama, pertanyaan ketiga berada dalam surat Al-Israa ayat 85.

Allah berfirman pada akhir surat Al-Kahfii :
"Janganlah kamu sekali-kali mengatakan, 'Sesungguhnya saya akan melakukan hal ini besok,' kecuali dengan mengatakan Insya Allah." (QS Al-Kahfi :23-24)

Sebuah kalimat yang sering kita sepelekan dan kita salah artikan tetapi orang yang paling mulia disisiNya, yang telah diampuni dosanya baik yang telah lalu dan yang akan datang pun ditegur oleh Allah swt karena lupa mengucapkan Insyaa Allah. Ada rahasia besar apa dibalik kalimat Insya Allah ?

Perhatikan petikan ayat diatas, di ayat tersebut Allah memerintahkan manusia ketika semua rencana sudah matang dan pasti janganlah mengatakan “Sesungguhnya aku akan mengerjakan besok” tetapi harus diikuti dengan ucapan Insya Allah.

Sebab ucapan “Sesungguhnya aku akan mengerjakan besok” adalah sebuah UCAPAN KEPASTIAN, keyakinan diri jika hal itu benar benar akan dilakukannya, BUKAN KERAGU-RAGUAN.

Benar,..............Insya Allah adalah penegas ucapan kepastian dan keyakinan. Bukan keragu-raguan. Dari situlah tubuh kita mengeluarkan semacam kekuatan dan kepasrahan total yang tidak kita sadari sebagai syarat utama tercapainya sebuah keberhasilan.

Manusia hanya berencana dan berikhtiar, Allah yang menentukan hasilnya. Manusia terlalu lemah untuk mengucapkan ‘pasti’, karena Allah sebagai sang pemilik tubuh ini dapat berkehendak lain.

Ingat baik baik !!!Jika kalian tidak yakin atau tidak dapat memastikan sebuah rencana, maka jangan pernah mengatakan Insya Allah, cukup katakan saja “Maaf, saya tidak bisa” atau “Maaf, saya tidak dapat menghadiri…”. (begitulah cara Allah membentuk mental tangguh generasi Pilih tanding)
Tetapi Bila pembaca situslakalaka yakin bisa melakukan rencana itu, maka katakanlah “Insya Allah”, niscaya kalian akan melihat sebuah ketentuan Allah sesuai dengan apa yang telah dijanjikan oleh-Nya.

"Mereka (Ya'juj & Ma'juj) berusaha untuk keluar dengan berbagai cara, hingga sampai saat matahari akan terbenam mereka telah dapat membuat sebuah lobang kecil untuk keluar. Lalu pemimpinnya berkata,'Besok kita lanjutkan kembali pekerjaan kita dan besok kita pasti bisa keluar dari sini." Namun keesokkan harinya lubang kecil itu sudah tertutup kembali seperti sedia kala atas kehendak Allah. Mereka pun bingung tetapi mereka bekerja kembali untuk membuat lubang untuk keluar. Demikian kejadian tersebuat terjadi berulang-ulang. Hingga kelak menjelang Kiamat, di akhir sore setelah membuat lubang kecil pemimpin mereka tanpa sengaja berkata, “Insya Allah, Besok kita lanjutkan kembali pekerjaan kita dan besok kita bisa keluar dari sini.” Maka keesokan paginya lubang kecil itu ternyata masih tetap ada, kemudian terbukalah dinding tersebut sekaligus kegaibannya dari penglihatan masyarakat luar sebelumnya. Dan Kaum Ya’juj dan Ma’juj yang selama ribuan tahun terkurung telah berkembang pesat jumlahnya akan turun bagaikan air bah memuaskan nafsu makan dan minumnya di segala tempat yang dapat mereka jangkau di bumi."

Jika kaum perusak sekelas ya'juj dan ma'juj saja bisa berhasil meskipun tanpa sengaja mengucapkan Insya Allah, bagaimanakah halnya dengan kita umat islam ? apalagi jika disertai dengan kesadaran dan penuh kepastian mengucapkannya ?? Yakinlah.......Janji Allah swt selalu benar, Dia lah sebaik baik penepat Janji.


(http://situslakalaka.blogspot.com/2011/07/satu-kalimat-sepele-tapi-kedahsyatannya.html)
Abdul Wahid bin Zaid berkata, “Ketika kami sedang duduk-duduk di majelis kami, aku pun sudah siap dengan pakaian perangku, karena ada komando untuk bersiap-siap sejak Senin pagi. Kemudian saja ada seorang laki-laki membaca ayat, (artinya) ‘Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin jiwa dan harta mereka dengan memberi Surga.’ (At-Taubah: 111). Aku menyambut, “Ya, kekasihku.”

Laki-laki itu berkata, “Aku bersaksi kepadamu wahai Abdul Wahid, sesungguhnya aku telah menjual jiwa dan hartaku dengan harapan aku memperoleh Surga.”

Aku menjawab, “Sesungguhnya ketajaman pedang itu melebihi segala-galanya. Dan engkau sajalah orang yang aku sukai, aku khawatir manakala engkau tidak mampu bersabar dan tidak mendapatkan keuntungan dari perdagangan ini.”

Laki-laki itu berkata, “Wahai Abdul Wahid, aku telah berjual beli kepada Allah dengan harapan mendapat Surga, mana mungkin jual beli yang aku persaksikan kepadamu itu akan melemah.”

Dia berkata, “Nampaknya aku memprihatinkan kemampuan kami semua, …kalau orang kesayanganku saja mampu berbuat, apakah kami tidak?” Kemudian lelaki itu menginfakkan seluruh hartanya di jalan Allah kecuali seekor kuda, senjata dan sekedar bekal untuk perang. Ketika kami telah berada di medan perang dialah laki-laki pertama kali yang tiba di tempat tersebut.

Dia berkata, “Assalamu ’alaika wahai Abdul Wahid,”
Aku menjawab, “Wa’alaikumussalam warahmatullah wa barakatuh, alangkah beruntungnya perniagaan ini.”

Kemudian kami berangkat menuju medan perang, lelaki tersebut senantiasa berpuasa di siang hari dan qiyamullail pada malam harinya melayani kami dan menggembalakan hewan ternak kami serta menjaga kami ketika kami tidur, sampai kami tiba di wilayah Romawi.

Ketika kami sedang duduk-duduk pada suatu hari, tiba-tiba dia datang sambil berkata, “Betapa rindunya aku kepada bidadari bermata jeli.”

Kawan-kawanku berkata, “Sepertinya laki-laki itu sudah mulai linglung.”
Dia mendekati kami lalu berkata, “Wahai Abdul Wahid, aku sudah tidak sabar lagi, aku sangat rindu pada bidadari bermata jeli.”

Aku bertanya, “Wahai saudaraku, siapa yang kamu maksud dengan bidadari bermata jeli itu.”
Laki-laki itu menjawab, “Ketika itu aku sedang tidur, tiba-tiba aku bermimpi ada seseorang datang menemuiku, dia berkata, ‘Pergilah kamu menemui bidadari bermata jeli.’ Seseorang dalam mimpiku itu mendorongku untuk menuju sebuah taman di pinggir sebuah sungai yang berair jernih. Di taman itu ada beberapa pelayan cantik memakai perhiasan sangat indah sampai-sampai aku tidak mampu mengungkapkan keindahannya.

Ketika para pelayan cantik itu melihatku, mereka memberi kabar gembira sambil berkata, ‘Demi Allah, suami bidadari ber-mata jeli itu telah tiba.’ Kemudian aku berkata, ‘Assalamu ‘alaikunna, apakah di antara kalian ada bidadari bermata jeli?’ Pelayan cantik itu menjawab, ‘Tidak, kami sekedar pelayan dan pembantu bidadari bermata jeli. Silahkan terus!’

Aku pun meneruskan maju mengikuti perintahnya, aku tiba di sebuah sungai yang mengalir air susu, tidak berubah warna dan rasanya, berada di sebuah taman dengan berbagai perhiasan. Di dalamnya juga terdapat pelayan bidadari cantik dengan mengenakan berbagai perhiasan. Begitu aku melihat mereka aku terpesona. Ketika mereka melihatku mereka memberi kabar gembira dan berkata kepadaku, ‘Demi Allah telah datang suami bidadari bermata jeli.’ Aku bertanya, ‘Assalamualaikunna, apakah di antara kalian ada bidadari bermata jeli?’ Mereka menjawab, Waalaikassalam wahai waliyullah, kami ini sekedar budak dan pelayan bidadari bermata jeli, silahkan terus.’

Aku pun meneruskan maju, ternyata aku berada di sebuah sungai khamr berada di pinggir lembah, di sana terdapat bidadari-bidadari sangat cantik yang membuat aku lupa dengan kecantikan bidadari-bidadari yang telah aku lewati sebelumnya. Aku berkata, ‘Assalamu alaikunna, apakah di antara kalian ada bidadari bermata jeli?’ Mereka menjawab, ‘Tidak, kami sekedar pembantu dan pelayan bidadari bermata jeli, silahkan maju ke depan.’

Aku berjalan maju, aku tiba di sebuah sungai yang mengalirkan madu asli di sebuah taman dengan bidadari-bidadari sangat cantik berkilauan wajahnya dan sangat jelita, membuat aku lupa dengan kecantikan para bidadari sebelumnya. Aku bertanya, ‘Assalamu alaikunna, apakah di antara kalian ada bidadari bermata jeli?’ Mereka menjawab, ‘Wahai waliyurrahman, kami ini pembantu dan pelayan bidadari jelita, silahkan maju lagi.’

Aku berjalan maju mengikuti perintahnya, aku tiba di se-buah tenda terbuat dari mutiara yang dilubangi, di depan tenda terdapat seorang bidadari cantik dengan memakai pakaian dan perhiasan yang aku sendiri tidak mampu mengungkapka keindahannya. Begitu bidadari itu melihatku dia memberi kabar gembira kepadaku dan memanggil dari arah tenda, ‘Wahai bidadari bermata jeli, suamimu datang!’

Kemudian aku mendekati kemah tersebut lalu masuk. Aku mendapati bidadari itu duduk di atas ranjang yang terbuat dari emas, bertahta intan dan berlian. Begitu aku melihatnya aku terpesona sementara itu dia menyambutku dengan berkata, ‘Selamat datang waliyurrahman, telah hampir tiba waktu kita bertemu.’ Aku pun maju untuk memeluknya, tiba-tiba ia berkata, ‘Sebentar, belum saatnya engkau memelukku karena dalam tubuhmu masih ada ruh kehidupan. Tenanglah, engkau akan berbuka puasa bersamaku di kediamanku, insya Allah. ‘

Seketika itu aku bangun dari tidurku wahai Abdul Wahid. Kini aku sudah tidak bersabar lagi, ingin bertemu dengan bida-dari bermata jeli itu.”

Abdul Wahid menuturkan, “Belum lagi pembicaraan kami (cerita tentang mimpi) selesai, kami mendengar pasukan musuh telah mulai menyerang kami, maka kami pun bergegas meng-angkat senjata begitu juga lelaki itu.

Setelah peperangan berakhir, kami menghitung jumlah para korban, kami menemukan 9 orang musuh tewas dibunuh oleh lelaki itu, dan ia adalah orang ke sepuluh yang terbunuh. Ketika aku melintas di dekat jenazahnya, kulihat tubuhnya berlumuran darah sementara bibirnya mengembang sebuah senyum, yang mengantarkan pada akhir hidupnya.” (Tanbihul Ghafilin, 395)


(http://situslakalaka.blogspot.com/2011/11/bidadari-nan-bermata-jeli-dan-kerinduan.html)
Masih banyak muslim yang tidak tahu bahwa salah satu ajaran Islam ialah meyakini bakal turunnya kembali Isa ‘alaihis-salam menjelang datangnya Hari Kiamat di Akhir Zaman. Bahkan ada yang mengingkarinya dengan alasan bahwa ini merupakan ajaran kaum Nasrani yang telah disusupkan ke dalam ajaran Islam.

Padahal terdapat cukup banyak hadits shahih dari Nabi Muhammad saw yang membenarkan bakal turunnya kembali Isa ‘alaihis-salam. Lalu apa yang akan beliau kerjakan ketika beliau kembali ke dunia turun dari langit? Apa sajakah misi beliau kelak di Akhir Zaman tersebut?

Suatu hal yang pasti, kedatangan kembali Isa ‘alaihis-salam kelak bukanlah untuk membawa ajaran baru, apalagi membenarkan ajaran Nasrani alias Kristen. Justeru kehadiran beliau kelak adalah untuk membenarkan dan mengokohkan ajaran yang telah dibawa oleh Nabi Muhammad saw yaitu ajaran dienullah Al-Islam.

Isa ‘alaihis-salam bahkan akan mengajak kaum Yahudi dan Nasrani (baca: Ahli Kitab) untuk masuk Islam. Dan ajakan beliau ini akan menjadi KESEMPATAN TERAKHIR bagi Ahli Kitab untuk bertaubat. Bila mereka menyambut baik ajakan beliau, maka mereka bakal diperlakukan sebagai saudara seiman Isa ‘alaihis-salam dan segenap kaum muslimin. Namun bila mereka menolak, maka Isa ‘alaihis-salam berhak untuk membunuh mereka.

Dari Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak ada Nabi antara aku dan dia -maksudnya Isa-. Sungguh, kelak ia akan turun, jika kalian melihatnya maka kenalilah. Ia adalah seorang laki-laki yang sedang (tidak tinggi ataupun pendek), berkulit merah keputih-putihan, mengenakan kain berwarna kekuningan. Seakan rambut kepala menetes meski tidak basah. Ia akan memerangi manusia hingga mereka masuk ke dalam Islam, ia memecahkan salib, membunuh babi dan membebaskan jizyah (pajak). Pada masanya Allah akan membinasakan semua agama selain Islam, Isa akan membunuh Dajjal, dan akan tinggal di dunia selama empat puluh tahun. Setelah itu ia meninggal dan kaum muslimin menshalatinya." (ABUDAUD - 3766)

MEMERANGI MANUSIA DAJJAL
Di samping itu, Isa ‘alaihis-salam juga ditugaskan untuk membantu Al-Mahdi (pemimpin ummat Islam di Akhir Zaman) untuk memerangi puncak fitnah (ujian), yaitu Fitnah Ad-Dajjal. Malah berdasarkan hadits shahih di atas Isa ‘alaihis salam bakal memerangi segenap manusia demi tegaknya ajaran Al-Islam. Sehingga dengan izin Allah swt segenap manusia bakal memeluk agama Islam sampai dihapuskannya kewajiban membayar jizyah (pajak yang dikenakan khusus kepada kaum non-muslim yang hidup di bawah pemerintahan Islam).

MENGHANCURKAN SALIB
Selain itu Isa ‘alaihis-salam juga bertugas memecahkan salib. Mengapa? Karena salib telah menjadi fitnah bagi kaum Nasrani yang meyakini bahwa Isa telah mati disalib, padahal sejak limabelas abad yang lalu Al-Qur’an telah menjelaskan bahwa Isa ‘alaihis-salam tidaklah mati di tiang salib. Tetapi ada seorang lelaki yang diserupakan wajahnya dengan beliau yang telah mati di tiang salib tersebut. (QS An-Nisa 157)

Lalu kemana perginya Nabiyullah Isa ‘alaihi-salam pada saat kejadian itu? Kembali Al-Qur’an menjelaskan dengan gamblang: “Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS An-Nisa 158)

Jadi, apa yang telah dialami Nabiyullah Isa ‘alahis-salam mirip dengan apa yang telah dialami Nabiyullah Muhammad pada saat malam Isra wal-Mi’raj. Perbedaannya hanyalah bahwa pada malam itu Nabi Muhammad di-Mi’raj-kan oleh Allah hanya satu malam, berangkat lepas Isya dan kembali menjelang Fajar. Sedangkan Nabi Isa ‘alahis-salam di-Mi’rajkan oleh Allah ribuan tahun yang lalu dan hingga sekarang belum diturunkan kembali ke bumi ini.

Beliau baru akan turun ketika Allah taqdirkan beliau turun, yaitu pada saat terjadinya Huru-Hara Akhir Zaman ketika sudah diutusnya Al-Mahdi (pemimpin ummat Islam) ke tengah-tengah ummat manusia dan keluarnya Ad-Dajjal (puncak fitnah Sang Penebar kekacauan, kesesatan dan kerusakan). Apakah hal seperti ini mustahil dilakukan oleh Allah ? Sudah barang tentu tidak. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

MEMBUNUH SEMUA BABI
Selain itu Nabi Muhammad saw juga mengatakan bahwa Isa ‘alaihis-salam bakal turun kelak untuk membunuh babi. Mengapa demikian? Karena babi telah menjadi fitnah bagi kaum Nasrani yang meyakni bahwa babi merupakan hewan yang halal dimakan, padahal Islam telah mengharamkannya bahkan memandangnya sebagai hewan menjijikkan yang mengandung najis berat.

Namun di bawah peradaban modern -yang dikomandani oleh peradaban barat yang didominasi oleh nilai-nilai masyarakat Kristen- maka dewasa ini babi tidak saja dipandang halal, tetapi ia telah dianggap sebagai hewan yang lucu dan oleh karenanya manusia pantas berakrab-akrab dengannya. Coba saja lihat berbagai filem kartun barat bagaimana mereka menjadikan babi sebagai sosok yang cute, friendly and kind (imut-imut, bersahabat dan baik hati). Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.

“Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu kotor.” (AL-An’aam 145)

Sesudah memenuhi segenap tugasnya, maka damailah dunia dengan tegaknya keadilan berdasarkan dienullah Al-Islam dan kesejahteraan dinikmati segenap manusia hingga tidak ada lagi yang bisa bersedekah karena tidak ada orang yang perlu dengan sedekah. Semua orang telah mencapai kekayaan hatinya.

Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; Bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Demi Dzat yang jiwaku dalam genggamanNya, sungguh tiada lama lagi akan segera turun Ibnu Maryam (Isa Alaihissalam) yang akan menjadi hakim yang adil, menghancurkan salib, membunuh babi, membebaskan jizyah dan harta benda melimpa ruah sehingga tidak ada seorangpun yang mau menerimanya".(BUKHARI - 2070)

“Bersedakhlah kalian, karena akan datang masa di mana seorang membawa sedekahnya namun tidak menemukan orang yang mau menerimanya. Orang yang akan diberikan berkata: ”Seandainya kamu datang kemarin, niscaya aku mau menerimanya, sekarang aku sudah tidak butuh lagi.” (HR Bukhary)

Kemudian Isa ‘alahis-salam akan tinggal di dunia sehingga tibalah saat ajalnya dimana beliau kemudian disholatkan oleh kaum muslimin.

Ya Allah, limpahkanlah salawat dan salam-Mu kepada Nabi Muhammad dan segenap Nabi-Nabi-Mu yang lainnya, khususnya Nabiyullah Isa ‘alaihis-salam. Dan kumpulkanlah kami kelak bersama mereka di akhirat di dalam jannah-Mu. Amiin ya Rabbal ‘aalamiin.


(http://situslakalaka.blogspot.com/2011/05/inilah-misi-nabiyullah-isa-as-di-akhir.html)
Tulisan ini aku buat untuk menghibur diri sendiri. Syukur-syukur kalau ada orang lain yang juga terhibur setelah membaca tulisanku ini. Aku ingat betul, aku menulis ini ketika hatiku sedang benar-benar dilanda jenuh.

Bosan super akut! Lelah dengan semua masalah yang menimpaku. Dan bahkan, hampir putus asa. Astaghfirullahaladzim... syukurlah, ketika aku membaca Quran dan terjemahannya, aku mendapati satu ayat yang menjadi penguatku dan membuatku serasa terlahir kembali.

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi?” (Q.S. Al Ankabut:2).

Seringkali kita lupa akan kata-kata Allah itu. Setiap kita pasti mengalami ujian hidup. Dan ujian itu berbeda-beda antara satu orang dengan orang lainnya, sebab ujian berbanding lurus dengan kadar keimanan kita.

Semakin tinggi kadar keimanan seseorang, maka semakin banyak pula ujian yang akan dialami orang itu.

Ibaratnya, tak mungkin kan ujian sekolah untuk anak SD sama dengan ujian sekolah untuk anak SMA?

Terkadang, kita mungkin berfikir kenapa kita yang diberi ujian? Bukan orang lain saja? Jawabannya adalah karena kita yang dipilih-Nya! Kita diberi ujian karena Allah ingin kita kuat.

Allah ingin iman kita terus bertambah dan tak tergoyah oleh masalah. Allah ingin kita tak mudah putus asa. Allah ingin lebih dewasa. Allah ingin menguji kita karena Allah sayang dengan kita.

Percaya tak percaya, waktu pertama kali aku nulis ini, tak terasa air mataku meleleh. Begitu dalam makna ayat Allah itu. Sungguh!

Maka, jika kalian merasa ujian berat menimpa kalian, bukalah Alquran, baca dan hayati artinya. Pasti akan ada pengobat hati untuk menguatkan bahwa di setiap langkah kita, pasti ada ujian dari-Nya.


(http://www.eramuslim.com/oase-iman/laela-awalia-ujian-dan-kadar-keimanan.htm)
Hari Pahlawan baru saja berlalu, ada yang tahu dan ada yang tak peduli, ada yang memperingati ada yang acuh tak acuh, ada yang peduli ada juga yang bermasa bodo, apa pentingnya sih memperingati hari pahlawan. Apakah pahlawaan di jaman yang penuh dengan dunia matrialistis dan manusia telah dijajah oleh system kapitalis global masih bisa bicara kepahlawanan dan sipat patriot para pahlawan? Memang masih ada pahlawan sekarang ini? Bukankah yang terjadi sekarang ini banyak pahlawan yang kesiangan!

Pahlawan kesiangan! Sebuah istilah buat orang-orang yang mengaku berjasa pada bangsa dan negara dengan menyebut-nyebut jasanya! Pahlawan kesiangan ini seperti maling yang mengaku orang baik!

Atau seperti koruptor, yang belum juga tertangkap dan tetap berkeliaran dengan jas dan dasinya, mengaku orang alim, orang baik-baik!

Saya jadi teringat sebuah cerita: Ketika pengadilan di akherat nanti ada tiga orang( pahlawan, ilmuwan dan dermawan) yang di tanya malaikat.

” Hai dermawan… karena apa kamu bersedekah atau membantu pakir miskin?” Tanya malaikat.

” Iya malaikat, saya membantu hanya karena Allah” Kata dermawan yakin.

“Bohong! Kamu membantu orang bukan karena Allah, tapi ingin disebut darmawan dan agar disiarkan di mas media cetak atau elektronik dan kemudian kamu dikatakan orang dermawan, iya kan?” Kata malaikat sambil membentak keras.

“Iya.. iya…” Jawab dermawan sambil ketakutan, ternyata kebiasaan bohongnya diketahui malaikat.

“Kalau gitu silahkan ke neraka masuk bersama Qorun!”

Kemudian malaikat berpindah dan bertanya pada ilmuwan.

“Hai pulan, karena apa kamu mengajarkan ilmu pada orang-orang?” Tanya malaikat.

“Ya tentu karena Allah” Jawab si pulan yang ilmuwan.

” Bohong! Kamu mengajarkan ilmu pada orang-orang bukan karena Allah, tapi kamu ingin dipuji sebagai ilmuwan dengan gelar akademis yang berderet di depan atau dibelakang namamu, kamu tidak ikhlas mengajarkan ilmu itu, kamu mengajar bukan karena Allah, tapi ingin di puji manusia dan kamu marah bila gelar-gelar yang ada padamu tidak disebut, iya kan?” Malaikat membuka kedok ilmuwan yang asli!

“Iya… iya….” Jawab si ilmuwan sambil gemeteran.

“Kalau gitu syurga tak pantas untukmu!” Kata malaikat sambil mengusir ilmuwan ke neraka!

Kemudian orang ketiga yang mengaku pahlawan, sebelum ditanya sudah nyerocos duluan. Bahwa dia adalah seorang pejuang bagi bangsa dan negaranya, ikut mengangkat senjata, dengan gagah berani katanya membela negara, penjajah disikat habis olehnya, para pengkhianat negara dibantai olehnya dan namanya tercantum sebagai pahlawan dan dimakamkan di makam pahlawan dengan pemakam dengan cara megah, mewah dan di siarkan seluruh jaringan TV serta di tulis dimedia massa, baik media cetak maupun media eletronik!

Dan dia mengaku pahlawan sejati yang sangat dihormati oleh bangsa dan negaranya, namanya di catat dalam buku-buku sejarah, namanya di catat di buku eksiklopedia, namanya tersebar di dinding-dinding sekolah, namanya tercantum sebagai pahlawan yang di cetak di karton-karton tebal dan di jual di toko-toko buku, di kios-kios dan lain sebagainya.

“Hai pulan, benarkah kau seorang pahalawan?” Tanya malaikat.

“Iya dong malaikat…lihat dong tanda jasa yang di rumah, wah sampai tak muat di dinding!” Kata si pahlawan tadi.

“Benar kamu berjuang?”Tanya malaikat.

“Masa tak yakin sih?”Jawab si pulan yang mengaku pahlawan.

“Kamu berjuang karena Allah?” Tanya malaikat lagi.

“I…i…ya….!”Jawabnya sambil mulai keringat dingin.

“Bohong! Kamu bukan pahlawan, kamu berjuang bukan karena Allah, kamu berjuang ingin di sebut pahlawan dan agar kamu ketika mati ingin di kuburkan di makam pahlawan dan agar kamu dikenal sebagai pahlawan dan nama-namamu agar selalu disebut sebagai pahlawan, terutama di hari Pahlawan! Dan ketika kamu masih hidup kamu selalu bercerita dengan sombongnya dan kamu marah bila orang tak menghargaimu sebagai pahlawan dan keluargamupun kamu indoktrinasi agar ketika kamu mati harus diusahakan atau diajukan namamu ke pemerintah atau negara untuk dicatat sebagai pahlawan, apapun caranya, benarkan?” Kata malaikat tegas dan langsung menyuruh pergi si pahlawan tadi ke neraka!
Singkat cerita si ilmuwan, dermawan dan pahlawan bukan masuk ke syurga tapi ke neraka, karena salah niat!

Nah yang saya mau garis bawahi si pahlawan kesiangan! Mengapa pahlawan kesiangan? Iya, karena sekarang banyak sekali orang yang mengaku-mangaku dirinya berjasa pada negara, dan itu sangat terlihat ketika keruntuhan Orde Baru!

Orang yang tadinya antek antek Soeharto, namun ketika Soeharto mundur jadi presiden dan Orde Baru tumbang, munculah “pahlawan kesiangan” yang ikut berteriak mengadili Soeharto, padalah masyarakat tahu persis, orang-orang yang berteriak itu, semuanya adalah, maaf, “kentutnya ” Soeharto!

Ciri Pahlawan kesiangan sebenarnya banyak, diantaranya:
1. Dia mengaku paling berjasa kepada bangsa dan negara.
2. Tanpa ditanya dia bercerita sebagai pahlawan, senang sekali pada pujian dan gelar-gelar.
3. Karena mengaku sebagai pahlawan harus di kuburkan di makam pahlawan, jika perlu sanak keluarganya semua di makamkan di makam pahlawan.
4. Marah kalau jasa-jasanya tak disebut-sebut, marah kalau namanya tak didebut bersama gelarnya.
5. Sebelum mati sudah dibuatkan rencana pemakaman yang megah terpisah dari kuburan umum.
6. Namanya harus dicatat di dalam buku-buku dan dibuatkan biografinya sebelum mati.
7. Tak rela kalau namanya tak tercantum sebagai pahlawan.

Silahkan anda bisa menambahkan ciri lain dari “pahlawan kesiangan”, Nah biasanya pahlawan kesiangan ini akan muncul di saat pemilu atau pilkada! Mereka akan memoles muka mereka dengan topeng-topeng yang sangat manis, sehingga rakyat dibuatnya terbuai, dan rakyat menyangka bahwa mereka adalah para satria peningit yang sedang dinanti-nantikan, atau semacam ratu adil, karena dianggap akan dapat merubah hidup rakyat menjadi lebih baik dan sejahtera.
 
Dalam kampanye mereka berteriak” demi rakyat, untuk rakyat!” Namun setelah terpilih, lupa pada rakyat! Itulah “pahlawan kesiangan”.

Lalu bagaimana agar rakyat tak tertipu dengan “pahlawan kesiangan ini?” Banyak, diantaranya melihat ciri-ciri diatas, bila mereka selalu menyebut jasa-jasanya dan tidak sesuai antara apa yang dijanjikan dengan kenyataan, atau tak sesuai antara perkataan dan perbuatan, maka siap-siap kabur, betapapun citra yang ditampilkannya terkesan baik, namun bila di belakanya buruk dan orang di sekelilingnya adalah para maling, maka rakyat harus waspada, jangan-jangan rakyat hanya dijadikan alat, dijadikan obyek bukan subyek!
Bagi para “pahlawan kesiangan”, tak peduli rakyat bertambah miskin, yang penting mereka mendapat jabatan dan kedudukan tinggi, rakyat tambah sengsara, bukan urusan mereka, yang penting bagi mereka dapat fasiltas negara, “kursi empuk”, lalu lalang dengan mobil dinas dan mendapat semua yang mereka inginkan.

Rakyat didekati hanya pada saat pemilu dan pilkada! Setelah itu”selamat tinggal” Setelah mendapat jabatan dan kedudukan masing-masing, mereka segera memakai topengnya!
Itulah pahlawan kesiangan! Orang yang berada disekitar dunia politik praktis yang katanya membela rakyat, tapi ujung-ujungnya duit! Ujung-ujungnya adalah pangkat dan jabatan! Omong kosong dengan membela rakyat, omong kosong dengan mensejahterakan rakyat dan omong kosong dengan janji-janji syurga yang di katakana saat kampanye! Masihkah percaya dengan pahlawan kesiangan ini? Bila iya, siap-siaplah menerima berbagai macam tipu daya mereka!

Pahlawan kesiangan hanya manis di bibir, pahit dalam kenyataan. Dunia memang begitu adanya, namun orang-orang yang beriman tak akan pernah putus asa, apapun yang terjadi hidup harus tetap dijalani.

Lalu bagaimana menghadapi pahlawan kesiangan ini? Ya lihat saja sepak terjangnya, “sikat” kalau anda ketahui, bisa dengan kata-kata, perbuatan, tulisan dan dengan hati! Pahlawan kesiangan harus diberantas, bila tidak orang-orang semacam itu hanya akan merugikan rakyat banyak!

Pahlawan kesiangan biasanya”bermulut besar” dan paling merasa benar sendiri, setelah itu paling suka menyalahkan orang lain dan mencari “kambing hitam” atas kesalahan yang diperbuatnya! Pahlawan kesiangan paling merasa hebat sendiri, di depan matanya yang ada hanya kesalahan orang atau keburukan orang lain!

Pahlawan kesiangan paling suka mencari-cari kekurangan orang lain dan paling hoby mencari-mencari aib orang lain dan setelah bertemu kesalahan atau kekurangan orang lain, dia sebarkan ke orang-orang disekelilingnya!

Dan lucunya bila dibalik, bahwa dia salah, dia juga punya kekurangan, maka akan “mencak-mencak” dan marah-marah pada semua orang! Semua orang dimaki-makinya, semua orang dipaksa untuk mendengar teriakan dan caci makinya! Dan kalau pahlawan kesiangan ini hinggap pada politikus, maka yang terjadi adalah anarkis, moralitas ikut hancur lebur, tak ada lagi bedanya antara politikus dengan anak TK! Anak TK masih lebih baik, kalau ribut dengan sesamanya, tak lama kemudian mereka sudah bisa tertawa dan bermaian bersama dengan ceria!

Tapi bila yang ribut politikus itu akan terbawa ke mana-mana dan memakan waktu lama, timbul dendam dan saling menghancurkan! Kok bisa? Iya, karena para politikus kebanyakan adalah pahlawan-pahlawan kesiangan!

Lalu di mana pahlawan sejati? Hanya Allah SWT yang tahu!

Karena pahlawan sejati tak suka menampakan diri, pahlawan sejati tak perlu gelar pahlawan, pahlawan sejati berjuang dalam diam, pahlawan sejati tak perlu dikenal dan terkenal, pahlawan sejati tak perlu di makamkan di taman makam pahlawan, bahkan malu di makamkan di makam pahlawan, karena merasa tak pantas! Dan kwatir pahalanya dalam berjuang akan terhapus karena pujian atau sanjungan manusia.

Adakah pahlawan sejati? Ada dan banyak, tapi tak diketahui orang banyak! Karena pahlawan sejati bukan pahlawan yang kesiangan, pahlawan sejati dalam segala perbuatan dan dalam perjuangannya ikhlas, seikhlas-ikhlasnya, dia berjuang hanya karena Allah SWT.
 
Dia tak peduli pada pujian atau hinaan manusia, apa kata orang lain, dia tetap menegakkan kalimat illahi di manapun dia berada, sekecil apapun yang bisa dia lakukan! Pahlawan sejati tak perlu gelar, pujian dan penghargaan manusia! Dan sebalkinya pahlawan yang kesiangan sangat membutuhkan gelar, pujian dan penghargaan manusia.


(http://www.eramuslim.com/oase-iman/syaripudin-zuhri-pahlawan-sejati-tak-perlu-gelar.htm)
Cinta adalah sebuah kata yang mungkin mudah untuk diucapkan namun sulit didefinisikan dengan benar,sebagian orang berpendapat bahwa ketika cinta itu didefinisikan, maka keterangan-keterangan pada dasarnya bukanlah tentang cinta itu sendiri.

Ketika seseorang ditanya, apa itu cinta??? Dia hanya menjawab: “Kau akan menyaksikannya hari ini, lusa atau besok”..Lalu yang terjadi kemudian, hari ini lehernya dipenggal, besok jasadnya digantung dan lusa abunya ditebarkan,yang berarti cinta adalah kematian, demikian kita mendengar dari sosok majnun sang pecinta Laila.

Cinta baginya tidak lain merupakan kegilaan, itulah sebabnya ia disebut “Majnun’. Atau Sang GILA.. Begitu pun Dalam kisah Romeo dan Juliet, cinta dalam kisah ini dilukiskan sebagai kehidupan.

Cinta adalah sesuatu yang mampu memberi sayap sayap hidup sehingga menumbuhkan kembali unggas yang sudah mati akibat tertekan. Demikianlah cinta adalah sesuatu kata yang melahirkan keterangan yang berbeda ketika dicoba untuk dimaknai. Cinta seolah menjadi kata yang tidak dapat didefinisikan dalam makna sejatinya.

Semua ekspresi tentang cinta hanyalah berupa penampilan zahir atau fisik yang muncul dari suatu tekanan yang dipaksa untuk dimaknai. Akan tetapi, sering kali kita berkata tentang cinta. Begitu mudahnya kita mengucap dan mengobral kata cinta.Bahkan,setiap orang mengakui adanya cinta dalam dirinya: Pecinta mencintai kekasihnya,suami mencintai istrinya,Orang tua mencinta anaknya dan lainnya.

Cinta sesungguhnya merupakan hal yg niscaya pada manusia. Bahkan, cinta telah menjadi suatu kekuatan individu yang mampu mengubah segalanya. Dengan cinta. Manusia terdorong untuk berbuat sesuatu yang positif yang dalam keadaan biasa boleh jadi dia tidak dapat melakukan nya.

Tapi dengan cinta pula manusia terdorong untuk berbuat sesuatu yang negatif, sehingga cinta telah menjadi sumber bagi terciptanya perilaku. Disini pangkal permasalahannya..!! Jika cinta hanya mengacu orang untuk berbuat kebajikan,tentu tidak ada persoalan. Namun jeleknya cinta juga bisa menggiring manusia ke arah keburukan.

Disamping cinta dapat menyebabkan seseorang untuk melakukan perbuatan terpuji,juga dapat menyebabkan seseorang untuk bertindak keji. Bahkan dorongan kearah keburukan ini sering kali dirasa lebih kuat dibanding kearah kebaikan, lantaran jalan yang terhampar lebih luas dan lebih mudah untuk dilalui, serta biasanya menjanjikan kenikmatan sensual.

Dalam islam,kita meyakini bahwa cinta yg dapat mengarahkan orang kepada kebaikan adalah Cinta kepada Sang pencipta yaitu Allah. Sementara cinta yang tidak ditujukan kepada atau bukan karna allah,pastilah dapat mendatangkan keburukan.

Cinta terhadap dunia semata akan mengakibatkan pengaruh yang buruk yg ditimbulkannya, sebagian ulama menganggap dunia merupakan symbol dari keburukan. Dunia merupakan Antitesis dari akhirat.

Imam al-ghazali mengibaratkan dunia dan akhirat ibarat timur dan barat, jika seseorang cenderung pada salah satunya,ia akan menjauh dari lainnya. Dunia dan akhirat juga diumpamakan sebagai dua wanita yang dimadu, jika dia cenderung kepada salah satunya, maka yang lainnya akan kecewa.

Dapatnya dunia dianggap sebagai symbol keburukan ini tidak terlepas dari fakta bahwa dunia menyimpan banyak hal yang dapat menjerumuskan orang kedalam kelalaian,kemaksiatan dan dosa.
Didalam Al-quran Allah berfirman:

“Ketahuilah,bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanya permainan dan suatu yang melalaikan,perhiasan dan bermegah megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak,seperti hujan yang tanam tanaman nya mengagumkan para petani,kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya berwarna kuning,kemudian menjadi hancur.Dan di akhirat (Nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya.Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”(Q.S.57:20).

Kalau kita lihat secara gamblang ayat ini, Allah memberitahukan kepada kita bahwa kehidupan ini dan kenikmatan tipu dayanya dapat dengan mudah menjerumuskan manusia kearah keburukan sehingga melalaikan manusia dari beribadah kepadaNya,dan kepadaNya lah sgala amal perbuatan dikembalikan , lalu bagaimana kita dapat mencintai dunia?? sedangkan tipu dayanya begitu kuat.

Bukankah cinta adalah hal yang sangat alami terjadi pada manusia,dan merupakan kodrat kemanusiaan yang dianugrahkan oleh Ilahi?? Bukankah kita mencintai istri-istri kita,keluarga kita,orang tua kita, harta benda kita yang smuanya itu merupakan bagian dari kehidupan Dunia??

Jawabannya adalah sederhana, Selalu mengaitkan segala bentuk kencintaan kita terhadap sesuatu hanya untuk mengharap keridhoan Allah,namun tentunya bentuk Cinta itu sendiri harus dilandasi dengan Syariat yang diperbolehkan, jangan sampai kita mencintai sesuatu yang dibenci Allah tetapi kita berniat mencari keridhoan Allah, ya tentunya pasti ditolak oleh Allah..

Namun terkadang kita lupa akan hakikat itu semua,kita terlalu asik berkubang dengan masalah dunia dan tipu dayanya,sehingga masalah akhirat dan kecintaan kita kepada Allah kita kesampingkan begitu saja,mungkin karna lupa, lalai atau kita tak mau peduli dan mengacuhkan smua tanda tanda dan peringatan yang sudah ada jg terlalu tenggelam dalam tipu daya dunia.

Namun semua belum telambat untuk disadari “untuk apa kita hidup’’, dan bagaimanakah seharusnya kita hidup’’.

Mencintai dunia dengan segala kekurangannya atau mengabdi kepada Sang Pencipta dengan segala perintahnya sehingga kita bukan termasuk orang-orang yang menduakan Allah dengan cinta kepada dunia.

Ingatlah bahwa kita akan kembali kepada Allah dan kepadanya jualah kita akan mempertanggung jawabkan segala amal perbuatan kita kelak. Wassalam.



(http://www.eramuslim.com/oase-iman/sulthoni-zsulton-mari-bicara-tentang-cinta.htm)
Mush’ab bin Umair adalah salah satu sahabat yang memeluk Islam pada masa awal keislaman. Ia lahir dan dibesarkan dalam kesenangan. Pada waktu remaja ia menjadi buah bibir gadis-gadis Mekah dikarenakan wajahnya yang rupawan, kekayaan, otak yang cerdas dan akhlaknya yang baik.

Suatu hari ia mendengar berita mengenai Muhammad SAW dan apa yang diajarkannya. Iapun tertarik dan memutuskan untuk pergi ke Darul Arqom, suatu tempat dimana kaum Muslim berkumpul dan belajar. Disana ia mendengar ayat-ayat Al-Qur’an yang begitu mempesona. Hatinya menjadi tenang dan damai mendengar untaian ayat-ayat tersebut. Maka Mush’abpun memutuskan untuk memeluk ajaran baru ini. Namun ibunda Mush’ab adalah seorang yang berkepribadian kuat, pendiriannya tidak dapat ditawar-tawar. Oleh sebab itu Mush’ab memutuskan untuk sementara menyembunyikan keislamannya. Namun tak lama kemudian ibundanya mengetahui hal tersebut. Iapun berusaha membujuk agar Mush’ab mau kembali memeluk ajaran leluhurnya namun Mush’ab menolak sehingga akhirnya ia putus asa dan menghentikan pemberian keuangan serta mengurung Mush’ab di kamarnya dan melarangnya keluar rumah.

Beberapa waktu kemudian Mush’ab mendengar berita bahwa beberapa orang Muslim hijrah ke Habasyi (Ethiopia). Segera Mushabpun memutuskan untuk melarikan diri dan ikut bergabung bersama orang-orang Muslim untuk hijrah ke Habasyi. Beberapa waktu kemudian karena terdengar desas-desus bahwa pihak Quraisy telah mengurangi tekanan terhadap Muslim, mereka memutuskan untuk kembali ke Mekah, begitu pula Mush’ab. Mereka segera menemui Rasulullah dan para sahabat. Demi melihat Mush’ab, Rasulullah menitikkan airmata, penampilan Mush’ab sungguh berbeda, ia berpakaian usang dengan tambalan disana-sini. Rasulullah menatapnya dengan penuh kasih sayang dan bersabda: Dahulu aku lihat Mush’ab ini tak ada yang mengimbangi dalam hal memperoleh kesenangan dari orang-tuanya, kemudian ditinggalkannya semua itu demi cintanya kepada Allah dan RasulNya”.

Setelah peristiwa baiat Aqabah ke 1 pada tahun ke 11 kenabian, Mush’ab ditugasi Rasulullah sebagai duta Muslim ke Madinah untuk mengajarkan Al-Quran dan berbagai pengetahuan lain mengenai Islam kepada penduduk disana. Berkat kecerdasan, kesabaran dan kebesaran jiwanya ia berhasil mengajak sebagian besar masyarakat kota itu untuk memeluk Islam. Itulah sebabnya ia dikenal dengan panggilan Muqri’ul Madinah ( Nara sumber Madinah). Dan sejak itu pula setiap orang yang mengajarkan Al-Qur’an disebut “Mush’ab”. Kemudian pada musim haji tahun berikutnya Mush’ab berhasil mengajak lebih dari 70 kaum Muslimin ke Mekkah dimana kemudian terjadi perjanjian Aqabah 2. Sejak saat itu Mush’ab tidak pernah absen menyertai Rasulullah berperang.

Dalam perang Uhud Mush’ab dipercaya Rasulullah sebagai pembawa bendera pasukan. Peperangan berlangsung sengit. Mulanya pasukan Muslim bisa menguasai keadaan namun ketika pasukan pemanah yang ditugasi untuk bertahan diatas bukit melanggar perintah dikarenakan tergiur oleh banyaknya ghonimah ( rampasan perang ) yang tertinggal di hadapan mereka, keadaan menjadi berubah terbalik. Tanpa diduga pasukan kafir yang dipimpin Khalid bin Walid yang waktu itu belum memeluk Islam menyerang-balik dari balik bukit sehingga pasukan Muslim kocar-kacir. Mush’ab sungguh terkejut. Ia sangat mengkhawatirkan keselamatan Rasulullah. Bila Rasulullah sampai terbunuh di perang tersebut bagaimana nasib kelanjutan ajaran Islam yang baru saja tumbuh itu ??

Lalu iapun segera meneriakkan “ Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul yang sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul ” sambil mengacungkan bendera tinggi-tinggi dan bertakbir sembari menyerang musuh dengan gagah berani. Namun kemudian pihak musuh berhasil menebas tangannya hingga putus. Mush’ab segera memindahkan bendera ke tangan kirinya namun kali inipun ia tidak berhasil menghindar serangan lawan sehingga tangan kirinya juga ditebas pedang musuh. Mush’ab segera membungkuk kearah bendera lalu dengan kedua pangkal lengannya meraihnya ke dada sambil terus bertakbir. Namun kali ini lawan menyerangnya dengan menusukkan tombak ke dada Mush’ab. Mush’abpun gugur sebagai seorang syuhada yang gagah berani. Ironisnya, wajah Mush’ab yang memang mirip Rasulullah itu justru menjadi penyebab berita bahwa Rasulullah telah terbunuh! Hingga membuat pasukan Muslim semakin kacau dan panik.

Diakhir perang, Rasulullah beserta para sahabat meninjau medan perang dan mendapati jasad Mush’ab. Tak sehelaipun kain untuk menutupinya selain sehelai burdah yang andai ditaruh di atas kepalanya terbukalah kedua kakinya. Sebaliknya bila ditutup kakinya maka terbukalah kepalanya. Maka Rasulullah bersabda : ” Tutupkanlah ke bagian kepalanya , kakinya tutuplah dengan rumput idzkir!”.

Itulah akhir perjuangan Mush’ab bin Umair dalam menegakkan agama yang dengan tidak gentar menghadapi musuh-musuh Allah, yaitu orang-orang yang enggan mengakui bahwa “Tiada Tuhan yang patut disembah melainkan Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah”( Laa ilaaha illaLLAH wa asyhadu anna Muhammad Rasulullah).

“ Katakanlah: “Ta`atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir”.(QS. Ali Imran(3):32).
 
Itulah kalimat Tauhid, kalimat yang mampu mengantarkan manusia menuju ridho Sang Khalik, karena memang Dialah yang menciptakan manusia, langit dan bumi serta apa yang ada diantara keduanya. Dialah Zat satu-satunya yang memegang jiwa dan hidup seseorang. Itulah kalimat Syahadat yang merupakan pintu gerbang ke-Islam-an seseorang. Sebuah pengakuan yang akan mengantarkannya kepada kebebasan dan kemerdekaan dari penyembahan, kepatuhan dan ketundukan kepada selain Allah SWT.

“Katakanlah (hai orang-orang mu’min): “Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya`qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”.(QS.Al-Baqarah(2):136).

Syahadat adalah inti ajaran Islam yang mengajarkan keadilan dan persamaan hak. Manusia disisi Allah adalah sama hanya ketakwaan yang membedakannya .

“ Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya`qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”.(QS.Al-Baqarah(2):132).




(http://vienmuhadi.com/2009/01/19/kisah-mush%E2%80%99ab-bin-umair/)
Di dalam Al-Qur’an seringkali Allah سبحانه و تعالى menyatakan bahwa Allah سبحانه و تعالى pasti membalas seorang hamba sebagai ganjaran atas amal-perbuatan yang telah dilakukannya. Perbuatan apapun, apakah berupa sebuah amal baik maupun amal buruk, kedua-duanya pasti bakal diberi ganjaran oleh Allah سبحانه و تعالى .

أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيها جَزَاءً بِما كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (QS Al-Ahqaf 14)

فَأَعْرِضُوا عَنْهُمْ إِنَّهُمْ رِجْسٌ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Maka berpalinglah dari mereka; karena sesungguhnya mereka itu adalah najis dan tempat mereka Jahanam; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan. (QS At-Taubah 95)

Di dalam surah Al-Ahqaf 14 Allah سبحانه و تعالى gambarkan balasan atas amal-perbuatan baik yang mengantarkan pelakunya ke dalam surga. Semoga kita termasuk ke dalam golongan tersebut. Sedangkan di dalam surah At-Taubah 95 justeru sebaliknya, Allah سبحانه و تعالى gambarkan mereka yang berbuat amal-perbuatan buruk sehingga pelakunya diganjar dengan neraka Jahannam. Wa na’udzubillaahi min dzaalika.

Jadi jelas sekali betapa pentingnya pilihan jenis amal-perbuatan apa yang dilakukan seseorang sehingga ia berhak menerima balasan seperti apa dari Allah سبحانه و تعالى . Maka alangkah naifnya bila ada seorang yang mengaku muslim lalu ia tidak pernah merenungkan jenis amal apa yang ia pilih, yang penting menurutnya adalah banyaknya amal. Lalu dia berusaha mengisi waktunya dengan sebanyak mungkin amal. Lebih jauh lagi dia bahkan memandang remeh orang lain yang dinilainya tidak banyak beramal. Sehingga dengan mudah dia menstempel orang lain yang tidak sibuk beramal seperti dirinya sebagai orang-orang yang hanya NATO (no action, talk only). Padahal Allah سبحانه و تعالى memperingatkan kita bahwa ada sementara manusia di dunia ini yang mengira bahwa dirinya sudah banyak berbuat kebaikan namun ternayata di dalam pandangan Allah سبحانه و تعالى justeru mereka itulah orang-orang yang paling merugi.

قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالأخْسَرِينَ أَعْمَالاالَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ

فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا

“Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?" Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (QS Al-Kahfi 103-104)

Apakah faktor yang menyebabkan perbuatan yang mereka sangka baik itu justeru ternyata di mata Allah سبحانه و تعالى adalah sia-sia dalam kehidupan di dunia? Lihatlah penjelasan Allah سبحانه و تعالى pada ayat berikutnya:

أُولَئِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ وَلِقَائِهِ فَحَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فَلا نُقِيمُ لَهُمْ

يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًاذَلِكَ جَزَاؤُهُمْ جَهَنَّمُ بِمَا كَفَرُوا وَاتَّخَذُوا آيَاتِي وَرُسُلِي هُزُوًا

“Mereka itu orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Rabb mereka dan (kafir terhadap) perjumpaan dengan Dia (Allah). Maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat. Demikianlah balasan mereka itu neraka Jahanam, disebabkan kekafiran mereka dan disebabkan mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan rasul-rasul-Ku sebagai olok-olok.” (QS Al-Kahfi 105-106)

Merekalah orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Rabb mereka dan (kafir terhadap) perjumpaan dengan Dia (Allah). Inilah sebabnya..! Jadi, sebabnya terkait dengan masalah yang lebih fundamental daripada urusan beramal, berbuat maupun bekerja. Urusannya terkait dengan hadir-tidaknya iman di dalam dirinya. Iman terhadap ayat-ayat Allah سبحانه و تعالى dan iman terhadap perjumpaan dengan Allah سبحانه و تعالى di hari berbangkit kelak. Barangsiapa yang imannya tidak hadir atau tidak sah, maka berarti ia kafir. Dan kekafiran inilah yang menghapus semua amal kebaikan yang disangka pelakunya bahwa dia telah berbuat sebaik-baiknya.

Iman merupakan prasyarat agar amal apapun yang dipilih seseorang mendatangkan ganjaran kebaikan dari Allah سبحانه و تعالى . Tidak hadirnya iman atau tidak sahnya iman seseorang bakal menghapuskan nilai amal apapun yang telah dikerjakannya. Betapapun banyaknya amal orang itu, namun jika tidak dilandasi oleh hadirnya iman yang benar, maka niscaya merugilah orang itu kelak di akhirat. Sehingga Allah سبحانه و تعالى berfirman: Maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat. Alangkah ruginya dia..! Bayangkan, amal yang banyak itu dihapus oleh Allah سبحانه و تعالى . Tidak mendapatkan penilaian atau pengakuan dari Allah سبحانه و تعالى barang sedikitpun. Di tempat lainnya Allah سبحانه و تعالى berfirman mengenai amal kaum kafir itu:

وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا

“Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” (QS Al-Furqan 23)

وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ
 
“Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana.” (QS An-Nur 39)
Bahkan lebih jauh lagi Allah سبحانه و تعالى berfirman: Demikianlah balasan mereka itu neraka Jahanam, disebabkan kekafiran mereka dan disebabkan mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan rasul-rasul-Ku sebagai olok-olok. Orang-orang itu dipastikan Allah سبحانه و تعالى bakal dibalas dengan neraka Jahannam. Dan mereka diserupakan Allah سبحانه و تعالى dengan orang-orang yang mengolok-olok ayat-ayat Allah سبحانه و تعالى dan rasul-rasulNya.

Saudaraku, sungguh kita harus waspada terhadap masalah ini walupun kita telah mengaku diri sebagai seorang muslim, seorang yang telah berikrar syahadatain, seorang yang menganggap diri termausuk kaum beriman. Sebab Allah سبحانه و تعالى bahkan menyatakan bahwa kebanyakan orang yang menganggap dirinya beriman kepada Allah سبحانه و تعالى ternyata terlibat dalam dosa syirik..!

وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلا وَهُمْ مُشْرِكُونَ

“Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain).” (QS Yusuf 106)

Walau saat membahas ayat di atas Ibnu Katsir mengacu kepada kaum musyrikin Quraisy di kota Mekkah pada masa jahiliah, namun Sayyid Qutb di dalam kitab Fi Zhilalil Qur’an menulis:

Di sana ada juga syirik yang nyata dan tampak jelas. Yaitu ketundukan kepada selain Allah سبحانه و تعالى dalam salah satu perkara hidup, ketundukan kepada suatu hukum yang dijadikan keputusan dalam segala urusan, ketundukan terhadap adat seperti pesta-pesta dan festival-festival meriah yang tidak disyariatkan oleh Allah سبحانه و تعالى , ketundukan dalam pakaian dan seragam yang bertentangan dengan syariat Allah سبحانه و تعالى berkenaan dengan pembukaan aurat dimana nash memerintahkan untuk menutupnya.

Masalahnya, dalam perkara-perkara itu bisa melampaui batas kesalahan dan dosa karena penentangan, ketika hal itu merupakan wujud ketaatan, ketundukan dan kepasrahan kepada adat suatu masyarakat yang dihormati padahal ia adalah bikinan manusia. Sementara itu, perintah Allah سبحانه و تعالى Rabb manusia yang jelas dan bersumber dari-Nya ditinggalkan dan diacuhkan. Pada saat itu perkara tersebut bukan lagi hanya dosa dan kesalahan, tapi sudah menjadi syirik. Karena hal itu merupakan ketundukan kepada selain Allah سبحانه و تعالى dalam perkara-perkara yang menentang perintah-Nya. Dari sudut ini, perkara menjadi sangat berbahaya.

Ayat di atas mengenai sasaran orang-orang yang dihadapi rasulullah صلى الله عليه و سلم di Jazirah Arab, dan mencakup sasaran orang-orang lainnya di setiap zaman dan setiap tempat. (Tafsir Fi Zhilalil Qur’an- jilid 7- Gema Insani- hlm 19)

Ketika Sayyid Qutb mengatakan “Pada saat itu perkara tersebut bukan lagi hanya dosa dan kesalahan, tapi sudah menjadi syirik”, maka kita yang hidup di era badai fitnah dewasa ini sepatutnya berhati-hati dan merasa khawatir. Sebab di dalam Sistem Dajjal begitu banyak –kalau tidak bisa dikatakan seluruhnya- aturan dan hukum yang diberlakukan bukan bersumber dari hukum Allah سبحانه و تعالى melainkan hukum bikinan manusia. Dan Allah سبحانه و تعالى menyatakan bahwa hukum di dunia ini hanya ada dua macam, hukum Allah سبحانه و تعالى atau hukum thaghut. Hukum Allah سبحانه و تعالى wajib ditegakkan dan ditaati, sedangkan hukum thaghut wajib diingkari dan dijauhi. Demikian firman Allah سبحانه و تعالى .

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلالا بَعِيدًا

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.” (QS An-Nisa 60)

Mengomentari ayat di atas Ibnu Katsir menulis:

Ini merupakan pengingkaran Allah سبحانه و تعالى terhadap orang yang mengaku beriman kepada apa yang diturunkan Allah سبحانه و تعالى kepada RasulNya dan kepada para nabi yang mendahului Nabi kita. Walaupun pengakuannya demikian, mereka tetap berhakim kepada selain Kitab dan Sunnah. Demikian pula ayat ini mencela orang yang berpindah dari hukum Allah سبحانه و تعالى dan RasulNya kepada kebatilan selain keduanya, kebatilan itulah yang disebut thaghut di sini. Oleh karena itu Allah سبحانه و تعالى berfirman “Mereka hendak berhakim kepada thaghut”.(Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir-jilid 1-Gema Insani-hlm 742-743)

Dewasa ini hukum Allah سبحانه و تعالى tidak dimuliakan, disucikan dan ditinggikan. Yang dimuliakan adalah hukum bikinan manusia, aturan nenek-moyang, adat-istiadat setempat atau deklarasi hak asasi manusia dan sejenisnya. Apakah manusia modern mengira bahwa Allah سبحانه و تعالى tidak sanggup merumuskan hukum yang memenuhi rasa keadilan seluruh umat manusia? Sehingga mereka lebih memuliakan dan meyakini hukum produk manusia yang dinilai adil, up-to-date dan akomodatif untuk menyerap aspirasi aneka jenis manusia di muka bumi? Jika demikian adanya, sungguh keji logika manusia modern..! Mereka telah gagal menangkap tanda-tanda kebesaran Allah سبحانه و تعالى yang terus-menerus menjamin rezeki segenap makhluk, baik manusia maupun hewan di langit dan di bumi. Kok bisa mereka berprasangka bahwa Dzat yang seperti itu tidak sanggup merumuskan hukum yang adil? Sementara manusia yang tidak sanggup menjamin rezeki untuk dirinya sendiri saja kok malah diyakini produk hukumnya dapat memenuhi rasa keadilan segenap manusia..! Pantas Allah سبحانه و تعالى menantang manusia kafir itu dengan pertanyaan berikut:

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ

“Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS Al-Maidah 50)

Berarti, sudah jelaslah, bahwa kata kuncinya terletak pada kata-kata “bagi orang-orang yang yakin”. Jika sekedar mengandalkan pengakuan seseorang bahwa dirinya muslim atau beriman, maka ini tidak menjamin. Tetapi diperlukan pembuktian lebih lanjut. Pembuktian itulah yang menandakan hadir tidaknya keyakinan alias iman. Sah atau tidaknya iman. Maka jika kita kembali kepada pembahasan di awal mengenai “orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya,” mereka adalah orang-orang yang boleh jadi secara lisan mengaku muslim atau mengaku beriman, tetapi sejatinya di mata Allah سبحانه و تعالى mereka adalah orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah سبحانه و تعالى .

Mereka adalah orang-orang yang hanya sibuk memperbanyak amal namun tidak merenungkan apakah tumpukan amalnya itu sudah benar-benar dilandasi iman yang sah atau tidak. Benarkah mereka telah menjadikan kalimat tauhid sebagai fondasi berbagai amal mereka? Atau mereka sesungguhnya tidak pernah peduli apakah ketika beribadah kepada Allah سبحانه و تعالى mesti disertai pengingkaran kepada thaghut? Atau mereka mengira bahwa banyak beramal merupakan suatu perkara mulia yang pasti bakal mendatangkan kebaikan dari Allah سبحانه و تعالى walaupun amal itu berlandaskan penerimaan diri akan hukum thaghut? Sungguh jauh sekali prasangka mereka dari kebenaran yang Allah سبحانه و تعالى terangkan di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Oleh karena itu dalam ayat berikutnya Allah سبحانه و تعالى menegaskan bahwa orang-orang yang beramal sholeh dengan dilandasi iman yang benar sajalah yang bakal dijamin memasuki surga Firdaus-Nya. Orang-orang yang tidak saja sadar pentingnya beribadah kepada Allah سبحانه و تعالى tetapi juga faham urgensi menjauhi dan mengingkari thaghut.

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّاتُ

الْفِرْدَوْسِ نُزُلا خَالِدِينَ فِيهَا لا يَبْغُونَ عَنْهَا حِوَلا

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal, mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin berpindah daripadanya.” (QS Al-Kahfi 106-107)

Saudaraku, beramal sholeh itu penting. Tetapi yang jauh lebih penting lagi adalah beriman yang benar sebelum beramal. Sebab bila iman sudah benar, maka sekecil dan sesedikit apapun amal seseorang, niscaya ia akan memperoleh balasan yang baik dan berlipat dari Allah سبحانه و تعالى di akhirat kelak. Namun sebaliknya, sebanyak apapun amal seseorang jika tidak dilandasi oleh iman yang benar, niscaya ia akan merugi di akhirat kelak. Sebab Allah سبحانه و تعالى tidak akan memberikan penilaian apapun atas amal yang tidak berlandaskan iman yang benar tadi.

Hidup di era penuh fitnah seperti saat ini banyak sekali ditemukan ancaman terhadap eksistensi iman yang benar. Tawaran untuk mengingkari Allah سبحانه و تعالى sangat banyak dan menggiurkan. Tawaran untuk berkompromi bahkan bekerjasama dengan thaghut sungguh sangat ramai dan menjanjikan keuntungan duniawi. Keadaan dunia dewasa ini sangat tepat digambarkan oleh hadits Nabi صلى الله عليه و سلم berikut ini:

بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ

يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا أَوْ يُمْسِي مُؤْمِنًا

وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنْ الدُّنْيَا

Nabi صلى الله عليه و سلم bersabda: "Segeralah beramal sebelum datangnya rangkaian fitnah seperti malam yang gelap gulita. Di pagi hari seorang laki-laki dalam keadaan mukmin, lalu kafir di sore harinya. Di sore hari seorang laki-laki dalam keadaan mukmin, lalu kafir di pagi harinya. Dia menjual agamanya dengan barang kenikmatan dunia." (HR Muslim - 169) Shahih

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ إِيمَانًا لَا يَرْتَدُّ

“Ya Allah, aku meminta kepadamu keimanan yang tidak akan murtad.” (AHMAD - 4112)


(http://www.eramuslim.com/suara-langit/penetrasi-ideologi/beramal-sebanyak-mungkin-atau-beriman-sebelum-beramal.htm)

Dalam salah satu tulisannya, Sayyid Qutb rahimahullah menulis sebagai berikut:
“Da'wah Islam yang dilakukan Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم hanyalah merupakan mata rantai terakhir dari serentetan da'wah, yang panjang, yang menyeru kepada Islam, yang dilakukan oleh serombongan para Rasul yang mulia ‘alaihimus-salaam. Sepanjang sejarah manusia, tujuan da'wah itu hanya satu saja. Yaitu: mengenalkan manusia kepada Ilah mereka yang satu, Ilah mereka yang sesungguhnya, menegaskan bahwa mereka adalah hamba Ilah mereka yang satu, dan menghilangkan ke-ilah-an makhluk.

Selain dari beberapa gelintir manusia pada saat-saat tertentu dalam sejarah, manusia tidak pernah mengingkari prinsip ketuhanan, atau menolak adanya Ilah sama sekali. Hanya mereka tersalah dalam mengenal hakekat Ilah mereka yang hak itu. Atau mereka perserikatkan Allah سبحانه و تعالى dengan suatu ilah yang lain, baik dalam bentuk kepercayaan atau peribadatan ( الاعتقاد و العبادة), maupun dalam bentuk kepenguasaan dan kepengikutan (الحاكمية و الإتباع ). Kedua bentuk ini adalah sama saja syiriknya, karena keduanya mengeluarkan manusia dari agama Allah سبحانه و تعالى , sebagaimana yang telah mereka kenal dari tangan setiap Rasul. Kemudian manusia itu mengingkari Rasul kalau masa telah berjalan agak lama. Manusia kembali kepada kejahiliyahan yang tadinya Rasul itu telah mengeluarkan mereka dari padanya. Manusia kembali mempersekutukan Allah سبحانه و تعالى sekali lagi. 
Hal ini terjadi baik dalam kepercayaan dan peribadatan, baik dalam hal kepengikutan dan kepenguasaan, mau­pun dalam kedua hal itu sekaligus.” (Buku “Petunjuk Jalan” Sayyid Qutb- Media Da’wah- hlm 66)

Jelas sekali sebagaimana ditulis oleh Sayyid Qutb di atas bahwa Sepanjang sejarah manusia, tujuan da'wah itu hanya satu saja. Yaitu: mengenalkan manusia kepada Ilah mereka yang satu, Ilah mereka yang sesungguhnya, menegaskan bahwa mereka adalah hamba Ilah mereka yang satu, dan menghilangkan ke-ilah-an makhluk.

Tujuan da’wah seperti ditegaskan beliau di atas sangat sesuai dengan ayat-ayat Al-Qur’an dimana Allah سبحانه و تعالى menegaskan bahwa para Nabi dan Rasul Allah semua menyerukan kaumnya masing-masing pesan abadi yang serupa:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): 

"Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu".(QS An-Nahl 36)

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ إِنِّي لَكُمْ نَذِيرٌ مُبِينٌ أَنْ لا تَعْبُدُوا إِلا اللَّهَ

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, (dia berkata): "Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang nyata bagi kamu, agar kamu tidak menyembah selain Allah.” (QS Hud 25-26)

وَإِلَى عَادٍ أَخَاهُمْ هُودًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ إِنْ أَنْتُمْ إِلا مُفْتَرُونَ

“Dan kepada kaum Ad (Kami utus) saudara mereka, Hud. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Ilah selain Dia. Kamu hanyalah mengada-adakan saja.” (QS Hud 50)

Inilah pesan sepanjang zaman yang menjadi inti da’wah Islam. Yaitu mengajak setiap manusia untuk memfokuskan ibadah hanya kepada Allah سبحانه و تعالى seraya meninggalkan berbagai ilah atau thaghut yang merupakan musuh para Nabiyullah ‘alaihimussalam. Demikianlah yang diungkapkan Nabiyullah Ibrahim ‘alaihissalam kepada kaumnya:

قَالَ أَفَرَأَيْتُمْ مَا كُنْتُمْ تَعْبُدُونَ أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمُ الأقْدَمُونَ فَإِنَّهُمْ عَدُوٌّ لِي إِلا رَبَّ الْعَالَمِينَ

Ibrahim berkata: "Maka apakah kamu telah memperhatikan apa yang selalu kamu sembah, kamu dan nenek moyang kamu yang dahulu? Karena sesungguhnya apa yang kamu sembah itu adalah musuhku, kecuali Rabb semesta alam.” (QS Asy-Syuara 75-77)

Selanjutnya Sayyid Qutb menulis: “Selain dari beberapa gelintir manusia pada saat-saat tertentu dalam sejarah, manusia tidak pernah mengingkari prinsip ketuhanan, atau menolak adanya Ilah sama sekali. Hanya mereka tersalah dalam mengenal hakekat Ilah mereka yang hak itu.Menurutnya, manusia pada umumnya tidak mengingkari prinsip ketuhanan atau menolak adanya ilah sama sekali. Artinya, sekedar mengaku ber-ilah bukanlah hal yang istimewa, sebab pada umumnya manusia memang mengakui adanya ilah bagi mereka. Tetapi mereka sering tersalah di dalam mengenal, memahami dan memuliakan ilah yang hak itu.

Malah lebih lanjut beliau menulis: “Atau mereka perserikatkan Allah سبحانه و تعالى dengan suatu ilah yang lain, baik dalam bentuk kepercayaan atau peribadatan ( الاعتقاد و العبادة), maupun dalam bentuk kepenguasaan dan kepengikutan (الحاكمية و الإتباع ).Sering pula terjadi bahwa manusia memperserikatkan Allah سبحانه و تعالى dengan suatu atau beberapa ilah lainnya. Artinya manusia menjadikan bersama Allah سبحانه و تعالى partner yang disetarakan, disejajarkan atau disandingkan dengan Allah سبحانه و تعالى Dzat yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Dzat yang tidak bisa diserupakan dengan apapun dan siapapun. Dzat yang menjadi tempat bergantung segenap makhluk di langit maupun di bumi dan semua yang ada di antara keduanya. Dan sialnya lagi, manusia menyekutukan Allah سبحانه و تعالى bukan saja dalam bentuk kepercayaan atau peribadatan ( الاعتقاد و العبادة), yang mana hal ini sudah sangat diketahui dan diwaspadai oleh banyak muslim sebagai suatu dosa besar yang tidak bakal bisa diampuni Allah سبحانه و تعالى.

إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ
لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا بَعِيدًا

“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.” (QS An-Nisa 116)

Sudah relatif banyak muslim yang faham bahwa dalam hal keyakinan (di dalam hati) atau peribadatan (seperti sholat atau bersujud) dia mestilah mengesakan Allah سبحانه و تعالى semata. Allah سبحانه و تعالى tidak mereka dua-kan, tiga-kan atau lebih di dalam hatinya. Dia tahu itu adalah salah satu bentuk dosa tak terampuni, yakni syirik. Dia juga tahu bahwa jika dia ruku atau sujud di hadapan sesuatu atau seseorang selain Allah سبحانه و تعالى berarti itu merupakan bentuk dosa tak terampuni, yakni syirik. Setiap muslim –pada umumnya- sadar dan waspada untuk tidak mempartnerkan Allah سبحانه و تعالى dalam aspek keyakinan dan peribadatan. Ini sudah jelas.

Namun Sayyid Qutb kemudian memperingatkan kita bahwa dosa mempersekutukan Allah سبحانه و تعالى tidak hanya terjadi dalam aspek keyakinan dan peribadatan. Ia menulis: “...maupun dalam bentuk kepenguasaan dan kepengikutan (الحاكمية و الإتباع ). Jadi, juga termasuk dosa tak terampuni –yakni syirik- bila seorang muslim men-dua-kan atau lebih Allah سبحانه و تعالى dalam aspek kepenguasaan dan kepengikutan. Artinya, bila ada seorang yang mengaku muslim tetapi ia rela atas kepenguasaan fihak selain Allah سبحانه و تعالى maka ia telah terlibat dalam salah satu bentuk dosa tak terampuni, yakni syirik. Begitu pula, bila ada seorang yang mengaku muslim namun rela menyerahkan kepengikutan atau ketaatannya kepada fihak selain Allah سبحانه و تعالى berarti ia telah terlibat dalam salah satu bentuk dosa tak terampuni, yakni syirik.

Sehingga di bagian lain tulisannya, Sayyid Qutb menulis: Inilah bentuk da'wah yang menyeru kepada Allah sepanjang perputaran sejarah manusia. Tujuannya adalah "Islam". Atau penyerahan. Penyerahan hamba kepada Rabb hamba itu. Melarang mereka untuk menyembah hamba (manusia) yang lain dan menyuruh mereka untuk hanya menyembah Allah saja. Mengeluarkan manusia dari lingkaran kekuasaan hamba dan memasukkan mereka kepada lingkaran Allah dalam hal kepenguasaan, hukum, nilai dan tradisi. Dalam segala segi persoalan kehidupan. Tentang persoalan inilah Islam datang dengan perantaraan Muhammad صلى الله عليه و سلم . Sebagaimana dahulunya Islam telah datang di tangan para Rasul yang mulia Islam datang untuk mengembalikan manusia kepada penguasaan Allah.

Kekuasaan yang mengatur hidup manusia haruslah kekuasaan yang mengatur adanya manusia itu. Manusia tidak boleh menyeleweng dan mengadakan sistim sendiri, kekuasaan sendiri, kebijaksanaan sendiri, lain dari sistim, kekuasaan dan kebijaksanaan (Allah) Yang telah mengatur seluruh alam semesta. Dia (Allah) yang bahkan telah mengatur adanya manusia itu sendiri dalam kehidupan mereka yang di luar kehendak mereka. Manusia tunduk kepada undang-undang fitri yang telah dibuat Rabb dalam penciptaan dan pertumbuhan mereka, dalam sehat-sakitnya mereka, dan da­lam hidup-matinya mereka. Sebagaimana halnya manusia itu harus tunduk kepada undang-undang ini dalam persatuan sosial mereka dan kepada akibat yang mereka derita sebagai hasil kebebasan gerakan mereka sendiri. Mereka tidak sanggup merubah sunnatullah dalam hal peraturan alam-semesta yang me­ngatur alam semesta ini dan tindak-tanduknya.” (Buku “Petunjuk Jalan” Sayyid Qutb- Media Da’wah- hlm 67)

Berdasarkan itu, maka sepatutnya setiap manusia memeluk dienullah Al-Islam, menerima syariat Allah سبحانه و تعالى dan tunduk kepada hukum Al-Qur’an bila ia ingin menjalani hidup yang selaras antara aspek fitri dirinya yang tunduk kepada sunnatullah aturan Allah سبحانه و تعالى yang berlaku di alam semesta, dengan aspek iradi (kehendak) yang membebaskan dirinya memilih antara menjadi mu’min taat atau kafir ingkar kepada Allah سبحانه و تعالى Rabb semesta alam. Bila ia memilih menjadi mu’min taat berarti ia bakal menjalani kehidupan yang selaras dan serasi dengan gerak alam dan gerak fisik dirinya. Bila ia memilih menjadi kafir yang ingkar kepada Allah سبحانه و تعالى , maka ia menjalani kehidupan yang kontradiktif dengan gerak fisik dirinya dan dengan gerak alam yang melingkupinya.

أَفَغَيْرَ دِينِ اللَّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ

“Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah (Al-Islam), padahal kepada-Nya-lah “aslama” (berserah diri) segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan.” (QS Ali Imran 83)

Oleh karena itu Sayyid Qutb selanjutnya menulis: “Tetapi faham jahiliyah yang berdasarkan berkuasanya manusia atas manusia, dan dengan begitu telah menyeleweng dari wujud adanya alam semesta dan bertentangan antara sistim segi iradi dan segi fitri dari kehidupan manusia, maka faham jahiliyah seperti inilah yang telah dihadapi oleh setiap Rasul yang menyeru kepada Islam, terhadap penyerahan diri kepada Allah saja. Faham ini pulalah yang telah dihadapi Rasulullah صلى الله عليه و سلم ketika beliau berda'wah.” (Buku “Petunjuk Jalan” Sayyid Qutb- Media Da’wah- hlm 67)

Kutipan paragraf buku Petunjuk Jalan di atas menegaskan bahwa setiap Rasul yang menyeru kepada Islam selalu berhadapan dengan “faham jahiliyah yang berdasarkan berkuasanya manusia atas manusia”. Setiap Nabi dan Rasul yang menyeru manusia agar hanya menghamba kepada Allah سبحانه و تعالى serta menjauhi segenap ilah dan thaghut senantiasa bertolak-belakang dengan seruan jahiliyah apapun yang pada intinya berdasarkan penghambaan manusia atas sesama manusia lainnya. Apapun nama seruan atau faham jahiliyah tersebut.

Oleh karena itu kita dapati dewasa ini kaum muslimin yang peduli menegakkan tauhid secara murni dan konsekuen tidak dapat menerima berbagai faham dan ideologi bikinan manusia, apapun nama dan bentuknya. Sebab setiap faham dan ideologi selain Islam pastilah bukan dari Allah سبحانه و تعالى , sehingga di dalamnya mesti mengandung keharusan mengakui berkuasanya manusia atas manusia lainnya. Misalnya faham demokrasi, di dalamnya ada segelintir orang yang diberikan wewenang serta kekuasaan untuk menetapkan hukum dan perundang-undangan agar diberlakukan dan wajib ditaati oleh sekian banyak manusia di luar mereka yang disebut rakyat kebanyakan. Padahal segelintir orang tersebut tidak menetapkan hukum dan perundang-undangan berlandasakan hukum tertinggi dan tanpa cacat, yakni hukum Allah سبحانه و تعالى . Mereka wajib dan hanya boleh menetapkan hukum dan perundang-undangan di dalam bingkai faham dan ideologi bikinan manusia yang disebut Konstitusi atau Nasionalisme.

Berarti sekian banyak manusia (baca: rakyat) tersebut diwajibkan mengakui kekuasaan segelintir manusia atas diri mereka semua. Inilah hakekat jahiliyah. Berarti segelintir manusia tadi telah memainkan peran sebagai Rabb selain Allah سبحانه و تعالى . Sebab di dalam Islam, hak menetapkan hukum, menetapkan mana yang halal dan mana yang haram hanyalah milik Allah سبحانه و تعالى .

إِنِ الْحُكْمُ إِلا لِلَّهِ

“…menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah…” (QS. Al An’am 57)

Sedangkan rakyat kebanyakan tersebut berarti telah menyerahkan kekuasaan dan ketaatan mereka kepada fihak selain Allah سبحانه و تعالى . Dan itu berarti mereka telah memilih untuk meninggikan hukum selain hukum Allah سبحانه و تعالى . Padahal di dalam Al-Qur’an Allah سبحانه و تعالى hanya menawarkan dua pilihan saja dalam urusan berhukum. Yakni hukum Allah سبحانه و تعالى atau hukum jahiliyah.

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ

“Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS Al-Maidah 50)

Dan begitu rakyat menolak untuk mengutamakan hukum Allah سبحانه و تعالى alias menerima hukum jahiliyah, maka Allah سبحانه و تعالى segera memvonis mereka telah bertahkim kepada hukum thaghut, padahal orang-orang yang mengaku beriman telah diperintahkan oleh Allah سبحانه و تعالى untuk mengingkari thaghut, jangan hendaknya meninggikan, memuliakan apalagi meng-ilahkan thaghut...!

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ
يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلالا بَعِيدًا

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.” (QS An-Nisa 60)

Kemudian yang membuat kita menjadi sangat prihatin melihat keadaan ini ialah karena Sayyid Qutb menyatakan: “Selain dari beberapa gelintir manusia pada saat-saat tertentu dalam sejarah, manusia tidak pernah mengingkari prinsip ketuhanan, atau menolak adanya Ilah sama sekali. Hanya mereka tersalah dalam mengenal hakekat Ilah mereka yang hak itu. Atau mereka perserikatkan Allah سبحانه و تعالى dengan suatu ilah yang lain, baik dalam bentuk kepercayaan atau peribadatan ( الاعتقاد و العبادة), maupun dalam bentuk kepenguasaan dan kepengikutan (الحاكمية و الإتباع ). Kedua bentuk ini adalah sama saja syiriknya, karena keduanya mengeluarkan manusia dari agama Allah سبحانه و تعالى , sebagaimana yang telah mereka kenal dari tangan setiap Rasul.” (Buku “Petunjuk Jalan” Sayyid Qutb- Media Da’wah- hlm 66)

Baik seseorang mempersekutukan Allah سبحانه و تعالى dalam bentuk kepercayaan dan peribadatan maupun dalam bentuk kepenguasaan dan kepengikutan, maka kedua bentuk ini adalah sama saja syiriknya.

Na’udzubillahi mindzaalika...!

Ya Allah, jadikanlah kami sebagaimana para pemuda Kahfi yang menyerukan dan istiqomah dengan seruan lantang kalimat al-haq sebagai berikut:

رَبُّنَا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ لَنْ نَدْعُوَ مِنْ دُونِهِ إِلَهًا لَقَدْ قُلْنَا إِذًا شَطَطًا

"Rabb kami adalah Rabb langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru ilah selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran".(QS Al-Kahfi 14)


(http://www.eramuslim.com/suara-langit/penetrasi-ideologi/da-wah-penghambaan-kepada-allah-semata-dan-menjauhi-semua-thaghut.htm)
“Barat tempatmu bergantung, telah menipu otakmu dan menyihir jiwamu. Barat tempatmu bergantung, telah menipu dirimu. Sekali dengan bujuk halus dan rayuan, sekali dengan belenggu dan jeratan” (Muhammad Iqbal).
*Oleh, Nuim Hidayat

Akhir-akhir ini berkembang (dikembangkan) pemahaman-pemahaman Islam yang membingungkan. Muncul sebuah istilah yang sepintas lalu seolah-olah benar, padahal mempunyai makna yang cenderung salah. Misalnya istilah Islam Anti Kekerasan, Islam Membebaskan, Islam Inklusif dan lain-lain. Kemunculan istilah itu dipahami sebagian kalangan Islam sebagai propaganda Barat untuk memecah belah umat Islam, sementara sebagian yang lain menganggap hal itu adalah sebagai khazanah umat Islam atau wacana kebebasan Islam.

Untuk memahami berbagai istilah itu, maka perlu perenungan yang mendalam terhadap kebenaran istilah itu. Karena penggunaan istilah itu seringkali digunakan kalangan tertentu (biasanya didukung para orientalis) untuk merendahkan atau memberi stigma kepada kelompok Islam lainnya. Sehingga dikampanyekan istilah-istilah Islam Garang, Islam yang membelenggu, Islam Radikal, Islam Garis Keras, Islam Militan dan semacamnya.

Kita akan menelisik beberapa istilah yang membingungkan itu. Penggunaan istilah Islam anti kekerasan misalnya, sebenarnya sangat tidak tepat. Karena Islam kenyataannya mengajarkan kekerasan. Seperti ajaran jihad dalam Islam. Jihad kita ketahui, diwajibkan ketika sebuah wilayah kaum Muslimin dijajah, penduduknya diusir atau dianiaya. Maka penggunaan kekerasan dengan fisik (jihad) melawan “penzalim” dalam Islam bukan saja dibolehkan bahkan wajib dilakukan. Seperti kewajiban jihad penduduk Palestina kepada Israel atau penduduk Islam Maluku ketika mereka diserang bulan Januari 1999.

Begitu juga seorang Bapak dibolehkan menggunakan kekerasan (tidak menyakitkan) kepada anaknya ketika usianya 6 tahun, tapi tetap bandel tidak mau sholat. Jadi Islam bukanlah anti kekerasan, tapi Islam mengatur kekerasan. Sebagaimana hukum-hukum lain yang ada di dunia ini juga mengatur penggunaan kekerasan.

Sangat tidak lucu bila sebuah masyarakat penduduknya diperangi, mereka kemudian berdiam diri, tidak mengadakan pembalasan yang setimpal. Dalam hal ini perlu diteladani ketika Ulama Abu’l Hasan An Nadwi (An Nadwi:1988, hal. 126-127) mengritik keras gerakan tokoh anti kekerasan Mahatma Gandi di India. Kata Nadwi: “Seruan Gandhi tak lebih dari debu tak berarti di tengah bentrokan-bentrokan antar golongan yang hebat di Punjab Timur dan New Delhi bulan September 1947 yang meminta korban lebih dari setengah juta jiwa kaum Muslimin melayang dalam pembantaian kejam dan biadab…Semua kegagalan Gandhi ini menunjukkan bahwa cara perbaikan masyarakat yang diserukan Nabi adalah cara yang tepat, sesuai dengan naluri manusia. ”

Dalam ilmu politik, kekerasan atau perang itu justru harus disiapkan agar masyarakat dapat damai. Dalam teori “Balance of Power”, seperti pendapat pakar politik J. Morgenthau, dikatakan bahwa negara-negara di dunia ini bila ingin damai maka harus membuat kekuatan militer yang seimbang. Dengan keseimbangan kekuatan militer (perang) itu, maka negara yang satu akan berpikir ulang untuk melakukan invasi (menzalimi) negara lain secara semena-mena. Perang seringkali terjadi karena ada anggapan bahwa kekuatan militer yang lain dianggap tidak seimbang (lebih lemah). Disini kita lihat bagaimana “liciknya” politik Amerika tidak mau keseimbangan nuklir terjadi di dunia (khususnya negara-negara Islam).

Kita melihat juga, dalam sejarah manusia perang sebagaimana kejahatan (syetan) tidak pernah berhenti. Karena itu benar firman Allah SWT : “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu dan boleh jadi jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS Al Baqarah 216).

Dalam sejarah Nabi Muhammad saw, kita melihat bagaimana beliau dan sahabat-sahabatnya puluhan kali berperang dengan kaum kafir yang menzalimi umat Islam. Karena itu Rasulullah, dalam beberapa hadits, menganjurkan umatnya agar belajar “latihan perang”, seperti berkuda (berkendaraan), memanah (menembak) dan berenang. Juga banyak ayat-ayat Al Qur’an dan Hadits yang memberikan teladan tentang aturan-aturan perang (pembunuhan).

Disisi lain, ketika Islam begitu bersemangat mengajarkan jihad atau peperangan, di saat yang sama, Islam juga sangat menganjurkan perdamaian atau toleransi. Rasulullah mengajarkan bila orang-orang kafir tidak menzalimi umat Islam atau tidak melakukan peperangan, maka umat Islam juga siap berdamai. Dalam sejarah, kita baca tentang berbagai perjanjian damai yang dibuat beliau, seperti: perjanjian Hudaibiyah, Piagam Madinah dan lain-lain.

Nabi terakhir ini, juga mengajarkan toleransi yang tinggi kepada umatnya. Banyak hadist menceritakan tentang kunjungan Nabi saw kepada seorang Yahudi ketika sakit, bersedianya Nabi makan di rumah orang kafir, sedekah Nabi kepada tetangganya yang kafir dan lain-lain. Toleransi (tasamuh) yang tinggi umat Islam itu telah ditorehkan sejarah Islam, termasuk dalam sejarah perang Salib sebagaimana dinyatakan sejarawan Karen Amstrong.

Kita melihat juga Al Qur’an sangat melarang pembunuhan kepada manusia tanpa alasan yang benar. Firman Allah SWT : “Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.” (QS Al Maidah 32).

Jadi sifat keras dan halus, secara bersama-sama diajarkan Islam. Disitulah justru letak keistimewaan atau keeksklusifannya. Islam secara bersama-sama mengajarkan kekerasan dan perdamaian. Tergantung situasi yang dihadapinya. Seorang Muslim akan kelihatan radikal, militan atau garang ketika Islam atau umat Islam dizalimi oleh musuhnya. Ia akan kelihatan toleran atau “halus”, ketika menjenguk temannya yang non Islam yang sakit. Akan kelihatan lebih “halus lagi”, ketika ia tunduk serendah-rendahnya, bersujud sholat tahajud kepada Rabbnya di malam hari atau air matanya meleleh deras ketika mendengar ayat-ayat tertentu dalam Al Qur’an.

Istilah lain yang cukup mengganggu adalah istilah Islam yang membebaskan. Bila kita merenung dan mengkaji secara mendalam terhadap Islam, maka Islam sebenarnya secara bersama-sama membebaskan dan mengikat pemeluknya. Islam memang membebaskan berfikir bagi manusia, selama pemikirannya tidak menyimpang dari aturan Allah (dari nash-nash Al Qur’an dan Al Hadits yang qath’i). Islam membebaskan manusia berkreasi seluas-luasnya dalam ilmu dan teknologi. Islam juga mengharapkan kemandirian manusia, membebaskan manusia dari ketundukan atau “perbudakan” manusia lainnya, karena berpinsip ketundukan hanyalah kepada Allah Yang Menciptakannya.

Tapi tidak dipungkiri, Islam juga mengikat seorang Muslim dengan kewajiban-kewajiban sholat, kewajiban puasa, zakat, menutup aurat dan lain-lain. Hal itu sebenarnya adalah logis, sebagaimana juga hukum-hukum manusia selain memberikan kebebasan, juga membuat aturan-aturan baik individu maupun masyarakat.

Bahkan kadang lebih “ketat” lagi: seperti kita lihat sekarang aturan penghormatan bendera, protokoler presiden/menteri, aturan memakai seragam/helm dan lain-lain. Dalam menghukum, seringkali hukum manusia lebih ganas dan tidak adil, seperti pencuri 10 juta (motor) dibakar hidup-hidup sedangkan pencuri trilyunan rupiah dibebaskan berkeliaran bahkan diberi tambahan modal baru!

Kelebihan Islam, aturan-aturannya mengandung butir-butir hikmah yang besar bagi manusia. Para ulama banyak menulis kitab tentang hikmah-hikmah positif syariat Islam itu: hikmah sholat, hikmah zakat, hikmah menutup aurat, hikmah puasa, hikmah hukum qishash dan lain-lain. Dengan kata lain ketika seorang Muslim menjalankan aturan Islam (syariat Islam), ia tidak merasa dibelenggu sebagaimana menjalankan banyak “hukum manusia”. Tapi justru ia merasa tenteram atau tenang, karena ia menjalankan aturan-aturan dari Sang Pencipta dan Sang Maha Tahu.

Al Qur’an sendiri dengan teks yang jelas, memberi kebebasan bagi seorang manusia mau menjadi Muslim atau menjadi kafir. Masing-masing dengan konsekwensinya. Al Qur’an menegaskan, bila seorang menjadi Muslim maka akan masuk surga dan bila ia memilih kafir, maka ia akan masuk neraka di akherat nanti. Dan Allah SWT tidak akan menzalimi hamba-Nya.

Kata-kata kebebasan –yang dipropagandakan “Barat” untuk melawan keterikatan kepada agama —memang seolah-olah indah dan di dalam katanya mengandung makna kebahagiaan. Tapi, benarkah ideologi kebebasan secara otomatis akan membahagiakan manusia? Kenyataannya justru sebaliknya. Kebebasan (Barat) justru membawa banyak kesengsaraan manusia lainnya. Misalnya: kebebasan seks, berselingkuh dan hidup tanpa nikah, ternyata menyebabkan kesengsaraan dan kehancuran rumah tangga, liarnya kehidupan remaja, merebaknya penyakit aids, hilangnya kepekaan sosial dan lain-lain. Kebebasan pergaulan menyebabkan anak kena narkoba dan tawuran. Kebebasan minuman beralkohol, menyebabkan kerusakan otak dan akhlak.

“Kebebasan perdagangan” yang dipropagandakan Barat malahan justru memeras kekayaan negara-negara berkembang, menghambat kemakmuran negara berkembang dan memperbanyak kematian penduduk negara-negara miskin karena kelaparan dan lain-lain. Kebebasan memelihara anjing yang berlebihan, menyebabkan orang-orang di Barat lebih semangat mengeluarkan uang untuk makanan dan kesehatan anjing, daripada mengeluarkan bantuan untuk orang-orang miskin di negara-negara berkembang. Kita saksikan, kebebasan mode-mode perempuan, justru mengakibatkan banyaknya pelacuran. Banyak anak-anak gadis “harus” melacur untuk mendapatkan uang sekedar untuk membeli mode pakaian terbaru, handphone dan hiburan-hiburan “kebahagiaan semu”. Di samping juga pikiran mereka menjadi terbelenggu (tidak nyaman), karena selalu dituntut tampil ke publik harus “cantik fisik”, selaras dengan dikampanyekannya “fashion show” atau tepatnya “body show”.

Pertanyaannya, manakah yang dicari manusia (Muslim) sebenarnya: kebebasan atau kebahagiaan?
Jawabannya tentu manusia dalam hidup ini mencari kebahagiaan. Kebebasan kadang menjadi sarana dan kadang jadi penghambat. Karena itu, yang tepat Islam itu menentramkan atau membahagiakan manusia bukan membebaskan manusia. Jadi, kebebasan itu ternyata tidak selamanya membuat manusia menjadi tenteram atau bahagia, malahan seringkali membuat manusia menjadi sengsara.
Kita dapati dalam sejarah banyak ulama-ulama yang dipenjara, dibelenggu kebebasannya, tapi hidupnya tetap tenang dan tenteram. Ibnu Taimiyah, Sayid Qutb dan Hamka mengukir karya-karya besarnya ketika berada di terali besi.

Setelah meneliti tentang berbagai pendapat para filosof tentang arti bahagia, Ulama Besar Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka) menyatakan bahwa manusia berbeda-beda dalam memimpikan kebahagiaan. Si miskin, menganggap si kaya yang bahagia. Orang Bodoh menganggap si Pintar yang bahagia. Orang bujang memimpi orang nikah bahagia. Tapi, kenyataannya tidak demikian. Kadang si kaya melihat si miskin yang bahagia. Ia merasa tidak bahagia karena selalu khawatir hartanya dirampas orang.

Orang yang menikah merasa tidak bahagia, karena waktunya terbelenggu keluarganya dan seterusnya. Karena itu Ulama Besar Buya Hamka menasehatkan: “Bertambah luas akal, bertambah luaslah hidup, bertambah datanglah bahagia. Bertambah sempit akal, bertambah sempit pula hidup, bertambah datanglah celaka. Oleh agama, perjalanan bahagia itu telah diberi akhir. Puncaknya yang penghabisan ialah kenal akan Tuhan, baik ma'rifat kepadaNya, baik taat kepadaNya dan baik sabar atas musibahNya. Tidak ada lagi hidup di atas itu.”

Hal itu senada dengan firman Allah SWT : “Barangsiapa mentaati Allah dan RasulNya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar (kebahagiaan yang berlipat-lipat).” (QS Al Ahzab:33). Walhasil, ada udang dibalik batu dalam sebuah istilah. Dan jangan terbujuk kehalusan politik bahasa!


(http://www.eramuslim.com/berita/analisa/islam-itu-ekslusif-toleran-dan-membahagiakan.htm)