Pertarungan Elit Islam Di Indonesia Sangat Membingungkan

Munculnya Radio Rodja, majalah-majalah seperti As-Sunnah dan ad-Dakhiirah, penerbit-penerbit seperti Pustaka Imam Asy-Syafi’i dan Pustaka Darussunnah, ma’had-ma’had salafi seperti Ma’had Ihya as-Sunnah dan Ma’had Imam Bukhari merupakan bukti diterimanya dan berkembangnya paham SALAFY di Indonesia.

Lumrah saja para pembela bid’ah hasanah (baca: NU) yang sedang asyik duduk santai di tahta mereka, kelimpungan dengan aksi para da’i salafi ini. Pilar-pilar kekuasaan mereka yang telah eksis di bumi nusantara lebih dari satu abad RONTOK satu demi satu. Terbukti dengan banyaknya kader kader NU yang memilih keluar dari keanggotaannya selama ini.

Tak heran, karena salah satu bidikan dakwah salafi adalah mengenai bid’ah hasanah yang diyakini mayoritas orang indonesia (baca : Nahdliyin alias NU) merupakan ajaran yang dihalalkan oleh agama. Tentu saja para pembela bid’ah ini tak mau tinggal diam melihat masjid-masjid mereka ‘dijajah’ oleh salafiyyun. Debat atau lebih tepatnya disebut perang pemahaman, tak dapat dihindarkan. .

Ada secercah harapan, ketenangan dan rasa syukur melihat keberhasilan kaum salafi mendakwahkan manhaj mereka (dalam masalah bid’ah). Setidaknya dapat mengurangi intensitas bid’ah yang sangat tinggi di Indonesia, mulai dari bid’ah yang ecek-ecek seperti tahlilan hingga yang akbar seperti tawasulan di kuburan para wali

Berbagai manuver dalil yang diluncurkan para ahli bid’ah untuk membela bid’ah hasanah langsung dipatahkan seketika itu juga. Maka untuk menyiasati kekuatannya, para ahli bid’ah hasanah menyasar kepada segmen low-end (ORANG AWAM) untuk menyebar paham mereka.

Ahli bid'ah itu sangat mengerti, orang-orang yang awam jika disodorkan produk yang dibungkus cantik, mereka langsung berjoget-joget kegirangan, tak mengerti bahwa tak semua yang kelihatannya bagus adalah bagus. Begitu pula bid’ah hasanah yang nampaknya hasanah padahal sesat. Dalil-dalil yang mereka gunakan juga tidak keluar dari hadits dha’if, penyalahtafsiran al-Qur’an dan pemelintiran perkataan ulama.

Alih-alih memuji dakwah salafi, muncul kekhawatiran lain yang jauh lebih besar. Telah menjadi kemafhuman yang tak terbantahkan, bahwa orang-orang salafi sangat benci dengan yang namanya ‘teroris’. Ya, teroris dalam tanda petik. Kelompok yang mereka nisbatkan kata ‘teroris’ sejatinya adalah kaum muslimin yang berusaha menegakkan syari’at islam di bumi dengan pemahaman mereka (jihad).

Walaupun kaum salafi menolak tuduhan ini, tapi kenyataan tak dapat didustakan. Para ulama mujahid kontemporer seperti Sayyid Quthb, Hasan al-Bana dan Abu Bakar Ba’asyir –yang ada di negeri kita— yang terbukti membela syariat dengan jihad, mereka cap dengan istilah khawarij, teroris bahkan kilaabun-naar. Astaghfirullahal 'Adziem...

Bahkan mereka mentafsirkan jihad masa kini adalah sekedar menuntut ilmu saja, kemudian duduk di tengah majlis lalu mengisi kajian-kajian yang intinya memerintahkan kaum muslimin untuk menuntut ilmu, lalu duduk di majlis dan diajarkan kepada para jamaah sebagaimana sebelumnya dan begitu seterusnya. Tak ada i’dad atau latihan militer.

Mereka juga ‘tega’ mengajarkan—sebagaimana yang saya dengar sendiri di Ma’had Ihya As-Sunnah Tasikmalaya—bahwa negara Indonesia adalah negara Islam meskipun berhukum pada Pancasila dan UUD 45, karena mayoritas penduduknya adalah islam dan syi’ar-syi’ar islam seperti adzan dan shalat tidak dilarang.

Pemahaman yang sengaja di-blur ini mau tak mau, berantai pada pemahaman tentang ulil amri dan jihad. Karena negara Indonesia ini adalah negara Islam, maka presiden negara ini adalah ulil amri yang tidak boleh diberontak sezhalim apapun dia sebagaimana haramnya memberontak Yazid bin Muawwiyah yang menjadi khalifah pengganti ayahnya meski dia telah melakukan kekejaman terhadap kaum muslimin yang tidak bisa disebutkan dalam tulisan ini.

Jadi, jika ada yang melakukan pemberontakan–dalam perkara ini adalah mereka yang menyeru pada syariat islam dengan jihad— maka orang-orang salafi melabelinya dengan khawarij dan wajib memusuhinya. Jihadpun jika tidak ada izin dari ulil amri_SBY, maka haram dilakukan kecuali jika ingin digelari dengan gelar bughat.

Di pihak para pembela syariat dengan jihad (selanjutnya disebut kelompok jihadis), tentu saja mereka tak rela dicap khawarij oleh salafiyyun karena memang pelabelan tersebut adalah sebuah fitnah yang mungkar lagi keji. Perang dalil pun terulang kembali.

salafi vs jihadi.
Sebuah nilai plus bagi orang-orang jihadi karena mereka memiliki senjata yang tidak kalah canggih dari salafiyyin. Mereka juga punya stasiun radio, majalah, situs, dan pesantren-pesantren yang memompa semangat jihad. Hal ini tentu membuat salafiyyin seperti kebakaran jenggot. Untuk menyiasati kekuatannya, orang-orang salafi menyebarkan manhajnya kepada segmen high-end dan middle-end. Sehingga tak heran jika kebanyakan pesantren yang gratis adalah milik salafi karena mereka memiliki donatur-donatur yang kaya raya dari dalam maupun luar negeri.

Nah lucunya, ketika salafi dan jihadi sedang bertempur membela manhajnya masing-masing, kelompok bid’ah hasanah menyelusup ke dalam barisan jihadi seperti ular berbisa lalu menebar racunnya secara membabi buta, entah kepada jihadi atau kepada salafi.

Kalau kita lihat, salah satu bentuk serangan jihadi kepada salafi adalah dengan menisbatkannya kepada istilah ‘wahabi’. Kemudian mereka memaparkan kesesatan-kesesatan kaum wahabi yang salah satunya adalah suka mengkafirkan dan mencap sesat orang-orang diluar kelompoknya.

Kelompok bid’ah hasanah juga ikut-ikutan menisbatkan salafi kepada wahabi seraya menyebutkan kesesatan-kesesatan wahabi yang ditulis oleh para ulama terkemuka. Hanya saja bedanya dengan kelompok jihadi, kelompok ini (pembela bid’ah hasanah) menambahkan satu kesesatan wahabi yang tidak pernah disebutkan orang jihadi, yakni menolak bid’ah hasanah. Nah lho?

Kenapa ahlul bid’ah hasanah tidak menyerang kelompok jihadi? Pertama karena suara jihadi tentang sesatnya segala jenis bid’ah bisa dibilang sangat lirih bahkan sangat jarang terdengar dalam ceramah Ustad Abu Bakar Ba’asyir atau Habib Rizieq sebagai icon kelompok ini. Mereka lebih fokus pada penerapan syariat islam terutama masalah hudud di Indonesia.

Berbeda dengan teriakan salafi yang selalu membuat telinga para pembela bid’ah serasa tersambar petir. Kedua, karena keberadaan jihadi sangat menguntungkan mereka (ahli bid’ah). Mereka tidak perlu capek-capek menulis kesesatan wahabi (salafi) karena semuanya sudah ditangani oleh kelompok jihadi. Mereka hanya perlu meyakinkan kepada umat bahwa bid’ah hasanah itu halal dan sangat boleh bahkan dianjurkan. Dan orang yang menolaknya adalah wahabi yang sesat.

Saya salut dengan dakwah salafi yang berhasil memberantas bid’ah hasanah di kota-kota besar, tapi saya sangat menyayangkan sikap mereka yang suka mencela ulama jihadi.

Terus terang saya juga mengagumi dakwah jihadi, tapi aku tidak setuju ketika mereka menisbatkan wahabi kepada salafi.

Kita sangat berharap islam ini bisa tegak oleh kedua kelompok ini, tapi bagaimana mungkin jika hari ini saja mereka masih bermusuhan.

Penisbatan khawarij kepada jihadi oleh salafi dan penisbatan wahabi kepada salafi oleh jihadi adalah disebabkan karena tidak adanya perasaan saling mengerti dan memahami antara keduanya. Apakah pernah orang salafi ikut bermajlis dengan orang jihadi sekedar untuk memahami manhaj mereka??? dan apakah pernah orang jihadi duduk di majlis salafi sekedar untuk mengetahui mengapa mereka memiki paham yang berlawanan dengan dirinya???

Kami sendiri tidak tahu harus mengakhiri tulisan ini dengan apa kecuali sekedar ucapan Alhamdulillahi rabbil ‘aalamiin semoga Allah senantiasa mengampuni aku dan kita semua dan menyatukan kita dalam satu barisan kelak

Catatan Santri
 
 
(http://situslakalaka.blogspot.com/2011/12/pertarungan-elit-islam-di-indonesia.html)

0 komentar: