JIKA BISA MENJADI ORANG YANG TIDAK TERKENAL, ITU LEBIH BAIK...


Renungan Malam....
○○○○○○○○○○○○○○○○○○○

Malam yang senyap. Tak ada suara kecuali desiran angin yang bergesek dedaunan. Atau berdesir meniup debu-debu pasir. Atau menyiul dari tiupan mulut mereka yang terlelap.

Di waktu ini, banyak kisah para salaf (orang shalih terdahulu) yang bermunajad memuja Rabb mereka, Allah SWT. Tetesan air mata sebagai pengiring kalimat do'a.

Ada pula yang berderma (shadaqah) tanpa berharap satu pun lirik mata.
Mereka lebih senang TAK DIKENAL & TAK DISANJUNG. Walaupun mereka pemilik amalan yang agung.

Berbeda dengan khalayak masa kini. Bekerja dalam diam dinilai tidak berkontribusi. POPULARITAS merupakan sebuah harga. Penghargaan dan penghormatan adalah kebanggaan. Pujian adalah harapan.

Salah seorang ULAMA' BESAR generasi Tabiut Tabi’in, Abdullah bin al-Mubarak rahimahullah, mengatakan, "Tidak dikenal dan tidak disanjung adalah (kebahagiaan dlm) kehidupan. Menjadi biasa di mata manusia adalah harapan".

Salah seorang murid beliau, Hasan bin Rabi’, rahimahullah bercerita, “Suatu hari, aku bersama Syaikh Ibnul Mubarak rahimahullah menuju tempat minum umum. Orang-orang (mengantri) minum dari tempat tersebut. Lalu Ibnul Mubarak mendekat ke tempat peminuman umum itu dan tidak ada orang yang mengenalinya. Mereka memepet-mepet bahkan mendorong dorongnya.

Ketika keluar dari desak-desakan tersebut, Ibnul Mubarak berkata, "Yang seperti inilah baru namanya (kebahagiaan) hidup. Yaitu ketika orang tidak mengenalmu dan tidak mengagung-agungkanmu’.” (Shifatu Shafwah, 4/135).
Mungkin kita adalah seorang aktivis yang sangat dihargai di rantau. Menjadi pembicara di mimbar dan memimpin jama'ah shalat. Mewakili universitas atau bahkan delegasi negara.

Namun saat kita pulang, kita dianggap biasa-biasa saja. Tidak memiliki keistimewaan di masyarakat. Maka nikmatilah keadaan tersebut. Karena itulah hakikat hidup.

Suatu saat Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu keluar dari rumahnya. Lalu orang-orang mengikutinya. Lalu beliau bertanya, “Apakah kalian ada keperluan?” Mereka menjawab, “Tidak ada. Kami hanya ingin berjalan bersamamu”. Ibnu Mas’ud menegur mereka, “Pulanglah (jangan ikuti aku). Yang demikian itu kehinaan bagi yang mengikuti dan fitnah (ujian ketenaran) bagi yang diikuti”. (Shifatu Shafwah, 1/406).

Diikuti mass (ummat) dan 'ditempeli' teman kesana kemari dapat mengeraskan hati. Hal itu akan membuat manusia bisa merasa bernilai luar biasa, padahal di sisi Allah dia bukanlah siapa-siapa.

Tidak penting berobsesi menjadi terkenal karena ilmu dan amal. JIKA BISA KITA MEMILIKI PERANAN DAN TIDAK DIKENAL, maka itu lebih bernilai.

Bukanlah manusia tempat kita berharap balasan. Akan tetapi hanya apa yang ada di sisi Allah ﷻ lah yang terbaik.

Mari terus beramal. Walau kita TIDAK DIKENAL.

Wakafaa billaahi syahiida...Cukuplah Allah yg menjadi saksi amal kita. Wallaahu a'lam bish shawaab.

Sumber:
– al-Jalil, Abdul Aziz bin Nashir. 1994. Aina Nahnu min Akhlaq as-Salaf. Riyadh: Dar at-Thayyibah.

0 komentar: