Suatu hari, sebuah kisah mulia terjadi
dan bermula dari suatu tempat yang sangat sederhana, pangkalan becak.
Seorang bapak tua tengah membersihkan keringatnya setelah seharian
bekerja.
Beliau
adalah seorang tua yang berusia sekitar 75 tahun dan sudah lebih dari
35 tahun mencari nafkah dengan menarik becak. Sosoknya sangat sederhana
dan murah senyum. Dikalangan teman-temannya, si bapak tua adalah
seorang yang sangat disegani, karena kejujurannya.
Ketika
sore menjelang, ada seorang anak muda menaiki becaknya. Si anak muda
adalah seorang yang kaya, terpelajar dan modern. Dia berniat datang ke
kota tersebut untuk berekreasi dan melepas penatnya setelah lama bekerja
di kota. Berjam-jam mereka berkeliling kota, sampai akhirnya adzan
maghrib pun berkumandang. Seketika, si bapak tua itu menghentikan
becaknya di depan sebuah masjid, dan meminta ijin untuk sholat.
Setelah
beberapa lama, mereka kemudian melanjutkan kembali acara jalan- jalan
tadi. Dan, sampailah mereka pada sebuah warung kopi dipinggir jalan.
"Nak, apa bapak boleh minta ijin sebentar untuk buka puasa?"
"Bapak puasa?" Jawab anak muda tersebut dengan sedikit terkejut.
"Iya. Sebentar saja, bapak ingin beli air dulu."
"Saya ikut sekalian pak. Kita minum kopi bareng. Saya yang traktir," kata si anak muda dengan semangat.
Mereka berduapun akhirnya melepas lelah sambil ngobrol dan bersantai di warung tersebut.
"Kenapa bapak puasa tapi masih mengayuh becak? Apa ndak capek?" si anak muda memulai pembicaraan.
"Bapak sudah terbiasa, Insyaallah ndak apa- apa nak," jawab pak tua singkat.
Waktupun
terus berlalu. Banyak hal mereka bicarakan bersama malam itu. Dan
melihat hari semakin malam, anak muda tersebut berniat pamit pulang. Dia
mengucapkan terimakasih seraya memberikan uang sebagai ongkos naik
becak. Tapi di luar dugaan, bapak tukang becak itu menolaknya.
"Ini kan ongkos buat bapak tadi setelah seharian mengantar saya," kata anak muda itu kali ini dengan masih sangat heran.
"Ndak nak, trimakasih," jawab bapak tua.
"Maap apa masih kurang? Ok. Ini buat bapak semua," tanyanya lagi sambil memberikan uang 2 ratus ribu.
"Maaf nak bukan begitu. Sebenarnya..."
"Kenapa pak? " diapun buru- buru memotong perkataan itu.
"Maaf nak, bukan bapak tidak mau menerima. Tapi hari ini hari kamis nak,
bapak tidak mau menerima uang dari siapapun yang naik becak bapak."
"Kok bisa begitu pak?" tanya si anak muda dengan lebih penasaran. "
"Bapak
inikan orang miskin dan bodoh, tapi... sebenarnya bapak ingin naik
haji. Semua orang memang mentertawakan bapak, mereka bilang bapak suka
berkhayal. Lah wong, buat makan sehari hari saja tidak cukup apalagi
naik haji. Akhirnya bapak cuma bisa minta sama Allah, karena bapak yakin
Allah satu-satunya yang tidak akan mentertawakan bapak."
"Lalu..." si anak muda tidak dapat menghentikan rasa penasarannya.
"Kalau
hari senin dan kamis bapak tidak akan meminta bayaran sedikitpun kalau
ada orang yang naik becak. Bapak berniat sedekah dengan tenaga bapak
itu. Bapak berharap suatu hari Allah melihat kesungguhan usaha ini dan
akan mengabulkan doa bapak."
"Apa bapak yakin? "
"Kalau kita berharap pada makhluk, kita harus siap-siap untuk setiap
saat kecewa, tapi kalau kita berharap hanya pada Allah, Dia adalah satu-satunya yang tidak pernah mengkhianati kita, nak. Kita harus Yakin
dengan apa yang kita doakan dan cita- citakan, Insyaallah Allah tidak akan mengkhianati kita. "
Sejenak
si anak muda tersebut terdiam. Benar-benar kali dia kehilangan
walaupun hanya satu huruf saja untuk di ucapkan. Tak terasa, kopi yang
disuguhkan dihadapannya telah dingin. Dan dia masih belum bisa
mengatakan apapun. Setelah beberapa saat dia pamit pulang meninggalkan pasar yang ramai dengan hiruk pikuknya.
Setelah
sampai di rumah, pikirannya kemudian di penuhi dengan seribu satu hal.
Kata- kata bapak tukang becak itu begitu lugu dan natural namun sangat
dalam baginya. Entah mengapa, seketika perasaan malu menyeruak
melingkupi batinnya. Teringat padanya, bahwa dia selama ini yang selalu
dalam gelimang harta dan kekayaan, namun sangat susah baginya untuk
sekedar meluangkan waktu untuk mengingat tuhannya.
Kesadarannya
tiba-tiba muncul dan berkata bahwa ternyata selama ini, harta yang dia
miliki hanyalah sekedar ujian baginya, dan sayangnya dia tidak berhasil
dalam ujian itu, karena terbukti harta telah membuatnya jauh dari Allah
sang maha Rahman.
Masih
terngiang di kepalanya, ucapan bapak tukang becak tersebut. Herannya,
dia bukanlah seorang profesor atau manusia yang mempunyai gelar
terhormat, namun baru kali inilah, seorang yang lugu, sederhana, namun
sangat sholeh, telah berhasil menyentuh hatinya.
Beberapa hari kemudian...
Si
anak muda akhirnya telah kembali ke kota tersebut, dan kali ini dia
berada di tengah- tengah pangkalan becak itu. Telah bulat tekadnya untuk
menemui tukang becak tua yang dia jumpai beberapa hari lalu. Setelah
beberapa jam mencari dan menunggu, maka bertemulah mereka berdua, masih
di tempat warung kopi yang sama seperti dulu.
"Apakah bapak mau menemani saya?" tanya anak muda tersebut sambil tersenyum.
"Kemana nak?"
"Saya ingin mengajak bapak berhaji tahun ini."
( http://situslakalaka.blogspot.com/2011/11/yakinlah-selalu-akan-doamu.html)
0 komentar: