Sebuah status yang ditulis oleh seseorang di sebuah situs jejaring sosial:
“Apa ini yang namanya bodoh? Kalau dulu untuk mengubah Indonesia
harus turun ke jalan dan bertemu peluru, kepala bocor dikit itu biasa.
Kalau sekarang, mengubah Indonesia katanya bisa dengan hanya Like suatu
Pages di FB ataupun nge-Tweet dan beri Hashtag #-suatu gerakan di
Twitter. Aneh.”
Kalimat panjang, mungkin lebih kepada curhatan atau bentuk
keprihatinannya atas kondisi di zaman sekarang, degradasi kepekaan. Bagi
sebagian orang ada yang mengatakan bahwa ini adalah salah satu bentuk
ghazwul fikri (perang pemikiran). Kenapa bisa mengarah ke sana?
Dahulu ketika teknologi belum secanggih sekarang, aktivitas
silaturahim, saling kunjung mengunjungi, secara nyata lebih sering
dilakukan, tapi sekarang aktivitas tersebut menurun, ketika ada yang
mengundang pernikahan, atau pengumuman kematian, kelahiran, atau hal
yang lain maka lebih praktis tinggal “nge-like” atau menulis ucapan di
wall-nya, padahal mungkin lebih baik mengirimkan SMS minimal kepada
orangnya langsung kemudian menghadirinya. Jika ada udzur bisa
mengirimkan kabar langsung kepada si Empunya. Kecuali bagi orang-orang
yang memang tidak punya nomor kontaknya, tidak tahu alamatnya dan tidak
tahu harus menitipkan kepada siapa.
Teknologi seperti dua sisi pisau, satu sisi tajam dan sisi lainnya
tumpul. Jika digunakan dengan tepat, maka teknologi bisa menajamkan
pemikiran, mempermudah aktivitas seseorang, menambah ilmu pengetahuan,
membangun jejaring para pecinta kebenaran. Namun, jika teknologi
digunakan sekedar untuk hiburan, pemenuhan hawa nafsu, asal-asalan maka
tak heran ia dapat menumpulkan penggunanya.
Jihad hanya ada pada sebatas “nge-like”, selebihnya tak ada
lanjutannya. Saudaranya ditimpa musibah hanya sekedar “nge-like” tanda
prihatin, pun jika berhalangan tidak dapat menjumpainya untuk
menghiburnya, tak sepatah katapun mampir di handphone yang kena musibah
untuk menyampaikan turut belasungkawanya.
Sungguh ghazwul fikri sedang melanda para pemuda Islam. Sebagian
alokasi waktunya lebih banyak diinvestasikan untuk sekedar menulis
status yang kurang bermanfaat di situs jaringan sosial tersebut. Alokasi
membaca buku dialihkan menjadi alokasi membaca status atau mengomentari
status.
Rasulullah shalallahu’allaihi wa’salam sudah memberikan teladan
kepada kita, dalam sebuah hadits, Beliau bersabda, "Hak kewajiban
seorang Muslim atas Muslim lainnya ada lima. Pertama menjawab salam.
Kedua menjenguk yang sakit. Ketiga mengantar jenazah. Keempat memenuhi
undangan. Kelima mendo'akan orang yang bersin". (HR. Muttafaq 'Alaih)
Langkah konkrit yang diajarkan Rasulullah shalallahu’allaihi wa’salam
kepada kita dalam memperlakukan saudaranya yang kian hari kian terkikis
karena kesalahan dalam memanfaatkan teknologi. Jangan sampai generasi
pemuda muslim sekarang terjebak menjadi generasi yang hanya bisa sekedar
“like this yooo” dan ketika panggilan jihad itu datang jangan sampai
kita berada pada barisan “like this yooo” tanpa ada sama sekali langkah
kongkrit menuju jihad.
Sungguh fitnah akhir zaman kian hari kian ditampakkan. Semoga Alloh
menolong kita semua dari fitnah akhir zaman dan fitnah Dajjal. Aamiin.
(http://www.eramuslim.com/oase-iman/fatimah-ali-salsabila-like-this-yooo.htm)
Like This Yooo
Jilbabku Bukan Nilaiku
"Afwan ukhtiy, Antiy sudah tidak liqo lagi? atau Antiy sedang futur?"
tanya Mawar seketika kepada Bunga yang dilihatnya berubah cara
mengenakan jilbabnya.
"Iya nih Kak." Jawab Bunga sekenanya.
Dialog di atas adalah sekelumit cerita kawan saya -Bunga- ketika dia merubah penampilan jilbabnya. Bukan memendekkan jilbabnya hingga ke leher, hanya saja Bunga membuat jilbabnya dengan suatu model dengan tetap menjulur menutupi dada. Memang tidak sepanjang jilbab Mawar tapi masih syar'i karena sebelumnya Bunga telah bertanya dahulu dengan guru ngajinya. Ketika guru ngajinya mengatakan bahwa jilbab itu masih tergolong panjang dan menutupi dada, maka tak masalah. Masalah justru hadir ketika Bunga berangkat ke kampus dan bertemu dengan kakak seniornya, yang seketika langsung men-judge Bunga sedang futur.
Sedang jawaban Bunga di atas bukanlah jawaban sebenarnya. Hanya sekenanya. Bunga hanya merasa heran, ketika iman hanya diukur oleh panjang atau pendeknya jilbab. Selama jilbabnya masih syar'i, toh tidak masalah.
***
Lain waktu, dikarenakan sedang kehabisan pulsa, maka Mawar meminjam handphone kepada Bunga. Bunga meminjamkannya dan Mawar pun segera menelpon seseorang sambil menjauhi Bunga.
Beberapa hari kemudian, ketika jam menunjukkan pukul dua pagi. Saat itu Bunga sedang tertidur pulas, kemudian handphonenya berdering. Sambil mengantuk, Bunga mengangkat handphonenya. Bukan main ia terkejut, karena ternyata si Penelpon mencari Mawar dan si Penelpon itu adalah seorang laki-laki.
"Assalamu'alaikum, Ukhtiy Mawar ada?" tanya si Penelpon
"Wa'alaikumsalam Afwan, Mawarnya tidak ada." Jawab Bunga sambil mengantuk
"Iya tolong dipanggilkan ukhtiy Mawarnya". si Penelpon rada memaksa
"Ini bukan handphonenya Mawar, kemarin dia pinjam handphone saya." Balas Bunga dengan sedikit kesal
Esok harinya, Bunga menceritakan kejadian semalam kepada Mawar. Ditanyalah Mawar.
"Kak, semalam jam dua ada telpon dari ikhwan yang mencari kakak." Bunga mengawali percakapan
"Oh itu, Ana mah biasa ngurusin kerjaan malam-malam sama ikhwan itu." Jawab Mawar
Dalam hati Bunga merasa heran, "Berinteraksi dengan ikhwan malam-malam seperti itu bahkan hingga pukul dua pagi, memang hanya urusan pekerjaan, tapi jika berlanjut terus menerus bukan malah menjurus ke masalah hati?" Tapi pertanyaan itu hanya Bunga simpan dalam hati. Ia tidak berani meneruskan ketika jawaban Mawar langsung telak mengejutkan Bunga.
***
Saya mengenal Bunga, Dia memang tidak mengenakan jilbab yang panjangnya hingga ke paha. Tapi saya kenal dengan Bunga yang mampu menjaga interaksinya dengan lawan jenis, meskipun aktifitasnya tidak hanya terbatas pada sesama jenis. Dia juga mampu menjaga hatinya meskipun banyak berinteraksi dengan lawan jenis karena keharusan.
Bunga mungkin terbilang sebagai akhwat yang 'slengean' dan saya mengenalnya seperti itu. Tapi dia terbilang akhwat yang cukup aktif dalam organisasinya. Dia bisa menjadi contoh seseorang yang selalu on time ketika ada suatu agenda, kecuali ada suatu alasan syar'i yang membuatnya datang lebih lambat. Bunga yang sangat loyal ketika diberi suatu amanah.
Karena 'keslengeannya' itu pula, saya menjadi tahu baik buruknya dia. Bukan seseorang yang hanya berusaha baik secara penampilan tapi buruk di belakangnya.
Slengean yang saya maksud bukanlah berkelakuan buruk dan tidak menjaga perilaku. Tetapi slengeannya Bunga adalah gampang berbaur dengan orang lain baik Muslim maupun non Muslim, dengan tetap menjaga perilaku sebagai Muslimah. Ceplas ceplos, tidak dibuat-buat dan apa adanya tapi tetap syar'i . Dan tidak pula baik di penampilan fisik tapi buruk di dalamnya.
Saya jadi teringat akan sebuah kutipan, "Jangan pernah lihat dari panjangnya jilbab tapi dari akhlaqnya". Karena jika jilbab seseorang sudah memenuhi ketentuan syar'i maka tak ada alasan untuk memandangnya sinis.
Syarat jilbab:
Dan ilmupun tak bisa dilihat dari panjangnya jilbab. Bisa jadi mereka yang terlihat biasa justru memiliki akhlaq yang luar biasa. Dan bisa jadi seseorang yang di luar terlihat slengean, tapi secara hati dan prilaku lebih bisa menjaga hal-hal yang merusak imannya. Bukan lagi masanya melihat sesuatu dari penampilan fisik dan menganggap diri lebih mulia dikarenakan penampilan fisik yang sempurna. Bukan saatnya lagi menggolong-golongkan kawan berdasarkan ukuran jilbab. Maka ukuran jilbab bukanlah sebuah nilai. Karena Allah hanya melihat ketaqwaan hambaNya.
Allahua'lam.
(http://www.eramuslim.com/oase-iman/kiptiah-jilbabku-bukan-nilaiku-revisi.htm)
"Iya nih Kak." Jawab Bunga sekenanya.
Dialog di atas adalah sekelumit cerita kawan saya -Bunga- ketika dia merubah penampilan jilbabnya. Bukan memendekkan jilbabnya hingga ke leher, hanya saja Bunga membuat jilbabnya dengan suatu model dengan tetap menjulur menutupi dada. Memang tidak sepanjang jilbab Mawar tapi masih syar'i karena sebelumnya Bunga telah bertanya dahulu dengan guru ngajinya. Ketika guru ngajinya mengatakan bahwa jilbab itu masih tergolong panjang dan menutupi dada, maka tak masalah. Masalah justru hadir ketika Bunga berangkat ke kampus dan bertemu dengan kakak seniornya, yang seketika langsung men-judge Bunga sedang futur.
Sedang jawaban Bunga di atas bukanlah jawaban sebenarnya. Hanya sekenanya. Bunga hanya merasa heran, ketika iman hanya diukur oleh panjang atau pendeknya jilbab. Selama jilbabnya masih syar'i, toh tidak masalah.
***
Lain waktu, dikarenakan sedang kehabisan pulsa, maka Mawar meminjam handphone kepada Bunga. Bunga meminjamkannya dan Mawar pun segera menelpon seseorang sambil menjauhi Bunga.
Beberapa hari kemudian, ketika jam menunjukkan pukul dua pagi. Saat itu Bunga sedang tertidur pulas, kemudian handphonenya berdering. Sambil mengantuk, Bunga mengangkat handphonenya. Bukan main ia terkejut, karena ternyata si Penelpon mencari Mawar dan si Penelpon itu adalah seorang laki-laki.
"Assalamu'alaikum, Ukhtiy Mawar ada?" tanya si Penelpon
"Wa'alaikumsalam Afwan, Mawarnya tidak ada." Jawab Bunga sambil mengantuk
"Iya tolong dipanggilkan ukhtiy Mawarnya". si Penelpon rada memaksa
"Ini bukan handphonenya Mawar, kemarin dia pinjam handphone saya." Balas Bunga dengan sedikit kesal
Esok harinya, Bunga menceritakan kejadian semalam kepada Mawar. Ditanyalah Mawar.
"Kak, semalam jam dua ada telpon dari ikhwan yang mencari kakak." Bunga mengawali percakapan
"Oh itu, Ana mah biasa ngurusin kerjaan malam-malam sama ikhwan itu." Jawab Mawar
Dalam hati Bunga merasa heran, "Berinteraksi dengan ikhwan malam-malam seperti itu bahkan hingga pukul dua pagi, memang hanya urusan pekerjaan, tapi jika berlanjut terus menerus bukan malah menjurus ke masalah hati?" Tapi pertanyaan itu hanya Bunga simpan dalam hati. Ia tidak berani meneruskan ketika jawaban Mawar langsung telak mengejutkan Bunga.
***
Saya mengenal Bunga, Dia memang tidak mengenakan jilbab yang panjangnya hingga ke paha. Tapi saya kenal dengan Bunga yang mampu menjaga interaksinya dengan lawan jenis, meskipun aktifitasnya tidak hanya terbatas pada sesama jenis. Dia juga mampu menjaga hatinya meskipun banyak berinteraksi dengan lawan jenis karena keharusan.
Bunga mungkin terbilang sebagai akhwat yang 'slengean' dan saya mengenalnya seperti itu. Tapi dia terbilang akhwat yang cukup aktif dalam organisasinya. Dia bisa menjadi contoh seseorang yang selalu on time ketika ada suatu agenda, kecuali ada suatu alasan syar'i yang membuatnya datang lebih lambat. Bunga yang sangat loyal ketika diberi suatu amanah.
Karena 'keslengeannya' itu pula, saya menjadi tahu baik buruknya dia. Bukan seseorang yang hanya berusaha baik secara penampilan tapi buruk di belakangnya.
Slengean yang saya maksud bukanlah berkelakuan buruk dan tidak menjaga perilaku. Tetapi slengeannya Bunga adalah gampang berbaur dengan orang lain baik Muslim maupun non Muslim, dengan tetap menjaga perilaku sebagai Muslimah. Ceplas ceplos, tidak dibuat-buat dan apa adanya tapi tetap syar'i . Dan tidak pula baik di penampilan fisik tapi buruk di dalamnya.
Saya jadi teringat akan sebuah kutipan, "Jangan pernah lihat dari panjangnya jilbab tapi dari akhlaqnya". Karena jika jilbab seseorang sudah memenuhi ketentuan syar'i maka tak ada alasan untuk memandangnya sinis.
Syarat jilbab:
- Hijab/jilbab menutupi seluruh badan (rambut sampai kaki) kecuali wajah dan telapak tangan.
- Hijab/jilbab tidak dimaksudkan sebagai hiasan bagi dirinya, sehingga tidak diperbolehkan memakai kain yang berwarna mencolok, atau kain yang penuh gambar atau hiasan.
- Hijab/jilbab harus lapang dan tidak sempit sehingga tidak menggambarkan postur tubuhnya
- Hijab/jilbab tidak memperlihatkan sedikitpun bagian kaki wanita
- Hijab/jilbab yang dikenakan itu tidak sobek sehingga tidak menampakkan bagian atau perhiasan wanita
- Hijab/jilbab tidak menyerupai pakaian laki-laki.
- Hijab/jilbab tidak transparan
Dan ilmupun tak bisa dilihat dari panjangnya jilbab. Bisa jadi mereka yang terlihat biasa justru memiliki akhlaq yang luar biasa. Dan bisa jadi seseorang yang di luar terlihat slengean, tapi secara hati dan prilaku lebih bisa menjaga hal-hal yang merusak imannya. Bukan lagi masanya melihat sesuatu dari penampilan fisik dan menganggap diri lebih mulia dikarenakan penampilan fisik yang sempurna. Bukan saatnya lagi menggolong-golongkan kawan berdasarkan ukuran jilbab. Maka ukuran jilbab bukanlah sebuah nilai. Karena Allah hanya melihat ketaqwaan hambaNya.
Allahua'lam.
(http://www.eramuslim.com/oase-iman/kiptiah-jilbabku-bukan-nilaiku-revisi.htm)
Subscribe to:
Posts (Atom)
0 komentar: