Oleh : Endria
Dalam kehidupan manusia, banyak sekali orang yang melupakan makna kebahagian hakiki.
Sebagian dari mereka tak kenal lelah mencari harta sebanyak2nya. Atau bekerja memburu karir, jabatan atau juga mengejar berbagai kenikmatan yang hanya bisa dinikmati sebatas hidupnya didunia, dan kebahagiaan itupun hanya akan dapat dinikmati dari sedikit waktu hidupnya.
Karakteristik dasar dari kenikmatan duniawi adalah selalu melalaikan dan membuat manusia berada dalam kondisi perbudakan baik oleh jin ataupun nafsunya sendiri.
Apa kira2 yang memicu keadaan seperti ini. Tentu semua ada sebabnya bukan ?
Mari sejenak kita bertafakur, berfikir dengan hati jernih dan mendalam tentang kondisi diri kita yang dari waktu ke waktu selalu menghadapi pertarungan antara beramal yang sejalan dengan petunjuk Agama ataukah yang dilarang.
Kondisi ini akan selalu datang dan memenuhi sepanjang waktu hidup kita.
Kondisi ini akan selalu datang dan memenuhi sepanjang waktu hidup kita.
Beruntunglah, jika kita mampu berfikir dan menetapkan hati memiliki arah dan tujuan hidup untuk mencapai kebahagiaan kehidupan akhirat.
Dengannya hati dan prilaku kita akan terus bisa kita kendalikan oleh keimanan sehingga akan senantiasa mengarah kepada perbuatan (prilaku atau amal) yang menyebabkan turunnya rahmat Allah subhanahu wata'alaa.
Dan disinilah sesungguhnya kita akan menemukan kebahagiaan sejati itu. Yakni saat diri kita puas dan merasa bahagia ketika telah melakukan suatu perbuatan yang dirihdoi Allah. Apapun bentuk perbuatan itu, yang jelas kita mengetahui bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan yang akan menghasilkan buah yang baik yakni pahala dan kasih sayang Allah subhanahu wa ta'alaa. Dan akan merasa gelisah apabila tidak dapat melakukan sebuah amal sholih atau perbuatan baik yang menjadi kesempatannya namun terlewatkan.
Adapun bagi seseorang hatinya buta, tidak dapat melihat kebenaran dan cahaya hidayah maka dirinya, dalam kesehariannya tidak memiliki kepedulian dengan urusan keadaan amalnya. Baginya tidak melakukan amal baik tak menyesal, dan melakukan maksiatpun tak merasa bersalah.
Hati yang seperti inilah yang dikatakan lalai, dan berpotensi menjadi obyek perbudakan jin dan syetan.
Jika mereka (jin yang bertabiat syetan) masuk kedalam dirinya maka akan memperindah segala perbuatan buruk hingga ia tertarik dan gemar melakukannya.
Dibuatnya berbagai bentuk ibadah dan perbuatan baik, tidak menarik, kuno dan memberatkan untuk dilakukan. Selalu ada alasan penolakan untuk melakukannya. Panggilan2 kebaikan sulit menembus hatinya.
Karena cahaya hidayah telah redup dan bahkan kegelapan meliputi sepanjang waktunya.
Na'udzubillahi mindzalik.
Jika terjadi kondisi seperti ini maka dia akan sulit membedakan mana kebahagiaan dan mana saat dia berada dalam kesesatan. Baginya kebahagiaan adalah hal2 dan perbuatan yang mampu memuaskan dirinya, walau sesaat. Yang membuat hatinya bahagia ketika apa menjadi ambisinya tercapai walaupun hakikatnya menurut ukuran Agama tidak ada nilainya atau bahkan akan berakibat kehinaan bagi dirinya.
Jadi ...
Perhatikan bahwa :
Ukuran kebahagiaan akan sangat berbeda bagi seseorang yang memiliki orientasi dan tujuan kebahagiaan akhirat dengan mereka yang hanya sebatas mengejar kebahagiaan duniawi.
Perhatikan bahwa :
Ukuran kebahagiaan akan sangat berbeda bagi seseorang yang memiliki orientasi dan tujuan kebahagiaan akhirat dengan mereka yang hanya sebatas mengejar kebahagiaan duniawi.
Faktor utama pembeda ini adalah ada tidaknya, dalam dangkalnya "ilmu dan iman" yang ada pada dirinya.
Ketika seseorang Berilmu dan hatinya penuh dengan Keimanan maka dia akan memiliki bashiroh, cahaya kebaikan yang memancar dari hati, ucapan dan prilakunya sebagai pantulan dari keyakinanan atas kabar gembira yang akan dia dapatkan akibat keimanan dan amal sholihnya itu.
Dan setiap Muslim hendaknya memiliki kepekaan dan juga faham akan hal ini sehingga dia bisa mengukur dirinya dimanakah dia berada. Apakan pada posisi pribadi yang penuh kelalaian ataukah yang selalu terjaga pada kebaikan dan ketaqwaan kepada Robbnya.
Sehingga pada gilirannya diapun akan sadar dan benar2 bisa membedakan hati yang mati dan yang hidup.
Bahkan juga akan merasakan perbedaan atas kebahagiaan yang sejati dan mana yang bukan.
Tipu daya syetan akan lemah dihadapannya karena dalam dirinya telah diperkaya dengan cahaya kebaikan yang menyebabkan turunya perlindungan dan penjagaan dari Robbnya.
Demikian materi singkat ini. Semoga bisa difahami dan menjadi bahan renungan kita semua.
Doa Penguat Hati dan memohon cahaya Hidayah.
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
Rabbanaa Laa Tuzigh Quluubanaa Ba’da Idz Hadaitanaa wa Hab Lanaa Mil-Ladunka Rahmatan Innaka Antal-Wahhaab
Artinya: “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِيْنِكَ
Yaa Muqallibal Quluub, Tsabbit Qalbiy ‘Ala Diinik
Artinya: “Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkan hatiku di atas agama-Mu.”
اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ
Allaahumma Musharrifal Quluub, Sharrif Quluubanaa ‘Alaa Thaa’atik
Artinya: “Ya Allah yang mengarahkan hati, arahkanlah hati-hati kami untuk taat kepadamu.”
الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ أَمَّا بَعْدُ
0 komentar: