Dalam fase perjalanan hidup seorang insan di dunia rasanya tiada yang
tak pernah merasakan sesuatu yang bernama perselisihan. Entah bagaimana
akhir kisah dari perselisihan tersebut pastinya akan sempat menorehkan
sebuah luka di hati. Ada dua pilihan penatalaksanaan dari luka tersebut;
pertama tetap membiarkan luka tersebut ada di dalam hati, dan kedua
menutup serta merawat luka tersebut dengan kata ajaib bertitel maaf.
Sejatinya luka yang apabila tetap dibiarkan, mungkin dapat menyembuh
tetapi sungguh penyembuhannya tidak akan sesempurna bila dibandingkan
dengan luka yang dirawat. Hasil akhirnya sungguh memiliki perbedaan yang
signifikan. Luka di kulit yang dibiarkan terbuka biasanya akan
meninggalkan noktah atau hingga yang paling parah adalah berupa jaringan
parut. Namun, luka di kulit yang dirawat dengan baik dapat menyembuh
hingga strukturnya kembali seperti semula. Memang, untuk merawat luka
tentunya dibutuhkan tenaga juga waktu, tetapi apalah arti dari
kesemuanya itu bila hasil akhir yang didapatkan akan lebih baik bila
dibandingkan dengan hanya membiarkan luka yang ada?
Maaf. Terlihat sebagai sebuah kata yang sepele, tapi sungguh memiliki
energi yang luar biasa dalam mengubah segalanya. Saya sangat meyakini
bahwa sebilah dendam yang menelisik di dalam hati bisa menyebabkan aura
seseorang menjadi kurang baik. Artinya, gelombang energi yang
dipancarkan dari orang tersebut merupakan energi negatif. Jika sudah
demikian, maka sebagaimana halnya kejadian-kejadian lain yang ada di
dunia ini, akan terjadi satu hukum sebab akibat demi tercapainya suatu
kesetimbangan. Karena setiap delik hal yang terjadi adalah berupa energi
dengan frekuensi tertentu, maka segala yang kita pikirkan, emosikan,
tuturkan, dan persepsikan ada dalam bentuk energi yang akan menyebar ke
semesta. Mudahnya begini, setiap satu frekuensi energi negatif yang kita
sebarkan pada semesta, maka kita akan mendapatkannya kembali dalam
jumlah yang sama. Jadi, bisa dibayangkan bila dendam yang ada dalam jiwa
bertumpuk-tumpuk, maka sebanyak itu pulalah energi negatif akibat
dendam yang kita dapatkan.
Bukan hanya menyebabkan cahaya hati menjadi padam, dendam yang
terbenam dalam jiwa dapat juga memiliki implikasi pada orang yang
dikenai bara tersebut. Mengapa? Karena sejatinya, energi negatif dari
orang yang memiliki dendam padanya akan tetap terpancar dan tanpa
disadari dapat membawa efek yang buruk. Tak jarang ada orang yang
bercerita mengenai perjalanan hidupnya yang kerap menghadapi
kerikil-kerikil tajam meski telah banyak ibadah yang ia lakukan. Shaum
Senin-Kamis, sholat tahajjud, berdoa, amal shodaqoh, dan lain-lain telah
dilakukan, tetapi tetap saja keterpurukan nasib enggan berpaling dari
dirinya.
Disadari atau tidak, hukum alam pasti berlaku: karena jumlah
energi positifnya belum sebanding dengan jumlah energi negatif yang
dihasilkannya pada waktu yang sama, maka hasilnya akan tetap negatif.
Pada intinya, banyak orang yang kerap mengalami ketertatihan untuk
melangkah ke depan adalah karena mereka mempertahankan energi negatif
dalam jiwa dalam bentuk marah dan dendam pada orang lainnya.
Meski dirasakan amat berat, ketulusan hati dalam memaafkan adalah
kunci dari segalanya. Bentuk memaafkan bukan berarti menerima begitu
saja ketidakadilan perlakuan yang telah dilakukan terhadap diri atau
pula sebanding dengan kewajiban untuk menghubungi orang yang pernah
menyakiti. Stigma yang umum adalah bahwa memaafkan merupakan sesuatu
yang dilakukan untuk orang lain. Memaafkan, sejatinya adalah tindakan
yang dilakukan demi kepentingan diri sendiri dan hanya untuk mendapatkan
keuntungan pribadi.
Memaafkan bukan hanya ditujukan untuk orang lain,
tapi sungguh lebih diarahkan untuk diri sendiri.
Memohon ampunan pada
Allah dan bertaubat atas kealpaan yang pernah terjadi serta
menganggapnya sebagai satu pelajaran penting kehidupan dari Allah,
merupakan bentuk penting dari memaafkan diri sendiri.
Hanya orang-orang
kuatlah yang mampu memaafkan orang lain maupun diri sendiri. Lantas,
siapa sajakah orang-orang yang harus mendapatkan kemaafan? Cobalah ingat
kembali wajah seseorang dan tentukan perasaan diri terhadapnya. Apabila
ada emosi negatif yang seketika membuncah dalam hati, maka orang inilah
yang harus dimaafkan.
Saya percaya, ketika hati telah lapang untuk memaafkan, maka seketika
itu pula keajaiban di sekeliling dapat terjadi. Saat kemaafan telah
diberikan, maka pada saat itu pulalah energi negatif yang selama ini
menjadi tabir antara diri kita dengan orang tersebut akan terbuka.
Implikasinya, orang itu pun akan merasakan sesuatu yang sangat positif
dalam dirinya. Bukan merupakan hal yang aneh apabila di suatu hari
kemudian, setelah kita memberikan maaf pada orang tersebut, secara
tiba-tiba sikapnya berubah meskipun kita tak pernah memberitahunya bahwa
ia telah mendapatkan sertifikasi kemaafan dari kita.
Sebilah keikhlasan hati untuk memaafkan orang-orang yang pernah
menyakiti atau menzalimi diri, sejatinya dapat menguras energi negatif
yang selama ini telah dihasilkan tanpa disadari. Pada saat itulah,
energi positif dalam diri akan semakin terpancar dan masa depan yang
cerah makin mudah untuk diraih. Kemaafan, dapat menerbangkan
noktah-noktah hitam dalam jiwa ke bilangan Andromeda, dan pada saat jiwa
dalam keadaan bersih itulah ribuan harap yang disanjungkan akan lebih
mudah diijabah oleh Allah, Insya Allah. Wallahu’alam bishshawab.
(http://www.eramuslim.com/oase-iman/energi-sebuah-maaf.htm)
Energi Sebuah Maaf
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar: