Kini, daur ulang sampah sedang marak di kampanyekan. Berawal dari
sampah atau bisa di bilang barang yang sudah hilang manfaatnya menjadi
sesuatu yang sangat bermanfaat, baik dari segi penggunaannya maupun
ekonomi. Semua orang sebetulnya bisa membuatnya, tapi tidak semua orang
ingin melakukannya. Karena jika berhubungan dengan kata sampah, maka
yang terbersit yang dalam pikiran adalah sesuatu yang kotor, bau dan
menjijikkan. Tapi siapa sangka, begitu banyak hasil daur ulang sampah
yang membuat orang-orang yang sebelumnya menatap sinis menjadi heran
karena setelah di makeover, sampah itu berubah menjadi sesuatu yang
indah.
Kepedulian masyarakat untuk mendaur ulang perlu di apresiasi. Selain
bisa mengurangi penumpukan sampah yang kian hari bertambah banyak juga
bisa membuka peluang usaha dan peluang lapangan pekerjaan.
Tidak mudah mengolah sampah menjadi sesuatu yang berbeda. Hanya
orang-orang yang "ingin" yang bisa melakukannya. Ia ingin membuat
sesuatu yang berbeda dari biasa. Ia ingin menularkan manfaat untuk
sesama dan lingkungan. Ia ingin melatih daya kreatifitasnya dan
sebagainya. Jadi hanya di butuhkan modal "ingin" saja untuk terjun ke
dunia daur ulang, bukan modal bisa atau tidak.
****
Keluhanpun tidak jauh berbeda dengan sampah. Jika bisa di ibaratkan
kebahagiaan adalah barang baru yang masih memiliki manfaat tinggi,
sangat di agung-agungkan, maka keluhan adalah ampas dari kebahagiaan
yang kemudian berganti menjadi kesedihan.
Ketika bahagia, kita menularkannya kepada orang lain yang efeknya
bisa membuat orang lain ikut senang (sehingga termotivasi) atau rendah
diri atau iri hati atau sedih (biasanya dalam hati). Karena lumrah jika
manusia ingin memiliki kebahagiaan, apalagi jika ia berada dalam
kesedihan. Namun alangkah bijaknya jika mampu melihat kondisi seseorang
yang di curhati. Sehingga tidak menimbulkan kesedihan yang tersembunyi
akibat luapan kebahagiaan yang berlebihan.
Sebaliknya ketika sedih pun, acapkali kita tak segan menularkannya
kepada orang lain. Keluhan yang menular, contohnya terdekat bisa kita
lihat di jejaring sosial yang mayoritas berisi keluhan, kesedihan dan
luapan emosi tak terkendali. Itu yang dapat dilihat secara luas oleh
teman-teman. Terlihat sepele, tapi bisa berimbas fatal, jika menjadi
keluhan berantai. Yang satu mengeluh yang lain mengompori.
Kenapa kita tidak ambil pelajaran dari proses daur ulang sampah ??
Kita ganti kata sampah menjadi keluhan, lalu kita ganti daur ulang
sampah menjadi daur ulang keluhan. Banyak kesamaan di dalamnya. Banyak
pula manfaat yang bisa di ambil jika kita sama-sama berusaha
mempraktekkannya.
Sama halnya dengan daur ulang sampah, hanya orang-orang yang "ingin"
yang bisa mengubah keluhan menjadi sebuah hikmah atau motivasi. Ia ingin
dirinya bermanfaat bagi orang lain, ia ingin mensyukuri nikmat Allah
tanpa mengeluh berlebihan, ia ingin hanya Allah yang tahu dan tempatnya
bersandar dari segala keluhan, ia ingin menjadi berbeda dari orang
kebanyakan.
Prosesnya tidak mudah tapi juga tidak sulit. Jika dari dalam hati
sudah ada rasa ingin berubah, kemudian berdoalah kepada Allah. Biar
Allah yang akan membantu menunjukkan proses ikhtiar dan kita tinggal
menjalaninya. Yakin saja, jika kita berusaha melangkah ke arah kebaikan,
maka Allah akan membantu.
Jika hasil daur ulang keluhan kita sudah terlihat, maka tanpa sadar
segores senyum akan hadir di bibir kita. Senyum yang merupakan cerminan
upaya kita memberikan manfaat melalui hikmah dan semangat. Tidak akan
sadar bahwa sebenarnya hikmah itu adalah olahan dari keluhan yang kita
bentuk sedemikian rupa dengan rasa syukur kepada Allah. Bahwa kita masih
bisa berguna untuk orang lain meskipun hanya sekedar untaian nasihat.
Terlebih jika orang lain merasakan "produk" daur ulang keluhan kita,
maka hanya ada rasa syukur yang hadir.
Semoga kita bisa mengkampanyekan daur ulang keluhan menjadi semangat
atau hikmah agar bisa di tularkan menjadi energi positif. Semoga kita
bisa selalu belajar untuk bersyukur atas segala nikmatNya. Aamiin.
Allahua'lam
(http://www.eramuslim.com/oase-iman/kiptiah-daur-ulang-keluhan.htm)
Daur Ulang Keluhan
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar: