Adakah amalan khusus di bulan
Muharram?
Mendapati bulan Muharram
merupakan kenikmatan tersendiri bagi seorang mukmin. Karena bulan ini sarat
dengan pahala dan ladang beramal bagi orang yang bersungguh-sungguh dalam
mempersiapkan hari esoknya. Memulai awal tahun dengan ketaatan, agar pasti dalam
melangkah dan menatap masa depan dengan optimis.
Abu Utsman
an-Nahdi mengatakan:
“Adalah para salaf mengagungkan
tiga waktu dari sepuluh hari yang utama: Sepuluh hari terakhir dari bulan
Ramadhan, sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dan sepuluh hari pertama bulan
Muharram”.
(Lihat biografinya dalam Tahdzibut
Tahdzib 6/249 oleh Ibnu Hajar)
Berikut ini amalan-amalan
sunnah yang dianjurkan pada bulan ini:
Pertama: Puasa
Dari Abu Hurairah radliallahu
‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ الله الْمُحَرَّمِ
“Sebaik-baik puasa setelah Ramadlan adalah puasa di bulan Allah,
bulan Muharram.” (HR. Muslim)
Dari
Ibn Abbas radliallahu ‘anhuma, beliau mengatakan:
اَلْيَوْمَ يَوْمُ عَاشُوْرَاء وَهَذَا الشَّهْرُ – يَعْنِى شَهْرُ رَمَضَانَ – مَارَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَرَّى صِيَامَ يَوْمٍ فَضَّلَهُ اللهُ عَلَى غَيْرِهِ اِلاَّ هَذَا.
“Saya tidak pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
memilih satu hari untuk puasa yang lebih beliau unggulkan dari pada yang
lainnya kecuali puasa hari Asyura’, dan puasa bulan Ramadhan.” (HR.
Al Bukhari dan Muslim).
Puasa Asyura’ (puasa tanggal 10 Muharram)
Dari Abu Musa Al Asy’ari radliallahu ‘anhu, beliau mengatakan:
كَانَ يَوْمُ شُعَرَاءَ تُعِدُّهُ الْيَهُودُ عِيْدًا قَالَ النَبِيُّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمْ فَصُوْمُوْهُ أَنتُمْ.
Dulu
hari Asyura’ dijadikan orang Yahudi sebagai hari raya. Kemudian Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Puasalah kalian.” (HR.
Al Bukhari)
Dari
Abu Qatadah Al Anshari radliallahu ‘anhu, beliau mengatakan :
سُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ فَقَالَ: كَفَّارَةُ سَنَةً
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang puasa Asyura’, kemudian beliau
menjawab:“Puasa
Asyura menjadi penebus dosa setahun yang telah lewat.” (HR.
Muslim dan Ahmad).
Dari
Ibn Abbas radliallahu ‘anhuma, beliau mengatakan:
قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِيْنَةَ وَالْيَهُوْدُ تَصُوْمُ عَاشُوْرَاءَ فَقَالُوْا هَذَا يَوْمٌ ضَهَرَ فِيْهُ مُوْسَى عَلَى فِرعَوْنَ فَقَالَ النَّبِيِّ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَصْحَانِهِ: أَنْتُمْ أَحَقُّ مُوْسَى مِنْهُمْ فَصُوْمُوْا.
Ketika
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai di Madinah, sementara orang-orang
Yahudi berpuasa Asyura’. Mereka mengatakan: Ini adalah hari di mana Musa menang
melawan Fir’aun. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada
para sahabat: “Kalian lebih berhak terhadap Musa dari pada mereka
(orang Yahudi), karena itu berpuasalah.” (HR. Al Bukhari).
Puasa
Asyura’ merupakan kewajiban puasa pertama dalam Islam, sebelum Ramadlan. Dari
Rubayyi’ binti Mu’awwidz radliallahu ‘anha, beliau mengatakan:
أَرْسَلَ النَّبِيُّ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَدَاة عَاشُوْرَاءَ اِلَى قُرَى الْأَ لْضَارِ مَنْ أَصْبَحَ مُفْطِرًا فَلْيُتِمَّ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ وَمنْ أَصْبَحَ صَائِمًا فَلْيَصُمْ قَالَتْ فَكُنَّا نَصُوْمُهُ بَعْدَ وَنَصُوْمُ صِبْيَاتُنَا وَنَجْعَلُ لَهُم اللُّعْبَةَ مِنَ الْعِهْنِ فَأِذَا بَكَى أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامَ أَعْطَيْنَاهُ ذَلِكَ حَتَّى يَكُوْنَ عِنْدَ الْاِفْطَانِ
Suatu
ketika, di pagi hari Asyura’, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus
seseorang mendatangi salah satu kampung penduduk Madinah untuk menyampaikan
pesan: “Siapa
yang di pagi hari sudah makan maka hendaknya dia puasa sampai maghrib. Dan
siapa yang sudah puasa, hendaknya dia lanjutkan puasanya.” Rubayyi’ mengatakan:
Kemudian setelah itu kami puasa, dan kami mengajak anak-anak untuk berpuasa.
Kami buatkan mereka mainan dari kain. Jika ada yang menangis meminta makanan,
kami memberikan mainan itu. Begitu seterusnya sampai datang waktu berbuka.” (HR.
Al Bukhari dan Muslim).
Setelah
Allah wajibkan puasa Ramadlan, puasa Asyura’ menjadi puasa sunnah. A’isyah
radliallahu ‘anha mengatakan:
كَانَ يَوْمُ عَاشُوْرَاءَ تَصُوْمُهُ قُرَيْشٌ فِى الْجَهِلِيَّةِ فَلَمَّا قَدِمَ الْمَدِيْنَةَ صَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ فَلَمَّ فَرَضَ رَمَضَانَ تَرَكَ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ.
“Dulu hari Asyura’ dijadikan sebagai hari berpuasa orang Quraisy
di masa jahiliyah. Setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah,
beliau melaksanakn puasa Asyura’ dan memerintahkan sahabat untuk berpuasa.
Setelah Allah wajibkan puasa Ramadlan, beliau tinggalkan hari Asyura’. Siapa
yang ingin puasa Asyura’ boleh puasa, siapa yang tidak ingin puasa Asyura’
boleh tidak puasa.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Puasa Tasu’a (puasa tanggal 9
Muharram)
Dari
Ibn Abbas radliallahu ‘anhuma, beliau menceritakan:
حِيْنَ صَامَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوْا: يَارَسُوْلَ الله أَنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُوْدُ وَنَّصَارَى فَقَالَ رَسُوْلُ اللهُ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ اِنْ شَاءَ اللهُ صُمنَا الْيَوْمو التَّاسِعَ قَالَ: فَلَمْ يَأَتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Ketika
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan puasa Asyura’ dan memerintahkan
para sahabat untuk puasa. Kemudian ada sahabat yang berkata: Ya Rasulullah,
sesungguhnya hari Asyura adalah hari yang diagungkan orang Yahudi dan nasrani.
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tahun depan, kita akan berpuasa di
tanggal sembilan.” Namun, belum sampai tahun depan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallamsudah diwafatkan.” (HR. Al Bukhari)
Tingkatan Puasa Asyura
Ibnul
Qayim menjelaskan bahwa puasa terkait hari Asyura ada tiga tingkatan:
1. Tingkatan paling sempurna, puasa tiga hari. Sehari sebelum Asyura, hari Asyura,
dan sehari setelahnya.
2. Tingkatan kedua, puasa tanggal 9 dan tanggal 10 Muharram. Ini berdasarkan
banyak hadits.
3. Tingkatan ketiga, puasa tanggal 10 saja. (Zadul Ma’ad, 2/72).
Akan tetapi perlu diingat tidak
boleh berpuasa pada seluruh hari bulan Muharram, karena Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak pernah berpuasa sebulan penuh kecuali pada Ramadhan saja.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
berkata:
“Ini adalah puasa yang paling afdhol bagi orang yang hanya berpuasa
pada bulan ini saja, sedangkan bagi yang terbiasa berpuasa terus pada bulan
lainnya yang afdhol adalah puasa Daud”.
(Kitab as-Siyam Min Syarhil U’mdah, Ibnu Taimiyyah 2/548)
Kedua: Memperbanyak amalan
shalih
Ketahuilah, bahwa seluruh hadits-hadits yang menerangkan keutamaan beramal amalan tertentu selain puasa pada bulan Muharram adalah hadits yang dusta dan dibuat-buat belaka.
Sebagaimana perbuatan dosa pada
bulan ini akan dibalas dengan dosa yang besar maka begitu pula perbuatan baik.
Bagi yang beramal shalih pada bulan ini ia akan menuai pahala yang besar
sebagai kasih sayang dan kemurahan Allah kepada para hambanya.
Ini adalah keutamaan yang
besar, kebaikan yang banyak, tidak bisa dikiaskan. Sesungguhnya Allah adalah
pemberi nikmat, pemberi keutamaan sesuai kehendaknya dan kepada siapa saja yang
dikehendaki. Tidak ada yang dapat menentang hukumnya dan tidak ada yang yang
dapat menolak keutamaanNya.
Ketiga: Taubat
Taubat adalah kembali kepada
Allah dari perkara yang Dia benci secara lahir dan batin menuju kepada perkara
yang Dia senangi. Menyesali atas dosa yang telah lalu, meninggalkan seketika
itu juga dan bertekad untuk tidak mengulanginya kembali. Taubat adalah tugas
seumur hidup.
(at-Tamhid, Ibnu Abdil Barr 19/26, Fathul Bari, Ibnu Hajar 6/5)
Maka kewajiban bagi seorang
muslim apabila terjatuh dalam dosa dan maksiat untuk segera bertaubat, tidak
menunda-nundanya, karena dia tidak tahu kapan kematian akan menjemput. Dan juga
perbuatan jelek biasanya akan mendorong untuk mengerjakan perbuatan jelek yang
lain. Apabila berbuat maksiat pada hari dan waktu yang penuh keutamaan, maka
dosanya akan besar pula, sesuai dengan keutamaan waktu dan tempatnya. Maka
bersegeralah bertaubat kepada Allah.
Nah, setelah kita tau keutamaan dan amalan-amalan di Bulan Muharram, kita juga perlu tau nih apa aja amalan yang ternyata ga ada tuntunannya tetapi udah menjadi tradisi.11 AMALAN BID'AH DI BULAN MUHARRAM
Keyakinan semacam ini masih bercokol pada sebagian masyarakat. Atas dasar
keyakinan ala jahiliyyah inilah banyak di kalangan masyarakat yang enggan
menikahkan putrinya pada bulan ini karena alasan akan membawa sial dan
kegagalan dalam berumah tangga. Ketahuilah saudaraku, hal ini adalah keyakinan jahiliyyah yang telah dibatalkan
oleh Islam. Kesialan tidak ada sangkut pautnya dengan bulan, baik Muharram,
Shafar atau bulan-bulan lainnya.
Kedua: Doa awal dan akhir tahun
Syaikh Bakr Bin Abdillah Abu Zaid berkata: “Tidak ada dalam syariat ini
sedikitpun doa’ atau dzikir untuk awal tahun. Manusia zaman sekarang banyak
membuat bid’ah berupa do’a, dzikir atau tukar menukar ucapan selamat, demikian
pula puasa awal tahun baru, menghidupkan malam
pertama bulan Muharram dengan shalat, dzikir atau do’a, puasa akhir tahun dan
sebagainya yang semua ini tidak ada dalilnya sama sekali!!”.
Ketiga: Peringatan tahun baru hijriyyah
Tidak ragu lagi perkara ini termasuk bid’ah. Tidak ada keterangan dalam
as-Sunnah anjuran mengadakan peringatan tahun baru hijriyyah. Perkara ini termasuk
bid’ah yang jelek.
Keempat: Puasa awal tahun baru hijriyyah
Perkara ini termasuk bid’ah yang mungkar. Demikian pula puasa akhir tahun,
termasuk bid’ah. Hanya dibuat-buat yang tidak berpijak pada dalil sama sekali!.
Barangkali mereka berdalil dengan sebuah hadits yang berbunyi;
مَنْ صَامَ آخِرَ يَوْمٍ مِنْ ذِي الْحِجَّةِ,
وَأَوَّلِ يَوْمٍ مِنَ الْمُحَرَّمِ, فَقَدْ خَتَمَ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ
بِصَوْمٍ وَافْتَتَحَ السَّنَةَ الْمُسْتَقْبَلَةَ بِصَوْمٍ, جَعَلَ اللهُ لَهُ
كَفَّارَةً خَمْسِيْنَ سَنَةً
Barangsiapa yang puasa pada akhir hari
Dzulhijjah dan puasa awal tahun pada bulan Muharram, maka dia telah menutup
akhir tahun dengan puasa dan membuka awal tahunnya dengan puasa. Semoga Allah
manghapuskan dosanya selama lima puluh tahun!!”. Hadits ini adalah
hadits yang palsu menurut timbangan para ahli hadits.
Kelima: Menghidupkan malam pertama bulan
Muharram
Syaikh Abu Syamah berkata: “Tidak ada keutamaan sama sekali pada malam
pertama bulan Muharram. Aku sudah meneliti atsar-atsar yang shahih maupun yang
lemah dalam masalah ini. Bahkan dalam hadits-hadits yang palsu juga tidak
disebutkan!!, aku khawatir -aku berlindung kepada Allah- bahwa perkara ini
hanya muncul dari seorang pendusta yang membuat-buat hadits!!.
Keenam: Menghidupkan malam hari ‘Asyuro
Sangat banyak sekali kemungkaran dan bid’ah-bid’ah yang dibuat pada hari
‘Asyuro.
Kita mulai dari malam harinya. Banyak manusia yang menghidupkan malam hari
‘Asyuro, baik dengan shalat, do’a dan dzikir atau sekedar berkumpul-kumpul.
Perkara ini jelas tidak ada tuntunan yang menganjurkannya.
Syaikh Bakr Abu Zaid berkata: “Termasuk bentuk bid’ah dzikir dan doa adalah
menghidupkan malam hari ‘Asyuro dengan dzikir dan ibadah. Mengkhususkan do’a
pada malam hari ini dengan nama do’a hari Asyuro, yang konon katanya
barangsiapa yang membaca doa ini tidak akan mati tahun tersebut. Atau membaca
surat al-Qur’an yang disebutkan nama Musa pada shalat subuh hari ‘Asyuro.
Semua ini adalah perkara yang tidak dikehendaki oleh Allah, Rasul-Nya dan kaum
mukminin!!”.
Shalat ‘Asyuro adalah shalat yang dikerjakan antara waktu zhuhur dan ashar,
empat rakaat, setiap rakaat membaca al-Fatihah sekali, kemudian membaca ayat
kursi sepuluh kali, Qul HuwAllahu Ahad sepuluh kali, al-Falaq
dan an-Nas lima kali. Apabila selesai salam, istighfar tujuh puluh kali.
Orang-orang yang menganjurkan shalat ini dasarnya hanyalah sebuah hadits
palsu.
As-Syuqoiry berkata: “Hadits shalat ‘Asyuro adalah hadits palsu. Para
perowinya majhul, sebagaimana disebutkan oleh as-Suyuti dalam al-Aala’I
al-Mashnu’ah. Tidak boleh meriwayatkan hadits ini, lebih-lebih sampai
mengamalkannya!!”.
Kedelapan: Do’a hari ‘Asyuro
Diantara contoh do’a ‘Asyuro adalah; “Barangsiapa yang mengucapkan HasbiyAllah wa Ni’mal Wakil an-Nashir sebanyak tujuh puluh
kali pada hari ‘Asyuro maka Allah akan menjaganya dari kejelekan pada hari
itu”.
Doa ini tidak ada asalnya dari Nabi, para sahabat maupun para tabi’in. Tidak disebutkan
dalam hadits-hadits yang lemah apalagi hadits yang shahih. Do’a ini hanya
berasal dari ucapan sebagian manusia!!. Bahkan sebagian syaikh sufi ada yang
berlebihan bahwa barangsiapa yang membaca doa ini pada hari ‘Asyuro dia tidak
akan mati pada tahun tersebut!!. Ucapan ini jelas batil dan mungkar,
karena Allah telah berfirman:
إِنَّ أَجَلَ اللَّهِ إِذَا جَاءَ لَا
يُؤَخَّرُ لَوْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Sesungguhnya ketetapan Allah apabila
telah datang tidak dapat ditangguhkan, kalau kamu Mengetahui. (QS.Nuh: 4)
Kesembilan: Memperingati hari kematian
Husein
Pada bulan Muharram, kelompok Syi’ah setiap tahunnya mengadakan upacara
kesedihan dan ratapan dengan berdemontrasi ke jalan-jalan dan lapangan, memakai
pakaian serba hitam untuk mengenang gugurnya Husain. Mereka juga memukuli pipi
mereka sendiri, dada dan punggung mereka, menyobek saku, menangis berteriak
histeris dengan menyebut: Ya Husain. Ya Husain!!!”
Lebih-lebih pada tanggal 10 Muharram, mereka lakukan lebih dari itu, mereka
memukuli diri sendiri dengan cemeti dan pedang sehingga berlumuran darah!!! Anehnya,
mereka menganggap semua itu merupakan amalan ibadah dan syi’ar Islam!! Hanya
kepada Allah kita mengadu semua ini.
Alangkah bagusnya ucapan al-Hafizh Ibnu Rojab: “Adapun menjadikan hari
asyuro sebagai hari kesedihan/ratapan sebagaimana dilakukan oleh kaum Rofidhah
karena terbunuhnya Husain bin Ali, maka hal itu termasuk perbuatan orang yang
tersesat usahanya dalama kehidupan dunia sedangkan dia mengira berbuat baik.
Allah dan rasulNya saja tidak pernah memerintahkan agar hari mushibah dan
kematian para Nabi dijadikan ratapan, lantas bagaimana dengan orang yang selain
mereka?!”.
Husein bin Ali bin Abi Thalib adalah cucu Rasulullah dari perkawinan Ali
bin Abi Thalib dengan putrinya Fatimah binti Rasulullah. Husein sangat dicintai
oleh Rasulullah. Beliau bersabda:
حُسَيْنٌ مِنِّي وَأَنَا مِنْ حُسَيْنٍ
أَحَبَّ اللَّهُ مَنْ أَحَبَّ حُسَيْنًا حُسَيْنٌ سِبْطٌ مِنَ اْلأَسْبَاطِ
Husein adalah bagianku juga dan Aku
adalah bagian Husein. Semoga Allah mencintai orang yang mencintai Husein.
Husein termasuk cucu keturunanku.
Husein terbunuh pada peristiwa yang sangat tragis, yaitu pada tanggal 10
Muharram tahun 61 H, di sebuah tempat bernama Karbala, karenanya peristiwa ini
kemudian lebih dikenal dengan peristiwa Karbala.
Namun, apapun musibah yang terjadi dan betapapun kita sangat mencintai
keluarga Rasulullah bukan alasan untuk bertindak melanggar aturan syariat
dengan memperingati hari kematian Husein!!. Sebab, peristiwa terbunuhnya orang
yang dicintai Rasulullah sebelum Husein juga pernah terjadi seperti terbunuhnya
Hamzah bin Abdil Muthollib, dan hal itu tidak menjadikan Rasulullah dan para
sahabatnya mengenang atau memperingati hari peristiwa tersebut, sebagaimana
yang dilakukan orang-orang Syi’ah untuk mengenang terbunuhnya Husein.
Kesepuluh: Peringatan hari suka cita
Yang dimaksud hari suka cita adalah hari menampakkan kegembiraan,
menghidangkan makanan lebih dari biasanya dan memakai pakaian bagus. Mereka
yang membuat acara ini, ingin menyaingi dan mengganti hari kesedihan atas
peristiwa terbunuhnya Husein dengan kegembiraan, kontra dengan apa yang
dilakukan orang-orang Syiah. Tentunya, acara semacam ini tidak dibenarkan,
karena bid’ah tidak boleh dilawan dengan bid’ah yang baru!! Dan tidak ada satu
dalilpun yang membolehkan acara semacam ini.
Kesebelas: Berbagai ritual dan adat istiadat
di tanah Air
Di tanah air, bila tiba hari ‘Asyuro kita akan melihat berbagai adat dan
ritual yang beraneka ragam dalam rangka menyambut hari istimewa ini. Apabila
kita lihat secara kacamata syar’I, adat dan ritual ini tidak lepas dari kesyirikan! Seperti meminta berkah dari benda-benda yang
dianggap sakti dan keramat, bahkan yang lebih mengenaskan sampai kotoran
sapi-pun tidak luput untuk dijadikan alat pencari berkah!!.
0 komentar: